Latihan dilingkupi tawa. Hasilnya bencana di China. Shin Tae Yong dan skuad Garuda dipaksa menyadari bahwa sepakbola adalah seni mencetak gol dan mengurangi kesalahan.
Timnas Garuda menyudahi lawatan tandangnya ke dua negara dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2026 dengan membawa hasil minor. Keyakinan meraih 6 angka tak tergapai. Diimbangi di Bahrain dan dihukum di China.Â
Satu poin dari Bahrain mungkin masih dilingkupi kekesalan. Namun, hasil di Qingdao tak memberikan pintu alasan lain, kecuali fakta bahwa Timnas Garuda tidak mampu mencetak gol lebih banyak.
Keunggulan materi ternyata tak bisa dikonversi menjadi permainan yang atraktif dan kreatif. Memiliki skuad yang digadang-gadang paling berkembang pesat di Asia, ternyata tak menghindarkan timnas dari kesalahan-kesalahan mendasar.Â
Pertandingan melawan China bukan hanya tentang Witan, Asnawi atau Shayne yang bermain di bawah harapan. Akan tetapi tim asuhan STY memang tampil antiklimaks.Â
Ada kesan  percaya diri berlebihan menghinggapi pemain Timnas. Walau dalam konferensi pers STY menyatakan tidak menggap remeh China, tapi dalam hati pemain tiada yang tahu.Â
Susunan 11 pemain pertama yang dipilih STY memang tidak biasa ketika banyak pemain lain nampak lebih menjanjikan berkaca pada penampilan di Bahrain. Barangkali pemilihan skuad pun diam-diam mengisyaratkan kepercayaan diri yang penuh juga dirasakan oleh STY.Â
Hasrat menggebut untuk mencari pelampiasan atas hasil di Bahrain membuat Garuda merasa akan mampu terbang tinggi dan mencakar lawannya. Latihan-latihan yang penuh canda terekam lewat liputan berita dan potret kamera. Timnas seolah siap menjemput kemenangan dan mempermalukan ruan rumah China. Suporter pun siap merayakannya.
Namun, justru bencana yang menimpa skuad Garuda. Sementara China berhasil menghadirkan pestanya di rumah sendiri.
Keyakinan dan semangat tinggi saja tidak cukup. Laga di Qingdao Youth Football Stadium semalam memaksa STY dan skuad Garuda menyadari bahwa pertandingan sepakbola adalah tentang siapa yang mencetak gol lebih banyak dan bagaimana mengurangi kesalahan-kesalahan. Sayangnya pada dua aspek itulah Timnas Indonesia masih dilingkupi ketidakmampuan yang nyata.
Mulanya timnas nampak akan mudah menggapai kemenangan. Skuad yang berisikan kombinasi nama-nama mapan di klub Eropa dengan pemain-pemain yang sudah lama bermain bersama di timnas seakan siap menjemput 3 poin pertama.Â
Bermain agresif, menguasai bola, dan menekan pertahanan lawan sepertinya gol tinggal menunggu waktu. Benar adanya, gol segera tercipta. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus di babak pertama. Namun, bukan ke gawang China. Sebaliknya, dua gol itu malah bersarang dengan lancar ke gawang Indonesia.
Kekalahan melawan China saat optimisme dan harapan membumbung tinggi mendedahkan kenyataan bahwa Timnas Indonesia belumlah sebaik yang diperkirakan. Malahan kekalahan melawan China menjabarkan setidaknya 3 persoalan klasik yang masih melingkupi Timnas Garuda. Persoalan-persoalan yang semula dianggap akan segera teratasi dengan hadirnya nama-nama baru, tapi ternyata masih menetap dalam tubuh skuad sebagai kelemahan laten.
Pertama, Indonesia sejak dulu sudah mampu bermain agresif. Modal kecepatan beberapa  pemain memungkinkan itu. Kini dengan komposisi pemain yang lebih lengkap berisikan tempaan liga-liga Eropa, agresivitas Timnas garuda nampak lebih mengancam.
Sayangnya, agresivitas Garuda tidak ditopang oleh daya kreativitas yang tinggi. Hasilnya permainan timnas kurang efektif seperti yang sudah-sudah. Beberapa peluang sirna. Peluang-peluang berikutnya pun sulit dicipta.
