Di kota-kota besar yang menjadi tujuan banyak perantau, akan lazim dijumpai fenomena sekelompok pelaku usaha kuliner dari daerah seasal yang menjajakan makanan atau minuman sejenis.
Di Yogyakarta misalnya, warung-warung "burjo" dan nasi telur identik dengan "Aa-aa Sunda" alias perantau dari daerah di Jawa Barat, seperti Kuningan dan sekitarnya. Begitu pun penjual cireng dan tahu bulat yang entah mengapa banyak berasal dari Jawa Barat. Apakah karena tahu sudah lebih dulu identik dengan Sumedang? Atau karena cireng konon tercipta pertama kali dari eksperimen dapur penduduk Jawa Barat?
Entahlah. Yang jelas penjual cireng dan tahu bulat yang saya jumpai pada Minggu (20/3/2022) bukan berasal dari Jawa Barat. Ali (33) merupakan perantau asal Bumiayu. Memang kalau ditilik letak geografisnya, Bumiayu di Brebes dekat dengan jalur perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Saya tak sengaja berjumpa dengan Ali siang itu. Awalnya saya hanya menepi di trotoar untuk meredakan haus usai bersepeda. Lalu saya tergoda pada cireng isi dan tahu bulat yang dijajakan Ali.
Ternyata tak hanya dua jajanan itu yang ada di gerobak Ali. Saat saya hampiri ia sedang menggoreng "sotong", jajanan yang konon sangat digemari anak-anak SD. Ali juga menjajakan makaroni goreng dan basah dengan bumbu aneka rasa.
Selain itu, Ali punya jajanan bernama "Olos". Menurut Ali tidak banyak penjual gorengan yang menyediakan olos. Oleh karenanya Ali memasang tulisan "Ada Olos" di depan gerobaknya sebagai tanda bahwa ia punya jajanan yang berbeda.
Ali menjelaskan bahwa olos pada dasarnya mirip cireng. Bahan dasar pembuatannya sama. Namun, dibentuk bulat seperti bakso yang diisi daging ayam pedas.
Tertarik dengan olos saya pun mencicipinya. Ternyata lumayan enak rasanya. Mirip lemper yang diisi suwiran ayam.
Dari sekian banyak jajanan yang dijual Ali, cireng menjadi yang paling laku. Itu sebabnya Ali selalu menggoreng cireng lebih dulu.
Cireng itu bukan buatannya sendiri. Ali mendapatkan cireng dan tahu bulat dalam bentuk mentah yang siap digoreng dari pemasok. Sementara olos dan sotong ia buat sendiri.
Selama hampir 8 tahun berjualan cireng dan aneka gorengan, Ali telah merasakan berbagai tantangan dan kesulitan. Salah satunya dalam mendapatkan minyak goreng yang merupakan salah satu bahan utama bagi penjual seperti dirinya. Apalagi di tengah cekaman harga dan kelangkaan minyak goreng sekarang.
Ali sebenarnya tidak terlalu terkejut dengan kenaikan harga minyak. Berdasarkan pengalamannya dahulu harga minyak goreng sudah beberapa kali naik menembus Rp20.000 per liter.
Akan tetapi situasi saat ini lebih menyulitkan. Minyak goreng tak hanya naik harganya, tapi juga langka. Saat kelangkaan mulai teratasi, harganya justru naik lebih tajam lagi.
Mau tidak mau Ali harus bersiasat agar bisa tetap berjualan. Dilema ia hadapi. Sebab penjual cireng dan tahu bulat seperti dirinya sulit mengurangi ukuran produknya. Tidak mungkin memotong cireng dan tahu bulat menjadi lebih kecil. Berbeda dengan penjual tempe goreng atau pisang goreng yang bisa memperkecil potongan tempe dan pisang.
Di sisi lain Ali belum berniat menaikkan harga karena khawatir pembeli akan berkurang. Ia masih menjual tahu bulat dan sotong Rp500 per buah. Sementara harga cireng dan olos tetap Rp1000 per buah.
"Kalau rugi sih nggak, untungnya yang jadi mepet banget," kata Ali saat menyandingkan harga minyak yang naik dengan harga cireng dan tahu bulat yang ia jual.
Sulit "mengakali" harga dan ukuran cireng, Ali memilih bersiasat dengan minyak goreng. Beberapa cara ia terapkan untuk menekan ongkos minyak goreng.
Pertama, Ali beruntung memiliki kenalan penjual minyak goreng yang sudah lama menjadi tempatnya berlangganan. Menurut Ali, penjual itu hanya memiliki warung yang kecil, tapi  selalu punya stok minyak. Bahkan, saat kelangkaan minyak goreng mulai terjadi pada akhir Januari 2022 lalu, ia tetap bisa mendapatkan minyak goreng dari warung tersebut dengan harga Rp14.000 per liter.
Ali diperbolehkan membeli lebih dari 2 liter karena sudah berlangganan sejak lama. Kadang ia membeli 10 botol sekaligus untuk persediaan beberapa hari ke depan. Oleh karena itu, Ali tak pernah mengantre minyak goreng di minimarket.
Kini saat aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) dicabut oleh pemerintah dan harga minyak goreng melonjak tajam, Ali masih sedikit beruntung karena minyak goreng di warung langganannya masih dijual sedikit lebih murah dibanding harga di ritel dan pasar.
Kedua, Ali memilih menggunakan minyak goreng kemasan dibanding membeli minyak goreng curah. Itu sudah dilakukannya sejak dulu.
Menurut Ali meski harga minyak goreng curah lebih murah, tapi tidak tahan lama. "Kalau pakai (minyak) curah, baru tiga kali (goreng) sudah jelek", katanya.
Ia membandingkan dengan 1 liter minyak goreng kemasan yang bisa dipakai untuk menggoreng sebanyak 6 kali. Sedangkan Ali membutuhkan rata-rata 2 liter minyak per hari untuk menggoreng cireng, tahu bulat, olos dan lain-lain. Dalam hitungannya, masih lebih hemat menggunakan minyak goreng kemasan dibanding minyak goreng curah yang harus sering diganti.
Ketiga, Ali tidak langsung membuang minyak goreng yang sudah digunakan. Ia akan menyaringnya untuk digunakan kembali sebagai tambahan saat sedang kekurangan minyak. Ali menyebutnya dengan "ngejog", yakni mencampur minyak goreng baru dengan sedikit minyak goreng yang telah disaring tersebut.
Keempat, Ali menukar minyak sisa yang telah disaring dengan tepung aci yang dibutuhkannya untuk membuat olos dan sotong. Itu dimungkinkan karena penjual tepung langganannya juga berjualan ayam goreng yang membutuhkan tambahan minyak untuk "ngejog". Dengan cara tersebut Ali bisa menghemat ongkos belanja tepung saat pengeluaran untuk minyak goreng sulit ditekan.
Dengan sejumlah siasat di atas pula Ali tetap bisa bertahan berjualan cireng di tengah cekaman krisis minyak goreng.
Pada Ramadan nanti Ali tetap akan berjualan 5 kali dalam seminggu. Dua hari liburnya ialah Senin dan Kamis. Bedanya jika pada hari biasa ia berjualan mulai pukul 9.30 sampai 16.00, maka saat Ramadan ia akan berjualan mulai pukul 15.00.
Ali pun berniat melengkapi gerobaknya dengan jajanan baru. "Mau nambah basreng yang viral itu", tegasnya.
Saya jadi penasaran dengan bakso goreng viral yang dimaksud Ali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H