Jelang pertandingan lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Indonesia melawan Tiongkok, perhatian banyak fans sepakbola tanah air masih belum beranjak pada hasil laga di Bahrain. Kemarahan pada wasit Ahmed Al Kaf belum reda. Suara kekesalan pada AFC masih keras digaungkan.
Di media sosial segenap marah dan kecewa diekspresikan dalam ragam ungkapan serta seruan. Baik yang berupa satir dan sindiran halus, sampai kritik pedas dan menusuk. Salah satunya ujaran bahwa mafia AFC telah campur tangan dalam merampok kemenangan Indonesia lewat skenario "90+6=99".
Bergulir pula seruan "Hari Patah Hati Nasional" dan "Indonesia Berduka". Bahkan, suatu gagasan beredar di media sosial untuk melakukan demonstrasi di Kedutaan Besar Bahrain dan Kantor Perwakilan Fifa di Jakarta.
Reaksi berupa marah, kecewa, dan kesal bisa dimengerti. Faktanya wasit memang memimpin pertandingan dengan cara yang aneh. Akan tetapi beberapa ekspresi tersebut cenderung "lebay".Â
Seruan mendemo Kedubes Bahrain merupakan sesuatu yang tidak proporsional. Ungkapan "Indonesia Berduka" pun berlebihan. Seolah hasil imbang yang dicampuri indikasi kecurangan wasit merupakan bencana nasional yang berdampak sangat besar pada bangsa.
Nampaknya ekspektasi yang melambung seiring bertambahnya kekuatan Timnas Garuda telah membuat para fans sangat yakin bahwa kemenangan mestinya menjadi hasil akhir untuk Indonesia. Â Euforia atau ekspektasi yang besar itu segera berubah menjadi rasa kecewa dan marah yang besar pula manakala hasil akhir tidak sesuai harapan.
Indikasi ketidakprofesionalan wasit dan perangkat pertandingan di Bahrain memang kuat. Aroma tangan-tangan mafia yang mencampuri hasil akhir di Bahrain juga menyengat. Namun, mengapa kita seperti dikagetkan dan dibuat heran oleh hal tersebut?
Kita mestinya tidak heran karena pertandingan aneh semacam itu bukan pengalaman baru. Baik di kancah sepakbola global maupun sepakbola lokal sering kita jumpai. Dalam sepakbola Indonesia, pola dan indikasi permainan mafia seperti itu bahkan sudah jadi pemahaman umum sejak lama.Â
Mafia wasit, pengaturan skor, suap menyuap, dan sejumlah modus curang untuk menentukan hasil pertandingan kentara terjadi di sepakbola Indonesia dari dulu hingga sekarang. Mulai dari level profesional hingga amatir. Mulai dari pertandingan tarkam hingga liga. Dari divisi atas hingga bawah.Â
Semua level sepakbola Indonesia telah terjamah oleh mafia. Bahkan, masih segar dalam ingatan skandal kecurangan wasit dalam pertandingan PON Aceh-Sumut yang baru tersaji beberapa waktu lalu.Â