Mereka percaya diri bahwa balon dan mainan yang mereka jajakan tetap akan laku meski dijual lebih mahal. Sebab saat lebaran biasanya orang tua sulit menolak permintaan anak-anaknya yang meminta mainan.Â
Apalagi jika sang anak sudah mendapatkan salam tempel. Keinginan untuk membeli mainan beriringan dengan hasrat untuk jajan di minimarket.
Selain penjual balon, hal lain yang menarik dari salat Idulfitri di tanah lapang ialah tentang saf salat yang sering kacau.
Memang sebelum salat dimulai jamaah terlihat duduk rapi mengikuti tali dan patok yang dipasang sebagai pelurus saf. Namun, begitu salat Ied dimulai barulah masalah timbul.Â
Sejumlah jamaah bergerak maju memenuhi saf di depan. Sedangkan jamaah lain yang terlanjur nyaman di posisinya tak melakukan hal yang sama. Akibatnya banyak saf yang "berlubang". Sering pula saf menjadi tidak lurus dan terpotong di sana-sini.
Kondisi itulah yang terjadi kemarin pagi. Banyaknya jamaah yang diperkirakan mencapai ribuan, tapi petugas yang terbatas membuat pengaturan saf salat kurang maksimal.Â
Meski berulang kali pemberitahuan untuk mengatur dan meluruskan saf disampaikan lewat pengeras suara, beberapa jamaah tampak kurang memedulikannya.
Kemungkinan besar karena para jamaah pilih-pilih tempat. Sebab ada beberapa titik di tanah lapang yang memang lebih basah dan becek akibat guyuran hujan malam sebelumnya. Â
Beberapa titik juga tidak rata sehingga kurang nyaman untuk menggelar alas sujud. Di sisi lain beberapa jamaah hanya membawa sajadah tanpa alas lain seperti karpet, plastik, atau tikar. Padahal, salat Ied di tanah lapang yang berumput idealnya membutuhkan alas tambahan agar sajadah tidak kotor.
Walau demikian hujan yang sempat turun agaknya menyadarkan banyak jamaah untuk tidak membawa koran bekas. Terlihat setelah salat Idulfitri hanya sedikit sekali sampah koran yang tercecer di atas rumput.