Suara Jenderal Listyo Sigit Prabowo tiba-tiba terjeda. Ucapannya terhenti agak lama setelah menyebut "penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh saudara RE atas perintah saudara FS".
Momen itu terjadi saat Kapolri menyampaikan perkembangan penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J pada Selasa (9/8/2022) malam.
Kali pertama dalam sejarah Kepolisian Republik Indonesia, pengumuman tersangka pembunuhan dilakukan dan dihadiri oleh 7 jenderal polisi sekaligus. Bukti bahwa kejahatan tersebut memiliki efek yang sangat besar dan serius di dalam tubuh institusi penegak hukum. Sekaligus menghadirkan beban dan tantangan yang sangat berat bagi kepolisian. Sebab dalangnya diduga seorang jenderal bintang 2 yang bersekongkol dengan banyak unsur di markas polisi.
Beratnya beban dan pukulan tersebut yang kemungkinan membuat Kapolri Listyo Sigit Prabowo harus menahan sebentar kata-katanya. Meski apa yang perlu disampaikannya sudah tertulis di lembar kertas yang dipegangnya, tapi untuk mengucapkannya butuh tenaga dan hati yang luar biasa kuat.
Oleh karena itu pula hadirnya 6 jenderal senior yang berbaris di belakang Kapolri kemarin malam punya makna istimewa. Secara simbolik pesannya tidak hanya ditujukan ke keluar, tapi juga ke dalam.
Pesan keluar ditujukan kepada masyarakat dan bangsa Indonesia bahwa Polri masih tangguh sebagai penegak hukum yang bisa dipercaya. Keterlibatan Kapolri dan para jenderal secara langsung dalam pengungkapan kasus ini agar masyarakat melihat keseriusan dan keprofesionalan polisi meski tersangkanya berasal dari dalam markas polisi sendiri.
Jika pesan keluar tersebut telah dimengerti oleh publik dan sudah sepantasnya dilakukan oleh polisi, maka pesan ke dalam maknanya lebih tajam lagi.
Bukan sekadar karena tersangkanya seorang jenderal sehingga yang menyampaikannya pun harus para jenderal, melainkan juga untuk menunjukkan bahwa Kapolri mendapat back up positif dari para pembantu utamanya.
Konferensi pers yang dihadiri oleh 7 jenderal ibarat kode keras bagi semua penghuni markas polisi bahwa ada banyak "jenderal putih" yang masih teguh menjadi penjaga wibawa institusi.
Pesan ke dalam yang mengandung kode keras tersebut sangat penting karena kasus pembunuhan di Duren 3 kembali menguak adanya kelompok-kelompok dalam tubuh kepolisian. Mereka saling bersaing sekaligus berusaha mengekang satu sama lain. Hal itu disadari dan diakui oleh Timsus yang dalam konferensi pers semalam menyebut sejumlah personel, termasuk jendral bintang 1, telah menghambat penanganan kasus sejak awal.