Brigadir J pada Selasa (9/8/2022), beberapa jam kemudian Menkopolhukam mengadakan jumpa wartawan.
Usai Kapolri dan para jenderal polisi menggelar konferensi pers penetapan Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhanSejumlah hal disampaikan oleh Mahfud MD. Di antaranya mengapresiasi kinerja polisi dan pengacara Bharada RE sehingga proses penyidikan berjalan lebih cepat. Polisi dinilai berhasil menerobos hambatan-hambatan internal dalam menguak fakta-fakta yang sempat dikaburkan lewat skenario karangan Sambo.
Sementara kepada keluarga Brigadir J, Menkopolhukam meminta untuk bersabar mengikuti proses hukum yang masih berlansung. Mahfud MD juga mengapresiasi masyarakat karena telah mengawal secara kritis kasus ini sejak awal.
Namun, ada satu bagian pernyataan Menkopolhukam yang sangat penting untuk digarisbawahi. Yakni, mengingatkan agar Kejaksaan dan Pengadilan bekerja secara maksimal serta profesional saat nantinya kasus ini dilimpahkan ke dua lembaga tersebut.
Peran Kejaksaan dan Pengadilan memang perlu ditekankan sejak awal. Agar masyarakat lebih memahami bahwa pada dasarnya babak paling penting sekaligus menentukan dari serangkaian proses penegakan hukum ada di pengadilan.
Dalam hal ini, penyidikan serta penetapan tersangka FS dan para pengikutnya oleh polisi baru babak awal dari perjalanan untuk mencari keadilan atas terbunuhnya Brigadir J.
Sejauh mana para tersangka akan dituntut dan dihukum ditentukan oleh jaksa dan hakim di pengadilan. Sejumlah dakwaan, saksi, dan bukti-bukti yang dikumpulkan polisi baru akan memiliki makna hukum jika telah diuji dan dibuktikan di pengadilan.
Dengan kata lain, Menkopolhukam bermaksud mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses pembunuhan Brigadir J sampai vonis pengadilan dijatuhkan kepada setiap tersangka.
Proses pengadilan kasus ini memang layak untuk dinanti sekaligus diawasi oleh masyarakat. Sebab belajar pengalaman kasus-kasus yang melibatkan pejabat penting dan orang-orang dengan relasi kuat di negeri ini, seringkali vonis pengadilan kurang memenuhi rasa keadilan.
Pertimbangan-pertimbangan hakim dalam meringankan hukuman terdakwa juga kerap menginjak-nginjak nalar dan nurani publik.
Ambil contoh, ada terdakwa yang dianggap sopan sehingga hukumannya pun "sopan". Terdakwa yang masih muda dianggap berhak melanjutkan masa depannya sehingga tidak dihukum terlalu berat. Begitu pula terdakwa yang dipandang pernah berbuat baik  pada masa lalu maka kejahatannya tidak perlu dilebih-lebihkan sehingga cukup dihukum ringan.
Fenomena vonis ringan untuk terdakwa dengan pertimbangan-pertimbangan aneh semacam itu telah berulang kali terjadi. Bahkan, begitu mencolok akhir-akhir ini.
Entah karena intervensi atau komitmen yang rendah, hakim dan pengadilan Indonesia kerap kebablasan dalam menerapkan prinsip "kemanusiaan". Akibatnya seorang terdakwa dengan kejahatan luar biasa pun masih diberi pengampunan dengan aneka macam pertimbangan "humanis". Seolah hal sekecil apapun layak digunakan sebagai pertimbangan untuk tidak menjatuhkan hukuman berat.
Pertimbangan dan keyakinan hakim semacam itulah yang kemungkinan bisa menghindarkan Ferdy Sambo dari hukuman terberat.
Pembunuhan berencana yang disangkakan kepada Ferdy Sambo memang memuat ancaman maksimal yang tidak main-main, yakni hukuman mati atau seumur hidup. Namun, rasanya ia tidak perlu overthinking terkait hukuman yang akan dijatuhkan padanya nanti. Sebab paling tidak ada dua "kebaikan" utama yang melekat dalam dirinya. Kebaikan yang bisa menyentuh hati jaksa dan perasaan hakim di pengadilan.
Pertama, Pak Sambo masih terbilang muda. Dengan usianya yang baru 49 tahun, ia merupakan jenderal bintang dua termuda di kepolisian Indonesia saat ini. Andai tak tersandung masalah, jalan karir Pak Sambo akan terentang cukup panjang dan menjanjikan.
Barangkali hakim di pengadilan nanti akan mempertimbangkan hal tersebut. Dengan alasan "terdakwa masih berusia muda dan punya masa depan cerah", bisa saja hakim meringankan hukuman Ferdy Sambo. Ia pun tak perlu dihukum mati atau seumur hidup. Cukup beberapa tahun saja di penjara.
Kedua, Pak Sambo punya banyak jasa, baik kepada sesama polisi maupun  negara. Jasa Pak Sambo kepada sejawat dan koleganya di kepolisian pasti sangat banyak.
Sebab dalam beberapa tahun terakhir ia menduduki posisi penting di Bareskrim dan Divpropam. Paling tidak posisi-posisi itu memungkinkannya memberikan penilaian kepada polisi-polisi yang akan dipromosikan untuk naik jabatan.
Pernah menduduki jabatan-jabatan strategis juga membuat Pak Sambo mengetahui "hitam putih" para koleganya. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sesama polisi ada dalam ingatan dan catatannya sebagai mantan Kadivpropam.
Jasa-jasa Pak Sambo dalam lingkup di atas tentu tidak akan diabaikan begitu saja oleh sejumlah koleganya. Mereka mungkin gagal "menyelamatkan" Pak Sambo dari jerat tersangka oleh Timsus bentukan Kapolri.
Namun, mereka yang berhutang budi masih punya kesempatan membantu  di pengadilan nanti. Misalnya dengan mengupayakan kesaksian yang meringankan untuk Pak Sambo atau cara lain yang diharapkan bisa membuat hakim "tersentuh".
Selain punya jasa di lingkup kepolisian, Pak Sambo juga berjasa pada negara dengan menangani berbagai kasus besar. Bahkan, salah satu jasanya pada negara tergolong istimewa. Yakni, ikut dalam penangkapan Djoko Tjandra pada 2020.
Prestasi yang masih cukup baru tersebut tentu punya nilai penting. Apalagi Djoko Tjandra merupakan buronan kelas kakap yang pernah mengobrak-abrik wibawa hukum di Indonesia.
Tidak tertutup kemungkinan para pengacara akan menekankan sederet "jasa" Ferdy Sambo tersebut di pengadilan nanti. Andai berhasil meyakinkan pengadilan dan jika kebetulan para hakimnya termasuk penganut "humanisme" dan "perikemanusiaan garis keras", sangat mungkin keberuntungan akan menghampiri Pak Sambo.
Terhindar dari vonis mati atau seumur hidup, Pak Sambo bisa saja divonis lebih ringan dari itu. Sebab ia "masih muda" dan pernah "berjasa".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H