Membaca rumor tentang akan bergabungnya Mezut Ozil ke Rans Cilegon saya seperti mendengar candaan sehari-hari di grup tongkrongan. Tak pernah merupakan sebuah kebenaran yang serius. Hanya candaan untuk selingan obrolan utama, tapi tetap dinikmati.
Memang rumor tentang itu sudah diberitakan di beberapa media, termasuk oleh media asing dan heboh di media sosial. Namun, agaknya Mezut Ozil masih cukup waras untuk merawat karirnya. Kecuali kalau ia ternyata diam-diam sedang diambang kebangkrutan atau terjerat pinjaman online yang membuatnya kesulitan membayar sehingga tawaran uang dari Raffi Ahmad bisa jadi penyelamat baginya.
Terbuang dari Liga Inggris setelah melalui masa-masa sulit di Arsenal dan "hanya" bermain di Liga Turki, bukan berarti Ozil telah menjadi pesepakbola dengan ambisi yang "seadanya". Kualitasnya masih cukup mumpuni untuk bersaing di Eropa. Namanya masih harum sebagai salah satu gelandang kreatif dari Jerman.
Oleh karenanya butuh seribu alasan, termasuk mungkin alasan yang kurang logis untuk disampaikan ke fans sepakbola dunia jika nantinya ia benar-benar bermain di Liga Indonesia. Para fans di luar sana mungkin akan buru-buru mengakses google untuk mencari tahu tentang Liga Indonesia. Lalu mereka akan menemukan profil PSSI. Membaca tentang mafia, pengaturan skor, dan lapangan-lapangan di bawah standar.
Kemudian saat mengetahui posisi Indonesia dalam rangking FIFA, para fans akan terdiam. Sedangkan saat menemukan Bali dan Mandalika di hasil pencarian google tentang Indonesia, para fans meyakini Ozil datang ke Indonesia sebagai duta wisata.
Walau demikian bukan berarti hijrahnya Ozil ke Liga Indonesia sebagai kemustahilan. Seburuk-buruknya sepakbola Indonesia, liga negeri ini telah berhasil mendatangkan nama-nama besar sebelumnya. Siapa yang pernah sangka sebelumnya seorang Michael Essien akan berkostum Persib?
Tak ada yang menduga pula Charton Cole, Julien Faubert, Lee Hendrie, dan Pierre Njanka bermain di Liga Indonesia. Bahkan, jika ditarik mundur lebih ke belakang, Liga Indonesia pernah punya gengsi dengan pemain-pemain sekelas Roger Milla dan Mario Kempes.
Artinya, sepakbola Indonesia bukan tidak dikenal sama sekali. Paling tidak kegilaan masyarakat Indonesia pada sepakbola sangat besar. Ini sudah diakui luas.
Lagipula meski liga negeri ini tidak cukup berkualitas, tapi sepakbola Indonesia mendapatan exposure yang lumayan positif dalam beberapa tahun terakhir.
Adanya beberapa pemain muda Indonesia yang mulai merumput di liga-liga luar negeri dan menjadi pemberitaan di sana membuat sepakbola Indonesia menjadi lebih sering disebut. Apalagi dengan akan bergabungnya beberapa "pemain asing" dari Liga Belgia dan Belanda yang segera menjadi WNI untuk memperkuat Timnas.
Ozil jika membuka google dan mendapati nama Luis Milla sebagai mantan pelatih Timnas Indonesia, lalu digantikan oleh Shin Tae Yong sekarang, kemungkinan akan penasaran mencicipi sepakbola Indonesia. Datang ke Liga Indonesia bisa dimanfaatkan olehnya untuk menemui pelatih yang pernah membuat Ozil dan Timnas Jerman kalah dari Korsel pada Piala Dunia 2018.
Ia pun bisa jadi akan terkejut melihat Angelo Alesio yang kebetulan pernah mewarnai Premier League ternyata melatih klub Indonesia.
