Dari Nh. Dini saya tahu keberadaan masjid ini. Melalui cerita-cerita kenangan yang ia tulis: "Sebuah Lorong di Kotaku", "Padang Ilalang di Belakang Rumah", "Langit dan Bumi Sahabat Kami", dan "Sekayu".
Dalam cerita-cerita tersebut berulang kali Nh. Dini menyinggung masjid sebagai patokan tempat tinggalnya. Ia menyebut lingkungan rumah sebagai "kampung selatan masjid". Sedangkan rumahnya ditandai sebagai "rumah di selatan masjid". Isyarat bahwa masjid ini melekat kuat di ingatan dan hati Nh. Dini sebagai salah satu tempat yang istimewa.
Dalam "Langit dan Bumi Sahabat Kami", Nh. Dini bercerita bahwa saat kecil ia mengagumi lantunan azan dari masjid tersebut. Seruan indahnya terdengar hingga ke rumah Nh. Dini yang jaraknya sekitar 100 dari masjid. Namun, ia tak tahu muazin di balik suara merdu itu.
Suatu hari seorang tetangga tiba-tiba datang ke rumah mencari kakak Nh. Dini yang bernama Teguh. Rupanya Teguh belum hadir di masjid sehingga azan terlambat dikumandangkan. Saat itulah baru Nh. Dini mengetahui pelantun merdu azan di Masjid Sekayu.
Didirikan tahun 1413, Masjid Sekayu merupakan masjid tertua di Jawa Tengah. Dari  dokumentasi sejarah, nampak bentuk masjid ini sangat mirip dengan Masjid Agung Demak.
Kedua masjid tersebut memang punya pertalian sejarah dan "hubungan saudara". Pendiri Masjid Sekayu bernama Kiai Kamal yang diutus oleh Sunan Gunungjati untuk menyiapkan kayu dan bahan-bahan lainnya guna membangun Masjid Agung Demak.
Kayu dan bahan-bahan itu berasal dari berbagai daerah. Setibanya di Semarang, kayu-kayu dikumpulkan di Kampung Sekayu. Selanjutnya kayu-kayu akan dikirimkan ke Demak dengan memanfaatkan arus sungai besar di belakang kampung.
Walau demikian, beberapa kayu digunakan terlebih dahulu untuk membangun sebuah masjid Kampung Sekayu. Pada akhirnya masjid di Sekayu lebih dulu selesai dibanding Masjid Agung Demak. Saat itu Masjid Sekayu masih sangat sederhana dan beralaskan tanah.
Seiring waktu, Masjid Sekayu mengalami beberapa kali renovasi karena dimakan usia. Namanya pun dilengkapi menjadi Masjid Taqwa Sekayu. Sebagian orang menyebutnya sebagai Masjid At-Taqwa Sekayu.
Pada Minggu pagi, 19 Februari 2023, untuk pertama kali saya mengunjungi Masjid Sekayu. Keberadaannya tidak terlalu nampak dari jalan kampung. Seperti Nh. Dini singgung dalam ceritanya, masjid itu sedikit menjorok ke arah dalam.
Penanda yang terlihat di jalan ialah sepasang gapura bertuliskan "Masjid Sekayu 1413". Gapura itu mengapit lorong sempit yang pendek. Pada ujung lorong, teras masjid segera terlihat.
Terdapat tiga undakan untuk mencapai lantai teras. Di atas teras terentang garis miring sebagai pedoman saf ke arah kiblat. Pertanda bahwa bagian teras juga sering digunakan untuk menampung jamaah salat.Â
Pagi itu saya belum bisa masuk ke dalam masjid. Beruntung seorang warga yang sedang berjemur di bagian depan masjid bersedia membagi sedikit cerita. Saat saya tanyakan tentang masjid yang sering Nh. Dini ceritakan dalam bukunya, warga tersebut membenarkan bahwa masjid yang dimaksud ialah Masjid Sekayu. Namun, bentuk bangunannya kini sudah jauh berbeda.
Rupa awal masjid sudah tak nampak. Bangunannya bukan lagi dari kayu, melainkan tembok-tembok kokoh seperti bangunan modern pada umumnya. Masjid Sekayu kini juga memiliki dua lantai.
Walau demikian beberapa unsur asli tetap  dipertahankan. Salah satunya pintu utama yang terbuat dari kayu jati. Pintu tersebut masih utuh melekat dan segaris lurus dengan lorong jalan menuju masjid. Sementara di samping kanan dan kiri pintu utama terdapat dua pintu lainnya yang juga berbahan kayu jati.
Andai pagi itu bisa masuk ke dalam masjid, tentulah saya akan menemukan empat balok kayu jati yang menjadi tiang penyangga ruangan masjid sejak awal berdiri. Konon balok-balok kayu itu berasal dari sebuah pendopo kerajaan Majapahit.
Pada bagian utara masjid terdapat menara dengan pengeras suara terpasang di atasnya. Sedangkan di sisi selatan, ada lorong jalan yang memanjang ke arah kampung belakang.
Di sepanjang lorong itu berbaris aneka tanaman. Baik yang tumbuh di halaman rumah warga maupun ditanam dalam pot. Kepadatan tanaman tersebut seolah mengganti rimbun pepohonan yang dahulu melingkupi Masjid Sekayu.
Berada di tengah kampung tua yang padat, Masjid Sekayu hingga kini masih menjadi tempat umat muslim bersujud dan berdoa. Sebagai saksi sejarah panjang selama berabad-abad, Masjid Sekayu juga menjadi salah satu destinasi utama di Kampung Wisata Tematik Sekayu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H