Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Salat Tarawih Berjamaah Bukan Pertunjukkan Busana

10 April 2023   21:55 Diperbarui: 10 April 2023   22:20 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udara lebih gerah akhir-akhir ini. Membuat masjid tempat biasa kami salat tarawih berjamaah menghidupkan hampir semua kipas anginnya di setiap sudut ruangan.

Dua kipas terbesar yang menempel di atas dinding bagian depan, di kanan dan kiri mihrab, paling kencang hembusannya. Bersama-sama kipas-kipas lain yang menancap di dinding sisi utara dan selatan ruangan, serta yang menempel di beberapa pilar masjid, kesemuanya menciptakan kesejukan yang kontras dengan suhu lingkungan sekitarnya.

Meski demikian  ada beberapa orang yang kurang menyukai  derasnya angin dari kipas-kipas tersebut. Saya salah satunya. 

Menurut saya tidak semua kipas di dalam masjid perlu dinyalakan bersamaan. Apalagi masjid kami tergolong masjid yang "terbuka". Semua jendela dan pintunya tidak memiliki penutup. Sepanjang hari angin dari luar mudah mengalir ke dalam masjid. Dengan demikian hanya perlu tambahan beberapa kipas saja untuk menyejukan ruangan. Tak harus semua kipas dihidupkan. Apalagi pada malam hari.

Namun, takmir masjid mungkin punya pertimbangan lain. Barangkali menghidupkan lebih banyak kipas angin dipandang sebagai upaya untuk memberikan kenyamanan bagi sebagian besar jamaah. Apalagi salat tarawih di sini hampir selalu penuh setiap malam.

Jamaahnya tak hanya warga setempat, tapi juga masyarakat umum yang beraktivitas atau sedang berada di sekitar. Banyak anak-anak hingga orang tua, termasuk lansia, merupakan jamaah tetap masjid ini.

Lagipula, jamaah yang kurang tahan dengan hembusan kipas angin bisa menyesuaikan diri dengan mengenakan pakaian yang tepat.

Saya kerap menggunakan baju koko lengan panjang saat tarawih di masjid. Dari tiga baju koko yang saya punyai, hanya satu yang berlengan panjang. Jenis itu lebih sering saya pilih manakala berjamaah pada malam hari di masjid.

Saya suka mengenakannya karena modelnya tidak seperti kemeja yang berkancing penuh dari atas ke bawah. Modelnya seperti kaus berkerah bundar dengan tiga kancing ke bawah yang mudah dilepas. Desain demikian lebih fleksibel bagi saya. Mudah dikenakan, gampang pula mencopotnya.

Bahannya sedikit tebal sehingga hangat dikenakan malam hari. Namun tidak cepat membuat gerah karena keseluruhan bahannya lembut dan menyerap keringat. Apalagi ukurannya yang "L" ternyata lebih longgar dibanding  "L" pada beberapa kemeja lain yang saya punya.

Dari segi warna, baju koko oranye itu sebenarnya kurang sesuai dengan selera saya. Namun, model dan kualitas bahannya yang nyaman membuat saya kerap mengenakannya untuk salat. Fungsi lebih penting dibanding urusan selera sebatas warna. Lagipula jika kenyamanan itu bisa membuat salat lebih khusyuk, soal warna tak terlalu penting.

Pertimbangan kenyamanan pula yang membuat saya lebih suka salat menggunakan celana panjang dari bahan dibanding mengenakan sarung. Bagi sebagian orang, sarung mungkin lebih memberi keleluasan terkait gerakan-gerakan salat. Sarung juga lebih adem karena kelonggarannya.

Akan tetapi sejak lama saya justru lebih nyaman dan tenang jika menggunakan celana panjang saat salat. Barangkali ada pengaruh pengalaman masa kecil yang berperan. Seperti saya ceritakan dalam artikel samber hari ke-2, saat kecil saya sering menjadi korban kejailan teman-teman saat salat tarawih. Sarung yang saya kenakan berulang kali melorot karena ditarik teman saat sedang salat.

Meski demikian bagi saya pada dasarnya mengenakan pakaian tertentu saat salat, terutama berjamaah, tak harus disamakan dan diperbandingan antar orang per orang. Sebab salat bukan pertunjukkan kostum dan bukan peragaan busana.

Ketika celana panjang saya belum kering, saya pun tidak akan menolak untuk menggunakan sarung. Saat baju koko kesukaan sudah pekat oleh aroma keringat, saya bisa berganti dengan kaus lengan panjang. 

Menurut saya, mereka yang mengenakan sarung sama baiknya dengan yang memilih celana panjang. Orang yang datang ke masjid dengan kaus bukan berarti niatnya tidak sebesar dengan yang berkemeja koko. Orang datang ke masjid juga tidak untuk diukur lebar sajadahnya.

Pakaian terbaik tidak harus dimaknai sebagai busana terelok. Terpenting ialah sopan, bersih, nyaman, dan menutup aurat. Lagipula salat tarawih berjamaah bukan peragaan  dan pertunjukkan busana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun