Bayangkan, stasiun dan kereta api di Indonesia menjadi tempat perjumpaan manusia dengan buku.Â
Memasuki Stasiun Purwokerto pada akhir Minggu lalu, masih saja saya dilingkupi kekaguman. Meski bukan pertama kali saya menginjakkan kaki di stasiun yang berwajah baru ini.Â
Gerbang masuk dan pintu boardingnya yang menempati bangunan baru tidak sekadar menyuguhkan rupa modern. Tapi juga hangat menyambut setiap yang masuk berkat interior dan ornamen-ornamen apik yang melingkupinya.Â
Sebuah skybridge membentang mengantar saya dan para penumpang menuju unit bangunan lama di mana kami akan menunggu kereta untuk menuju tujuan masing-masing. Bersambungan dengan bangunan lama, berdiri sebuah ruang tunggu baru yang berdinding tinggi terbuat dari kaca. Tempat duduk dan fasilitas lainnya bagi penumpang tersedia melengkapi sarana yang sudah lebih dulu mapan di unit bangunan lama.
Rasanya semua kebaruan tersebut muncul sangat cepat. Seolah kemarin Stasiun Purwokerto masih berbalut baju yang lama, tapi hari ini sudah bersolek dengan dandanan yang serba baru dan menawan.
Dalam wajah yang semakin menawan dan modern, Stasiun Purwokerto tak meninggalkan kekhasan lokal. Ornamen berbentuk ukiran dan batik dijumpai di sejumlah titik. Iringan musik keroncong dan jawa juga tak menghilang dari pendengaran.
Entah berapa banyak langkah yang saya tempuh dari sejak gerbang masuk, pintu boarding, skybridge hingga tiba di peron tempat kereta menjemput. Walau demikian, setiap langkah itu saya rasakan sebagai langkah-langkah peradaban. Langkah-langkah kemajuan seperti gerak roda-roda kereta yang melaju dengan kemantapan. Langkah peradaban yang meski kadang lajunya berselang-seling antara cepat dan melambat, tapi konsisten menuju arah kebaikan.Â
Sebuah ungkapan menyebut peradaban suatu bangsa bisa diukur salah satunya lewat kualitas transportasi publiknya. Di Indonesia hal tersebut memang masih perlu diupayakan sungguh-sungguh. Walau demikian, dari stasiun serta melalui perjalanan-perjalanan yang dilalui bersama Kereta Api Indonesia, langkah-langkah peradaban itu nyata sedang ditempuh dan terus menerus dimajukan.
Inovasi, revitalisasi, beautifikasi, serta pembangunan-pembangunan tidak sekadar menghasilkan stasiun yang semakin rapi dan modern. Layanan perjalanan kereta api pun bertambah nyaman berkat rangkaian-rangkaian baru, seperti kereta stainless steel new generation. Perlahan "peradaban" kursi tegak yang membuat punggung pegal diganti dengan peradaban baru. Sama halnya "peradaban" pintu geser yang berisik dan toilet yang sempit mulai diganti dengan sarana yang lebih baik.