Godaan Ramadan semakin beragam. Disebabkan oleh kemajuan zaman, teknologi dan  bertambahnya kebutuhan manusia, ujian orang yang sedang berpuasa tak hanya menahan lapar, haus, dan hawa nafsu.
Menahan diri dari keinginan-keinginan impulsif belanja daring juga telah menjadi bagian dari perjuangan melawan godaan nafsu. Bahkan, godaan yang satu ini semakin hari semakin dekat dan menguat intensitasnya karena melekat pada gadget yang kita pakai dan bawa sepanjang hari.
Seringkali saat godaan itu datang, kita tak sempat untuk menimbang masak-masak. Terlalu manis godaannya sehingga kita menurutinya dengan keringanan hati.
Dari yang awalnya ingin menonton video hiburan di youtube, tiba-tiba jari bergeser ke aplikasi di sebelahnya. Entah yang warna oranye, hijau, biru, merah, dan sebagainya. Lengah sedikit, kita bisa keasyikan "check out" dan baru akan merenungi yang telah terjadi ketika melihat daftar riwayat transaksi.
Semula hanya ingin refreshing di media sosial atau browsing artikel-artikel untuk mengisi waktu menjelang berbuka, tapi notifikasi tiba-tiba muncul di layar smartphone. Jika tak teguh pada rencana awal, dalam sekejap penawaran promo dan diskon bisa mengalihkan aktivitas browsing menjadi shopping.
Bukan berarti belanja daring cenderung membuat orang lupa diri dan rugi. Bertahun-tahun terbiasa belanja daring saya justru mengatakan bahwa belanja daring bisa secara efektif memenuhi kebutuhan dan menghemat pengeluaran. Asal dilakukan dengan prinsip-prinsip bijaksana. Di antaranya ialah ketegasan dalam menilai kebutuhan, keterampilan membandingkan harga, dan kecerdasan memilih waktu belanja daring.
Tiga hal tersebut selama ini saya pedomani ketika berbelanja daring. Dimulai dengan memilih dan memilah kebutuhan yang paling mendesak lalu mencoret kebutuhan yang setelah dipertimbangkan ulang ternyata hanya keinginan sesaat.
Selanjutnya membandingkan harga yang ditawarkan di supermarket langganan dan aplikasi belanja daring. Seringkali pertimbangan akhir bukan melulu soal harga yang lebih murah. Melainkan soal ketersediaan dan kepastian mutunya. Pengalaman menunjukkan bahwa beberapa kebutuhan lebih baik dibeli langsung di supermarket langganan dibanding memesannya secara daring.Â
Berikutnya ialah memilih waktu yang paling menguntungkan untuk berbelanja daring. Jika kebutuhan tidak bersifat mendesak, berbelanja daring pada minggu terakhir setiap bulan atau pada hari cantik ketika tanggal dan bulan berpasangan sebagai angka kembar, bisa lebih menguntungkan. Sebab penawaran cashback, diskon dan gratis ongkir secara rutin muncul pada waktu-waktu tersebut.
Namun, selama Ramadan hingga jelang lebaran ada semacam fenomena khas yang membuat ketahanan diri terhadap godaan belanja daring benar-benar diuji. Seolah sudah berlaku alami, selama Ramadan orang-orang merasa kebutuhannya dan keinginannya meningkat. Ingin makan ini, ingin minum itu. Ingin memasak ini, ingin membuat takjil itu. Ingin ngabuburit, ingin buka bersama, dan ingin-ingin yang lain.
Fenomena tersebut membuat pengeluaran selama Ramadan sering lepas kendali. Perencanaan keuangan yang biasanya aman dan mantap pada bulan-bulan lain, menjadi rapuh saat Ramadan. Dompet mudah terkuras, tabungan pun kadang terpaksa "dipinjam" dengan dalih "hanya sekali setahun".Â
Lalu lebaran semakin dekat. Semakin banyak kebutuhan yang berarti semakin banyak isi dompet yang perlu dikeluarkan.
Godaan akan semakin deras manakala seseorang telah mengenal belanja daring. Semakin mendekati lebaran, penawaran belanja daring biasanya semakin ugal-ugalan. Apalagi aplikasi belanja daring dilengkapi memori kecerdasan yang bisa "membaca" kebiasaan dan keinginan kita. Sekali kita membeli suatu barang, aplikasi akan menggunakan riwayat transaksi tersebut sebagai bahan promosi untuk menarik kita berbelanja lagi.
Seolah mengerti kita telah menerima THR, aplikasi belanja daring akan mengirimkan notifikasi agar kita membelanjakan uang THR untuk membeli barang-barang dengan embel-embel "diskon", "jangan sampai kehabisan", "stoknya tinggal sedikit" dan sebagainya.
Bahkan, salah satu aplikasi e-dagang paling populer di Indonesia menggelar penawaran promo yang tak berkesudahan sejak sebelum Ramadan hingga hari ini. Dengan tajuk "Big Ramadan Sale", setiap hari ada diskon sebesar Rp10.000. Pada hari-hari tertentu nilai diskon meningkat menjadi Rp25.000 hingga Rp100.000.
Siapa tidak tergoda dengan penawaran semacam itu? Apalagi ditambah gratis ongkos kirim.Â
Sekilas nominal belanja menjadi murah karena ada diskon. Namun, jika transaksi dilakukan setiap hari dan yang dibeli merupakan barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan atau bukan prioritas untuk keperluan Ramadan serta lebaran, sama artinya kita merepotkan diri sendiri.Â
Saya bersyukur tahun ini bisa menahan godaan Ramadan Sale tersebut secara lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Semua kebutuhan prioritas telah saya cukupi. Sebagian besar saya kirimkan langsung ke kampung halaman agar saya tak repot membawanya saat mudik.Â
Meski promo Ramadan Sale masih  berlangsung hingga hari ini dan sepertinya akan terus menggoda hingga jelang lebaran nanti, saya bisa menahan diri dari keinginan untuk check out kembali. Terakhir belanja daring saya lakukan pada 6 April lalu.
Saya mencoba tegas pada diri sendiri bahwa setelah kebutuhan-kebutuhan prioritas terpenuhi, keinginan-keinginan lain perlu ditunda. Beberapa barang yang saya ingini masih bisa dibeli lain waktu setelah lebaran.Â
Seiring dengan itu, beberapa upaya saya lakukan untuk membentengi diri dari godaan-godaan "Ramadan Sale". Salah satunya dengan menghapus beberapa barang dari daftar "whishlist" dan mengurangi muatan keranjang belanja. Dengan demikian notifikasi terkait penawaran barang-barang tersebut menjadi terbatas. Untuk sementara saya tidak akan mendapatkan banyak notifikasi tentang buku-buku dan baju.
Selain itu saya membiarkan dompet digital yang telah habis saldonya untuk tetap kosong. Tidak mengisi ulang saya anggap sebagai cara mengurangi celah godaan karena setiap dompet digital menawarkan promo yang menarik. Akan "bahaya" jika semua promo tersebut saya turuti.
Sekarang saya merasa cukup dengan dua dompet digital sehingga yang lain tidak perlu saya isi saldonya. Bahkan, satu aplikasi dompet digital telah saya uninstall sejak awal Ramadan lalu.
Dengan beberapa cara dan upaya tersebut saya merasa Ramadan tahun ini tak menjadi lebih "ugalan-ugalan". Rasanya lebih lega dan ceria menyambut lebaran yang tinggal sepekan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H