Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Gimmick Wakil Rakyat: Pamer Menolak Kenaikan BBM, tapi Gemar Memboroskan Uang Rakyat

8 September 2022   08:33 Diperbarui: 8 September 2022   08:41 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota DPR menolak kenaikan harga BBM (foto: Angga Yuniar/liputan6.com).

Mana yang lebih membebani: mensubsidi kemewahan anggota DPR atau mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk membantu rakyat kecil?

Kenaikan harga bakar bakar minyak (BBM) demi mengalihkan subsidi agar lebih tepat sasaran memang sulit diterima oleh sebagian masyarakat. Sebab dampaknya akan menjalar ke banyak sektor. Memicu kenaikan harga barang, biaya transportasi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penolakan terhadap kebijakan pemerintah tersebut bisa dipahami.

Namun, pada dasarnya lebih sulit menerima dan mempercayai bahwa para wakil rakyat sungguh-sungguh bersama rakyat menolak kenaikan harga BBM. Aneh melihat sekelompok wakil rakyat pamer poster penolakan di ruang sidang. Sebagian lagi mencari perhatian dengan ikut dalam mimbar demonstrasi.

Bisakah dipercaya para wakil rakyat itu sepenuh hati memahami kesulitan rakyat?

Kenyataanya sulit untuk mempercayai bahwa para wakil rakyat itu senantiasa peduli pada kepentingan rakyat. Boleh-boleh saja mereka mengaku menolak kenaikan harga BBM. Sah-sah saja mereka mengaku merasakan apa yang dirasakan rakyat.

Namun, tak bisa dilupakan bagaimana wakil rakyat selama ini justru sering menari di atas kesulitan rakyat.

Hari ini saat harga BBM melambung, para wakil rakyat tampak peduli pada rakyat. Akan tetapi saat situasi sedang "tenang" dan rakyat lengah, mereka berulang kali menginjak nalar dan nurani publik dengan berbagai cara.

Entah sudah berapa banyak uang negara dihabiskan untuk "mensubsidi" kemewahan anggota DPR. Lalu kini tiba-tiba mereka merasa terbebani saat subsidi BBM hendak dialihkan dan dikurangi.

Bagaimana mungkin anggota DPR bisa memahami permasalahan rakyat jika untuk gorden rumah dinas saja mereka meminta  40 Miliar. Masih segar pula dalam pemberitaan tentang rencana pengadaan kalender DPR untuk tahun 2023 senilai 900 juta.

Lalu polemik soal dana pensiun wakil rakyat yang diberikan seumur hidup, padahal mereka hanya "bekerja" 5 tahun. Itu pun sudah digelimangi gaji dan tunjangan selangit.

Hal yang lebih ironis terjadi di tengah pandemi Covid-19. Ketika banyak orang menderita dan frustasi karena kesulitan ekonomi, DPR justru menganggarkan pengadaan multivitamin untuk anggotanya sebesar Rp2,09 miliar. Tidak cukup itu saja, DPR juga menggunakan uang negara untuk melayani kebutuhan isoman dan karantina wakil rakyat di hotel-hotel mewah.

Dengan hasrat kemewahan semacam itu, sulit mempercayai wakil rakyat benar-benar menolak kenaikan harga BBM. Lagipul selama ini mereka yang lebih sering tidak peka terhadap kesulitan rakyat. Para wakil rakyat bahkan menolak penyitaan aset dan harta koruptor. Padahal, kejahatan korupsi menjadi salah satu sumber kesengsaraan rakyat.

Kenaikan harga BBM memang membebani sebagian masyarakat. Akan tetapi perilaku dan hasrat kemewahan wakil rakyat sebenarnya jauh lebih membebani rakyat.

Bahkan, sekadar untuk pengharum ruangan dan tisu DPR menyedot lebih dari Rp2 miliar per tahun. Untuk mengecat kubah gedung Nusantara, DPR meminta anggaran sampai Rp4 miliar. Dana reses bagi setiap anggota dewan pun beberapa kali mengalami kenaikan.  

Jadi, apa yang bisa diharapkan dari wakil rakyat yang boros dan suka memuja kemewahan seperti demikian?

Masih banyak lagi beban yang dihadirkan oleh para wakil rakyat. Sebagian di antaranya akhirnya batal dan gagal setelah ketahuan oleh rakyat.

Namun, apa jadinya jika masyarakat tak sampai mengetahuinya? Mungkin pengadaan sejumlah kebutuhan mewah tersebut tetap bergulir. Akan lebih banyak anggaran negara dan uang rakyat yang mengalir untuk "mensubsidi" kemewahan wakil rakyat.

Dengan rekam jejak semacam itu, cukup menggelikan melihat para wakil rakyat berorasi menolak kenaikan harga BBM. Suara-suara mereka terlihat tidak natural saat mengatakan mereka bisa merasakan beban rakyat yang semakin sulit. Poster penolakan kenaikan harga BBM yang mereka bentangkan bahkan terlihat "mulus" dan "mewah".

Di luar gedung DPR, para wakil rakyat berebut microphone untuk berpidato seolah membela dan merasakan kesulitan rakyat. Namun, saat kembali ke dalam gedung mereka akan tetap memboroskan anggaran yang bersumber dari uang rakyat.

Jadi, masihkah layak dipercaya bahwa para wakil rakyat itu memahami beban kesulitan rakyat akibat kenaikan harga BBM?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun