Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jangan Diamkan Konten Buruk, Jangan Ragu Melaporkannya!

7 Oktober 2024   11:40 Diperbarui: 7 Oktober 2024   11:41 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan jadi penikmati konten yang diam (dok.pribadi).

Masyarakat penikmat konten tidak boleh diam. Melaporkan konten-konten buruk yang menyebarkan informasi bohong, ujaran kebencian, plagiasi dan sebagainya merupakan inisiatif baik yang perlu dimajukan. Langkah itu merupakan upaya untuk mewujudkan ruang bersama yang lebih berkualitas.

Hari ini semakin banyak orang yang menjadi kreator konten. Semakin mudah pula memproduksi konten. Seorang guru bisa menjadi tiktoker. Seorang dokter aktif sebagai youtuber. Seorang karyawan menjadi food vlogger. Murid dan mahasiswa jadi influencer. Mantan wartawan meneruskan hobi sebagai blogger dan masih banyak lagi.

Dengan kata lain sekarang siapa pun bisa memainkan peran sebagai kreator. Membuat teks, gambar, maupun video lalu mengunggahnya ke media sosial dan media-media lain yang mewadahi hasil kreasi, termasuk youtube dan blog bersama seperti Kompasiana.

Kemudahan dan keleluasaan tersebut membuat ruang digital semakin kaya dan berwarna. Masyarakat penikmat konten dimanjakan dengan aneka pilihan tontonan, bacaan serta hiburan yang menuruti selera  dan kebutuhan. 

Jangan ragu! (dok.pribadi).
Jangan ragu! (dok.pribadi).

Seperti telaga yang tak pernah kering sumber airnya, setiap menit bahkan detik mengalir ribuan konten baru. Setiap hari pula lahir kreator konten dengan beragam motivasi dan tujuan. Ada yang karena tuntutan peran, tugas, dan pekerjaan mengharuskannya adaptif dan merambah aneka media baru. Ada yang tergerak untuk membagikan keahlian dan pengetahuannya. 

Ada yang bermaksud mengembangkan kreativitas sembari memperluas pengaruh. Ada yang menjadikannya sebagai pelampiasan pikiran dan pendapat. Ada yang terinspirasi kesuksesan kreator konten lain. Ada pula yang tergiur peluang mendapatkan popularitas serta cuan dari konten-konten yang dibuat. 

Di satu sisi kemelimpahan konten itu memberikan opsi atau pilihan baru bagi penikmat konten. Namun, ada dampak dan konsekuensi yang tak terhindarkan dari semakin banyaknya kreator konten karena kemelimpahannya juga menyumbang pencemaran ruang digital. Telaga yang setiap hari dialiri konten-konten baru menjadi semakin keruh kolamnya karena banyak konten buruk yang tak tersaring sempurna. 

Meski ada pembersihan dan penyaringan secara berkala, upaya itu belum cukup untuk menanggulangi aliran konten buruk. Derasnya arus konten buruk belum sebanding dengan penyaringan yang dilakukan. Salah satunya karena penyaringan hanya dilakukan oleh sedikit pihak. Kapasitas sarana penyaringnya pun terbatas sehingga hasil penyaringan tidak maksimal.

Fitur
Fitur "laporkan" bukan hiasan (dok.pribadi).

Di sisi lain masyarakat penikmat konten juga masih permisif terhadap konten-konten buruk yang hadir di depan mata. Banyak penikmat konten bersikap cuek saat ada konten buruk yang muncul di beranda youtube, lini masa media sosial, maupun halaman blog yang mereka buka. Sebagian penikmat konten bahkan menyukai konten-konten buruk karena merasa konten semacam itu telah memuaskan selera atau keyakinan pribadi.

Memang banyak penikmat konten yang sebenarnya merasa risih dan terganggu terhadap konten-konten buruk tersebut. Tidak sedikit yang tahu bahwa konten tersebut tidak baik karena memuat informasi bohong, kebencian, sentimen ras, plagiasi, judul yang tidak sesuai isi atau menyalahi aturan lainnya.  Sayangnya sebagian dari mereka kurang berinisiatif untuk ikut menyaring konten-konten buruk tersebut. Mereka cenderung diam saat menjumpai konten-konten buruk di halaman media sosial atau blog.

Mereka yang menjumpai konten buruk memang sudah mengambil tindakan tepat dengan tidak meneruskan membaca, menonton, dan menyebarkannya. Namun, diperlukan tindakan lebih dari itu. Yakni, dengan memanfaatkan fitur "laporkan" yang tersedia di hampir semua platform media, baik media sosial, youtube, maupun blog.

Sudah saatnya masyarakat penikmat konten mengambil peran lebih aktif dalam menjaga ruang digital. Telaga yang semakin keruh airnya membutuhkan bantuan para penikmat konten untuk menyaring konten-konten kotor agar tak terus menerus mencemari kolam bersama. 

Sangat ironis saat menjumpai suatu konten yang membuat kebohongan mendapat banyak "like" dan "komentar positif". Cukup mengusik jika ada konten plagiasi justru diapresiasi dan dipuji beramai-ramai. Memprihatinkan jika mengetahui ada konten buruk yang menjadi populer seolah diamini oleh semua orang sebagai sesuatu yang baik dan benar.