Timnas Indonesia memang memiliki para gelandang pekerja. Namun, terlalu sedikit, yang benar-benar kreatif. Ketiadaan daya kreatif membuat penguasaan bola dan serangan timnas hanya mondar-mandir mendekati pertahanan lawan, tanpa mampu menimbulkan kecemasan bagi lawan.
Padahal daya kreativitas yang mendukung agresivitas diperlukan untuk menutupi ketiadaan penyerang haus gol yang masih belum ditemukan oleh timnas. Di Bahrain, kendala itu nampak sudah mulai teratasi. Akan tetapi di China, STY perlu mengakui lagi bahwa persoalan kreativitas masih menjadi salah satu PR utama yang menghambat Indonesia mencetak gol lebih banyak.Â
Kedua, seringnya STY memilih 11 pemain pertama yang berubah-ubah kerap berhasil menghadirkan efek kejut bagi lawan. Pada pertandingan-pertandingan yang lalu, beberapa hasil positif diraih dengan komposisi pemain yang berbeda. Itu bisa bermakna kekayaan strategi STY sekaligus keluwesan timnas.Â
Selain karena faktor strategi, kesiapan  dan kondisi para pemain yang tersedia juga menentukan susunan line-up. Namun, ada variabel lain yang nampak luput dari mitigasi STY kali ini.Â
Masuknya nama-nama baru menjadikan Indonesia sebagai tim yang nyaris selalu bermain dengan komposisi berbeda dalam setiap laga. Pertandingan yang baru berarti komposisi pemain yang baru pula. Dengan masih akan masuknya beberapa nama pemain keturunan lagi, bisa dikatakan Timnas Indonesia belum memiliki komposisi yang benar-benar paten.Â
Di luar lapangan para pemain baru bisa segera melebur dengan skuad lama. Rasa kekawanan antara mereka bukan hambatan. Akan tetapi situasinya berbeda saat mereka harus menjalankan peran di lapangan. Faktor chemistry dan saling pengertian perlu diuji melalui banyak pertandingan bersama. Laga melawan China semalam memperlihatkan bawah ujian itu tidak mudah untuk dihadapi timnas.Â
STY bertaruh dengan ujian tersebut. Keberhasilan komposisi dan skema permainan yang berbeda ditentukan oleh sejauh mana para pemain cepat beradaptasi. Baik beradaptasi dengan taktik, maupun beradaptasi dengan posisi dan komposisi yang berbeda.Â
Sayangnya kali ini pertaruhan STY nampak meleset. Keluwesan taktik dan komposisi pemain yang diharapkan olehnya tidak tersaji dalam permainan di lapangan. Bukannya meraih kemenangan, timnas justru dihukum dengan kekalahan.
Komposisi timnas Garuda yang senantiasa berubah memiliki konsekuensi dan risiko yang menuntut kecermatan tinggi pelatih. Jika tidak bisa mengejutkan tim lawan, bukan tidak mungkin tim sendiri yang akan terkejut. Itulah yang terjadi di Qingdao.
Ketiga, Garuda belum bisa meninggalkan tabiat lama sebagai tim yang gampang melakukan kesalahan dan membuang momentum. Ini mengindikasikan tim yang belum matang dan mapan.
Gol yang bersarang ke gawang Paes semalam tidak bisa dimungkiri sebagai buah dari kelengahan mempertahankan momentum. Sekali kehilangan bola, timnas sering langsung diganjar dengan kebobolan. Bahkan, dari posisi menyerang di pertahanan lawan, timnas bisa langsung berganti dalam situasi tertekan.Â
Mudahnya pemain melakukan kesalahan yang tidak diimbangi ketangguhan  transisi membuat skuad STY mudah dihukum oleh serangan lawan yang jauh lebih efektif.Â
Dua gol yang dicetak China semalam adalah hukuman atas kombinasi persoalan timnas Garuda. Yakni, komposisi yang belum mapan, ketiadaan kreativitas, dan kebiasaan melakukan kesalahan yang membuat momentum mudah berbalik menjadi keunggulan lawan.
Kekalahan di kandang China jelas bukan karena wasit. Bukan pula oleh injury time yang kelamaan. Bahkan, bukan karena para pemain China yang mudah terjatuh.Â
STY dan para pemain perlu selalu menyadari. Suporter dan para pundit pun harus bisa mengakui kenyataan dengan rasionalitas yang seimbang bahwa Timnas Garuda memang belum setangguh itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H