Walau demikian, masih ada yang mengganjal dalam setiap langkah saya ketika berada di stasiun-stasiun kereta. Paling tidak dalam beberapa waktu belakangan ketika bepergian ke sejumlah kota, saya tiba dan berangkat dari stasiun-stasiun kecil dan besar. Di antaranya Stasiun Lempuyangan, Cirebon, Poncol, Solo Balapan, Gubeng, Malang, Purwokerto, dan Stasiun Tugu Yogyakarta.
Pada semua stasiun tersebut langkah-langkah peradaban mudah dijumpai dan dirasakan. Akan tetapi seperti ada langkah yang masih tertinggal. Di antara masifnya kemajuan, terasa masih ada kekosongan yang perlu segera diisi dan dilengkapi.
Selalu saya membayangkan di ruang-ruang yang masih longgar di Stasiun Solo Balapan dan beberapa stasiun besar lainnya, ada rak-rak yang memajang aneka judul bacaan. Membayangkan pada salah satu sudut ruang tunggu yang baru di Stasiun Purwokerto ada sebuah ruangan kecil dengan deretan buku yang bisa dipilih untuk dibaca sambil menunggu kereta.
Pojok literasi, ruang baca penumpang atau apapun namanya. Fasilitas semacam ini perlu ada di stasiun-stasiun yang melayani perjalanan kereta jarak jauh.Â
PT KAI Commuter sudah menghadirkan pojok baca di beberapa stasiun. Baca buku di KRL merupakan contoh kolaborasi memajukan peradaban transportasi dan peradaban membaca.Â
Jika di KRL hal itu bisa terwujud, maka inovasi yang sama sewajarnya juga dihadirkan oleh PT KAI untuk menyertai perjalanan kereta jarak jauh. Seperti diketahui bersama, perjalanan jarak jauh membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu penumpang seringkali harus berada di stasiun dalam waktu yang tidak sebentar saat menunggu kereta tiba. Rentang waktu yang panjang dalam perjalanan kereta api jarak jauh sungguh ideal bagi kegiatan membaca buku.
Waktu menunggu di stasiun dan saat dalam perjalanan selama ini banyak diisi dengan mendengar musik, berbincang sesama penumpang, melamun atau tidur. Semua itu bukan kegiatan yang salah. Namun, pojok literasi di stasiun akan memberi pilihan lain yang tak kalah menyenangkan bagi penumpang.
Pojok literasi di stasiun kereta yang melayani perjalanan jarak jauh akan memberi manfaat ganda. Selain membantu PT KAI memaksimalkan pemanfaatan sarana, juga mendorong penguatan budaya membaca masyarakat. Ruang perjumpaan antara masyarakat dengan buku akan bertambah.Â
Pada dasarnya penumpang kereta api jarak jauh tidak sekadar membutuhkan kursi yang bisa diatur tegak miringnya. Tidak hanya mengharapkan kereta yang wangi dengan AC yang sejuk, akses wifi yang stabil dan bilik untuk salat.Â
Penumpang kereta api juga menginginkan dengan cara apa dan bagaimana mereka  bisa mengisi perjalanan dengan aktivitas lain yang bermanfaat dan tidak membosankan. Mengakses buku di stasiun atau membacanya di dalam kereta akan membuat perjalanan  semakin mengesankan.
Kereta Api Indonesia di bawah kepemimpinan "masinis" Didiek Hartantyo bisa menghadirkan pojok literasi dengan beberapa cara.Â