Tidak adakah di antara ribuan penikmat konten tersebut merasa terganggu dengan kebohongan yang dimuat konten tersebut. Padahal banyak para penikmat konten merupakan orang-orang berwawasan yang sebenarnya bisa menelaah kebenaran suatu informasi.

Adakah di antara para penikmat konten tersebut yang berinisiatif melaporkan konten-konten buruk itu? Padahal fitur laporkan bisa dengan mudah dimanfaatkan untuk mengirim pemberitahuan kepada administrator dan pengelola media.

Atau jangan-jangan banyak di antara puluhan ribu, ratusan ribu, dan jutaan pembaca serta viewer itu adalah penyuka informasi bohong, penikmat plagiasi, dan penggemar konten-konten buruk? Sehingga para kreator konten dan penikmatnya saling mendukung untuk melanggengkan konten buruk. 

Mengapa konten buruk bisa eksis? Karena kita cuek (dok.pribadi).
Mengapa konten buruk bisa eksis? Karena kita cuek (dok.pribadi).

Disadari atau tidak, pembiaran seperti itu telah menimbulkan kerugian bersama. Sikap permisif dengan membiarkan konten buruk eksis di beranda blog dan media sosial perlu disudahi. Sebab jika terus menerus dibiarkan, konten-konten buruk tersebut akan merasuk dan mempengaruhi masyarakat.

Sudah saatnya menjadi penikmat konten yang lebih maju. Yakni yang mau mengambil inisiatif untuk melaporkan konten-konten buruk.

Memang seringkali hambatan itu datang dari diri sendiri. Meski mengetahui suatu konten berisi informasi bohong atau video yang kita tonton melanggar ketentuan, keinginan untuk melaporkannya tenggelam karena keraguan atau pertimbangan tertentu. Berikut ini panduan untuk mendorong inisiatif sekaligus menghilangkan keraguan untuk melaporkan konten-konten buruk yang kita jumpai.

Pertama, kita perlu membiasakan untuk menutup mata dengan tidak memedulikan siapa kreator yang sedang kita hadapi kontennya. Pembiasaan ini untuk mengurangi perasaan tidak enak hati jika kebetulan konten buruk tersebut dibuat oleh kreator yang kita kenal profilnya. 

Seseorang sering segan untuk melaporkan suatu konten karena merasa mengenal pembuatnya. Memandang kreatornya merupakan sosok yang lebih populer, senior, atau sering berinteraksi dengan kita ruang maya. Apalagi jika kreator tersebut memiliki profil tertentu yang dianggap tidak mungkin menulis kebohongan, ujaran kebencian atau plagiasi.

Kenyataannya, seperti disebutkan di awal tulisan ini, siapa pun sekarang bisa menjadi kreator konten. Dengan demikian siapapun bisa memproduksi konten buruk. Seorang dosen bisa melakukan plagiasi, seorang guru bisa menulis kebohongan, seorang dokter bisa memproduksi kebencian, seorang wartawan bisa menulis serampangan, dan sebagainya.

Oleh karena itu, jika menjumpai konten-konten buruk, tidak peduli siapa kreatornya, mulailah untuk bersedia melaporkannya. 

Kedua, penting untuk percaya pada wawasan yang kita miliki. Seringkali kita kurang percaya diri untuk melaporkan suatu konten buruk karena menganggap kreatornya lebih punya wawasan yang tinggi. Akhirnya kita memilih untuk membiarkan konten buruk tersebut  tetap eksis.

Padahal, jika kita memiliki wawasan yang baik tentang suatu hal, tidak perlu ada keraguan  untuk menilai baik buruknya suatu konten. Jika punya wawasan yang cukup tentang sepakbola, kita bisa menilai apakah konten yang muncul di hadapan kita sesuai dengan kebenaran atau sekadar kebohongan yang dipoles sana-sini. Jika punya pengetahuan yang baik tentang dunia medis, jangan ragu untuk mengukur kadar kebenaran informasi yang dibuat oleh seorang konten kreator.

Bersama melindungi kepentingan bersama (dok.pribadi).
Bersama melindungi kepentingan bersama (dok.pribadi).

Ketiga, tidak usah merasa berdosa saat melaporkan konten buruk. Tidak usah pula merasa khawatir atau bersalah jika laporan kita ternyata ditolak. Sebab pada dasarnya kita hanya memanfaatkan fitur pelaporan yang tersedia. Hasil pemeriksaannya serahkan kepada pihak administrator atau pengelola media.

Fitur laporkan di media sosial, blog, youtube dan media-media lain bukanlah hiasan semata. Fitur tersebut menanti partisipasi aktif kita. Bukan suatu kesalahan jika laporan kita setelah diperiksa oleh administrator media sosial atau pengelola blog diputuskan bahwa konten tersebut tidak melanggar ketentuan. Itu hal yang lumrah. Apapun hasil laporan dan pemeriksaan suatu konten, tidak mengurangi nilai partisipasi kita dalam upaya ikut menciptakan ruang digital yang berkualitas.  

Jangan jadi penikmati konten yang diam (dok.pribadi).
Jangan jadi penikmati konten yang diam (dok.pribadi).

Duduk diam menonton video youtube dan reels intagram memang mengasyikkan. Duduk diam dalam suasana santai sambil menyelami tulisan-tulisan di blog Kompasiana juga menyenangkan. Namun, jangan jadi penikmat yang terus-menerus diam. Dan yang lebih penting lagi, jangan diamkan konten buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun