Seruan "Indonesia Berduka", andai perlu diadakan, lebih urgen disematkan padakondisi sepakbola Indonesia yang semacam itu. Sebab sudah bertahun-tahun sepakbola lokal dibuat sakit oleh tangan-tangan mafia tanpa mampu perangkat hukum memberantasnya sungguh-sungguh. Seorang mafia pengatur skor hanya dipenjara 2 tahun dan setelah bebas bisa berkecimpung lagi. Seorang yang telah mencatatkan rekam jejak buruk pun masih bisa kembali eksis tanpa penolakan keras dari suporter, klub, maupun federasi.
Kita hampir tidak pernah melihat pengusutan secara transparan dan tuntas terhadap banyak keanehan dari pertandingan-pertandingan buruk yang terjadi di sepakbola Indonesia. Adakah kita tahu sejauh mana wasit dalam pertandingan PON kemarin telah diperiksa? Seperti apa langkah federasi dan aparat hukum menyelidiki lebih jauh adanya rantai mafia yang mengendalikan pertandingan tersebut?
Kenyataannya, keanehan seperti yang terjadi di PON sering menguap begitu saja. Seolah semuanya telah diputihkan seiring berakhirnya PON. Seolah para fans sepakbola Indonesia pun tidak memedulikannya lagi. Melupakan dan menganggap permasalahannya tidak penting lagi.
Mestinya kita merasakan patah hati pada kejadian semacam itu. Sebab pembiaran pada mafia lokal telah menimbulkan kerusakan lebih parah pada sepakbola Indonesia.
Dibanding hasil imbang di Bahrain, seruan "Indonesia Berduka" lebih wajar dan layak digaungkan kepada ketidakberesan tanggung jawab atas Tragedi Kanjuruhan. Jika melakukan demontrasi ke Kedutaan Bahrain dan kantor FIFA dianggap rasional, maka kantor PSSI perlu didatangi pertama kali.
Dugaan kecurangan dan campur tangan mafia AFC, terutama pada pertandingan yang melibatkan tim-tim Timur Tengah  bukan satu dua kali terendus. Konon wasit Ahmad El Kaf juga telah berulang kali membuat kontroversi. Namun, selama ini cenderung dibiarkan.
Bukankah pola pembiaran tersebut serupa dengan yang terjadi di tubuh sepakbola Indonesia?Â
Maka dari itu mestinya kita jangan seolah-olah sangat berduka atau kaget menerima hasil imbang di Bahrain. Pemandangan aneh semacam itu sudah biasa kita jumpai pula di liga Indonesia. Â Andai benar mafia AFC yang bekerja, maka tidak salah untuk mengatakan bahwa mafia AFC merupakan ayah kandung dari mafia sepakbola di Indonesia.Â
Dengan demikian akan bisa lebih dimengerti mengapa banyak wasit Indonesia yang bertingkah aneh di liga. Kemungkinan besar karena  mereka mendapat pengajaran yang sama dari para "instruktur" yang juga mendidik Ahmed Al Kaf.
Perlu jujur diakui, ketidakberesan wasit Ahmed Al Kaf tidak lebih buruk dibandingkan fenomena ketidakberesan yang lebih dulu kita saksikan di gelanggang sepakbola Indonesia sejak lama. Pada banyak kejadian, perilaku wasit di Indonesia bahkan lebih parah.
Jika fans sepakbola Indonesia menghendaki mafia AFC diberantas, mereka juga harus konsisten mendukung pembersihan mafia sepakbola Indonesia. Apa yang terjadi selama ini fans sepakbola di tanah air bersikap mendua dan tidak konsisten dalam memandang eksistensi mafia lokal.Â