Malam mendekati pukul sembilan. Jalan Kaliurang di utara kampus UGM Yogyakarta ramai seperti biasanya. Beberapa warung makan, restoran, warung kopi, dan angkringan belum menunjukkan tanda-tanda sepi.Â
Begitu pula penjual es teh yang menempati seruas trotoar di kilometer lima. Kedai kecilnya masih diterangi lampu. Di depannya, menjorok ke tengah trotoar sebuah papan poster bertuliskan "Es Teh Solo Jumbo 2.500" belum dipindahkan. Pertanda penjualnya masih akan menunggu dan melayani pembeli. Tak jauh dari tempat itu ada juga penjual es teh lainnya. Berjarak kurang dari 100 meter, ke arah selatan mendekati kampus UGM, dijumpai pula penjual serupa.
Fenomena
Begitulah fenomena es teh yang sedang menjamur setahun terakhir. Seolah di beberapa kota terjadi ledakan penjual es teh. Keberadaannya sangat mudah ditemukan dan mencolok pandangan. Terutama di kaki lima. Kebanyakan mengusung nama yang identik, yakni "Es Teh Jumbo". Beberapa ada yang lebih spesifik menambahkan nama "Teh Solo", "Teh Desa", Teh Kota", dan sebagainya. Namun, semuanya memiliki kesamaan. Yakni, menawarkan es teh dalam gelas plastik ukuran besar yang dihargai mulai dari Rp2500 hingga Rp3000.
Sebagai penyuka teh, saya pun beberapa kali membeli es teh jumbo. Terutama pada akhir pekan usai bersepeda. Botol air minum yang telah kosong saya isi ulang dengan es teh jumbo tersebut.Â
Meski menggunakan botol air minum sendiri, harganya tetap Rp3000. Itu bukan masalah. Sebab yang terpenting saya tetap bisa meneguk segarnya es teh sekaligus mengurangi kemungkinan timbulnya sampah dari gelas plastik.
Bagi saya penting untuk mempertimbangkan hal tersebut. Apalagi seorang penjual es teh jumbo yang saya temui mengaku menghabiskan rata-rata 150-200 gelas plastik per hari. Jumlah tersebut diperolehnya saat berjualan dari pukul 09.00-21.00 WIB. Sedangkan beberapa waktu lalu saat suhu bumi meningkat signifikan sehingga udara panas dirasakan lebih menyengat, ia bisa menjual 250 gelas es teh jumbo per hari dengan berjualan sampai pukul 23.00 WIB.
Bayangkan, seorang penjual es teh jumbo bisa menghabiskan 150 gelas plastik per hari. Sementara ada banyak penjual es teh jumbo yang sama larisnya. Ringkasnya, dari total gelas plastik bekas wadah es teh yang terjual, berapa banyak yang terbuang begitu saja sebagai sampah?
(Sampah) Plastik yang Mengusik
Kenyataan di atas sangat mengusik dan patut menjadi perhatian. Apalagi sampah plastik susah terurai, kesadaran membuang dan memilah sampah belum membudaya, serta fasilitas pengolahan dan pembuangan sampah di beberapa daerah kurang memadai. Ambil contoh di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sejak beberapa tahun terakhir selalu timbul masalah penumpukan sampah. Tak sempat dimanfaatkan ulang, sampah-sampah itu bahkan tak bisa diangkut karena tempat pembuangannya membludak dan terpaksa ditutup.
Sampah plastik memang menjadi masalah serius bagi Indonesia. Menurut Program Lingkungan PBB (UNEP), Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.Â