Terjadi peristiwa pembunuhan. Korbannya polisi, pelakunya polisi, kejadiannya di rumah polisi, melibatkan istri polisi, yang memeriksa polisi, yang menjelaskannya pun polisi.
Tidak kurang alasan untuk mengatakan peristiwa tersebut bak tsunami bagi korps kepolisian. Begitu besar gelombangnya hingga kehebohan yang terjadi di masyarakat sebenarnya tak seberapa dengan guncangan yang dialami oleh institusi polisi.
Meski media memberitakannya 24 jam dengan berbagai narasi, spekulasi, dan konspirasi paling menarik sekalipun, tetap tak sedramatis situasi di dalam markas polisi.
Detik ke detik, jam ke jam, hari ke hari tak ada yang lebih genting dibanding pertaruhan yang harus dihadapi polisi usai terbunuhnya ajudan polisi di rumah seorang jenderal polisi.
Bukan jenderal biasa. Sebab ia punya bintang dua dan kuasa. Memimpin satgas khusus sekaligus mengepalai divisi yang merupakan "polisinya polisi" dengan tugas menindak polisi yang nakal.
Namun, kini ia diduga terlibat dalam salah satu perbuatan paling nakal yang terlarang untuk dilakukan oleh polisi. Siapa yang berani menindaknya? Sebab ia sendiri yang punya kuasa menindak polisi.
Maka pada hari-hari pertama tersiarnya peristiwa berdarah yang menewaskan sang ajudan, publik disuguhi oleh penjelasan-penjelasan aneh seputar kejadian. Kemungkinan itu adalah periode di mana polisi nakal mengambil peran.
Seolah telah ada penyidikan menyeluruh, ada pejabat polisi yang membeberkan alasan penembakan karena terjadi pelecehan seksual terlebih dahulu yang dilakukan oleh sang ajudan kepada istri jendral. Lalu ada adu tembak antara sopir jenderal dengan sang ajudan. Karena sang sopir disebut sebagai penembak terbaik di kesatuannya, ia pun berhasil melumpuhkan sang ajudan.
Penjelasan dengan skenario yang tampak meyakinkan. Apalagi pada hari-hari pertama setelah kejadian memang kental terasa adanya upaya untuk meyakinkan publik bahwa ajudan yang tewas tertembak merupakan pihak yang bersalah. Pejabat polisi yang tampil di media pun berusaha meyakinkan publik bahwa tak ada yang aneh dari insiden tersebut.
Tentu cerita hanya dari satu sisi. Sebab sang ajudan yang telah meninggal dunia tak bisa membela diri.