Jangan pula lupakan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah piala dunia U-20 pada 2023 nanti. Artinya dunia akan menyaksikan sisi lain dari sepakbola Indonesia yang selama ini tak punya banyak prestasi untuk diberitakan.
Di luar hal itu tidak berlebihan jika Ozil punya alasan subyektif tersendiri jika benar-benar merumput di Liga Indonesia. Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan penganut muslim terbesar di dunia dan banyak warganya tergila-gila pada sosok Erdogan, bisa membuat Ozil memutuskan pilihan pada Indonesia.
Walau demikian Ozil sebaiknya membuka google lebih lama dan menelusuri halaman lebih banyak agar ia tidak mengalami "gegar budaya" saat bermain di Liga Indonesia nanti. Jika benar-benar ingin mencicipi Liga Indonesia, ia perlu mengetahui beberapa "peringatan bahaya" seperti halnya orang membaca peringatan serupa pada kemasan rokok.
Ozil harus siap mental untuk bermain dan menerima tantangan tak terduga dari gaya sepakbola Indonesia yang "keras". Seorang Michael Essien yang dikenal keras dan lugas pun sempat emosi ketika "dikasari" oleh pemain Indonesia. Bisa dibayangkan bagaimana nanti pemain kalem seperti Ozil jika menjumpai "serangan-serangan" dengan aneka "jurus kaki dan tangan" di Liga Indonesia. Bisa-bisa sepanjang pertandingan ia lebih banyak mengucap istighfar dan berdzikir.
Kekhawatiran lainnya yang merupakan peringatan utama bagi Ozil jika bermain di Liga Indonesia ialah soal kemungkinan ia akan frustasi karena tidak bisa mencetak umpan sama sekali. Bisa pula ia akan gagal mencetak gol selama bermain di Indonesia.
Bukan karena ia tak mampu memberi assits dan mengantar bola ke gawang lawan. Namun, dikhawatirkan semua umpan dan golnya akan dianggap offside di Liga Indonesia.
Kita tahu Ozil merupakan pengumpan handal. Kemampuannya mengirim bola untuk dimanfaatkan penyerang seringkali menjadi pembeda dalam pertandingan yang dimainkannya. Kualitas assist seorang Mezut Ozil sering menjadi penentu. Begitupula pergerakannya kerap menyulap pertandingan untuk menghasilkan kemenangan bagi tim.
Sayangnya para hakim garis dan wasit di Liga Indonesia punya kebijaksanaan istimewa dalam mengukur jatuhnya umpan dan tendangan. Para pengadil Liga Indonesia dikenal canggih karena bisa secara ajaib mengangat bendera dan meniup peluit tanda offside untuk setiap umpan atau tembakan yang mengarah ke gawang lawan. Sebaliknya mereka bisa dengan tenang mendiamkan umpan dan tembakan yang sebenarnya offside untuk diteruskan sebagai gol.
Kualitas umpan Ozil yang sangat baik akan mengejutkan sekaligus membingungkan para hakim garis dan wasit di Liga Indonesia. Mereka mungkin belum terbiasa dan tidak siap untuk menilai kualitas umpan dan tembakan Ozil. Umpan tipis terukur yang sering diciptakan oleh Ozil untuk melayani rekannya bisa-bisa akan selalu dibatalkan oleh hakim garis. Sebab umpan-umpan Ozil berpotensi membuat kiper lawan "sakit hati". Sedangkan kiper dalam pertandingan harus mendapatkan perlindungan dan tidak boleh disakiti.
Dengan kualitas dan kebiasaan wasit serta hakim garis di Liga Indonesia semacam itu, Ozil harus siap menerima kenyataan bahwa ia tak akan pernah bisa mencetak assist. Semua umpan dan tembakannya hanya akan berujung pada bunyi peluit dan bendera yang diangkat.
Kalau sudah demikian dikhawatirkan Ozil akan "kena mental" dan berubah menjadi "rendah diri" karena merasa kualitasnya ternyata belum ada apa-apanya untuk menaklukan Liga Indonesia yang istimewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H