Saat peristiwa 30 September 1965 orang-orang tersebut sedang berada di luar negeri untuk menempuh studi maupun menjalankan tugas. Dalam diri mereka tertanam kesetiaan pada Republik Indonesia dan akan pulang untuk mengamalkan ilmu mengabdi pada tanah airnya.
Namun, harapan itu seketika berubah menjadi ketidakpastian yang mendatangkan nestapa seumur hidup bagi. Mereka yang tidak mau mengakui dan memihak Jenderal Soeharto akhirnya tidak bisa kembali ke Indonesia karena dicabut paspornya.
Bertahun-tahun para eksil hidup dalam ketidakpastian sebagai orang yang tidak memiliki tanah air. Terbuang tak menentu di negeri orang, sebagian dari mereka masih kerap merasa tidak aman karena tekanan dari pemerintahan Soeharto.
Sangat lama menanggung pilu dan rindu pada tanah air, beberapa eksil bisa menginjakkan kakinya kembali ke Indonesia setelah jatuhnya rezim Soeharto. Meski dengan paspor dan kewarnegaraan yang baru, para eksil menjenguk tanah airnya yang hilang. Meluapkan rindu dan cinta yang puluhan tahun mengendap, tapi tidak lenyap. Dalam hati dan ingatan mereka, Indonesia selalu ada.
Novel "Kubah" yang ditulis Ahmad Tohari juga bisa dibaca untuk menggali pengetahuan dan pengalaman yang lebih luas tentang dampak sosial peristiwa 1965. Meski bergenre fiksi, perjalanan tokoh utamanya, Karman, menampilkan realita orang-orang yang pernah menjadi pendukung partai komunis dan ingin kembali ke tengah masyarakat sebagai manusia yang lebih baik.
Kubah merupakan teks sastra yang merefleksikan jalan berliku proses reintegrasi para bekas tahanan politik yang pernah dihukum karena terlibat tragedi 1965.
Belasan tahun Karman diasingkan ke Pulau Buru, terpisah dari anak dan istri yang dicintai. Ia menyadari hukuman itu merupakan akibat dari jalan yang telah ditempuhnya.Â
Setelah bebas Karman tidak mengingkari dirinya sebagai manusia yang menanggung dosa sosial dari masa lalunya yang telah menyakiti masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, ia menetapkan hati untuk berubah dan kembali ke tengah masyarakat. Ia ingin berguna bagi lingkungan sebagai bentuk penebusan kesalahannya. Karman pun menyimpan harapan kembali berkumpul dengan keluarganya.
Namun, kenyataan pahit diterima Karman. Ia dipandang dengan penuh curiga oleh orang-orang. Karman juga ditinggal oleh istrinya yang telah menikah dengan pria lain.
Pintu untuk kembali ke tengah masyarakat seolah tertutup bagi Karman. Kesalahan dan dosanya belum dilupakan oleh orang-orang. Di mata lingkungannya, Karman seolah manusia dengan kelas yang sangat rendah.Â