Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Kabar Gembira dari Kaki Gunung Slamet

6 Januari 2022   09:02 Diperbarui: 6 Januari 2022   09:05 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdul, menjual jahe merah secara daring sejak pandemi Covid-19 (dok.pribadi).

Membeli produk petani dan UMKM lokal sama halnya berbelanja ke "warung tetangga". Menulis kisahnya berarti membantu mempromosikan usaha mereka agar semakin maju

"Halo Pak. Ini Abdul Jalal yg di Sh****".

Pesan itu saya terima lewat whatsapp pada Rabu, 15 Desember 2021 sekitar pukul 19.30 WIB. Awalnya saya tak mengenali pengirimnya karena tidak ada foto profil yang terpasang. Nomornya pun belum ada di daftar kontak.

Namun, setelah mencerna ulang pesannya saya segera paham. Pastilah ia Abdul Jalal Bisri, pemuda dari Desa Gunungsari, Pulosari, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Ia adalah seorang petani muda yang menjual hasil kebunnya secara daring.

Sore itu saya baru memasukkan jahe merah dari tokonya ke keranjang belanja. Mengetahui saya ingin membeli jahe merah lagi, ia menghubungi saya lewat whatsapp. Ternyata Abdul berganti nomor telepon.

Penjual Jahe Merah dan Kisahnya di Kompasiana

Saya dan Abdul memang sudah saling kenal. Tepatnya sejak April 2020 silam ketika saya pertama kali membeli jahe merah darinya.

Puas dengan produk dan pelayanannya, serta penasaran dengan kiatnya berjualan hasil kebun secara daring, saya berinisiatif menghubunginya.

Melalui obrolan saya  bisa mengenal Abdul lebih jauh. Mengetahui suka dukanya menjadi petani serta usahanya untuk menjual hasil kebun secara daring, saya menjadi tertarik dengan semangat pemuda 30 tahun ini.

Kisah tentang Abdul yang saya tulis dan tayang di Kompasiana pada 16 Mei 2020 (dok.pribadi).
Kisah tentang Abdul yang saya tulis dan tayang di Kompasiana pada 16 Mei 2020 (dok.pribadi).
Lalu saya putuskan menulis sosok Abdul. Artikel berjudul "Jatuh Bangun Abdul, Petani Muda Asal Pemalang Melawan Corona" tayang di Kompasiana pada 16 Mei 2020.

Saya menulisnya karena kagum pada Abdul. Menurut saya ia merupakan pelaku UMKM muda yang patut didukung. Abdul yang mulai berjualan secara daring semenjak pandemi  tentu Covid-19 membutuhkan dukungan dalam bentuk apapun, termasuk promosi. Kepada saya saat itu ia sempat berucap, "Kalau ada temennya yang cari jahe merah, monggo bisa ke saya,".

Abdul ternyata senang ada artikel di dunia maya yang mengangkat tentang dirinya yang berjualan empon-empon dan hasil kebun dari sebuah desa di kaki Gunung Slamet. Apalagi dalam artikel tersebut saya sebutkan beberapa kelebihan membeli jahe merah dari Abdul. Selain jahenya segar dan berkualitas, harganya pun terjangkau. Abdul juga suka memberi bonus temulawak dan kunyit. Ia mengemas semuanya dengan aman dan dikirim tepat waktu. Saya pun melengkapi artikel dengan foto-foto yang mendukung.

Saat saya kirimkan link artikelnya, pemuda lulusan SMK itu antusias dan meminta izin untuk membagikannya ke halaman facebook agar bisa dibaca oleh lebih banyak orang, termasuk teman-temannya. Ia pun berharap bisa "mempengaruhi" petani-petani lain di desanya. Sebab menurut Abdul banyak petani di desa masih menganggap cara berjualan daring terlalu rumit. Mereka enggan repot mengemas paket serta khawatir ongkos kirim terlalu mahal.

Padahal bagi Abdul pandemi Covid-19 merupakan momentum yang tepat untuk mengadopsi teknologi digital sebagai media pemasaran hasil kebun. Apalagi, Abdul telah merasakan sendiri dampak pandemi Covid-19 yang membuat pasar sempat ditutup sehingga banyak hasil kebunnya membusuk karena tak sempat terjual. Sedangkan pengepul sering membeli dengan pembayaran yang tak pasti.

Jahe merah dari kebun milik Abdul yang akan dijual secara daring (foto: Abdul).
Jahe merah dari kebun milik Abdul yang akan dijual secara daring (foto: Abdul).
Pengalaman kurang enak itulah yang mendorong Abdul menempuh terobosan. Ia membuat akun toko daring di salah satu marketplace. Selanjutnya ia menawarkan empon-empon serta beberapa jenis sayuran dari kebun yang ia garap bersama sang ibu.

Hasilnya  terbilang lumayan. Meski keuntungannya belum terlalu besar, Abdul bersyukur bisa menjual langsung hasil kebun dengan harga yang lebih baik dibanding harga dari pengepul.

Sayangnya Abdul masih sulit meyakinkan petani-petani di desanya agar mau berjualan secara daring seperti dirinya. Oleh karenanya ia senang ketika saya mengangkat kisah tentangnya di Kompasiana yang kemudian menjadi headline dan dibaca banyak orang.

Saya pun ikut bahagia. Sebab selain berbelanja, saya bisa membantu mempromosikan usaha Abdul lewat tulisan.

Kabar Gembira

Jumat malam itu Abdul tak hanya memberi tahu nomor telepon barunya. Ia juga membawa dua kabar gembira.

Pertama, ia mengabarkan telah menikah dengan wanita asal Kaligondang, Purbalingga. Saya senang sekaligus terkejut sebab saya pun berasal dari Purbalingga. Meski bertahun-bertahun saya tinggal di Yogyakarta, tapi ikatan daerah asal tak bisa ditinggalkan.

Bisa dikatakan kami kini "bertetangga". Artinya saat membeli jahe merah dari Abdul, pada dasarnya saya sedang berbelanja ke "warung tetangga" sekaligus mendukung kemajuan UMKM lokal.

Sejak menikah Abdul sering pulang pergi Pemalang-Purbalingga. Ia pun mengubah deskripsi toko daringnya dengan mencantumkan pengiriman dari Purbalingga.  

Namun, sebagian besar produk yang ia jual masih berasal dari kebun miliknya di Pemalang. "Tetap di gunung, Pak", begitu katanya. Sebutan "gunung" merujuk pada Gunungsari sekaligus lokasinya di kaki Gunung Slamet.

Abdul juga menanam dan menjual sayuran dari kebunnya (foto: Abdul).
Abdul juga menanam dan menjual sayuran dari kebunnya (foto: Abdul).
Kabar gembira kedua ialah sekarang Abdul berjualan di dua marketplace berbeda. Jika sebelumnya ia hanya punya satu toko daring, kini sebuah toko daring di marketplace lain telah ia buat.

Abdul mengaku sudah lebih menguasai dan memahami seluk beluk berjualan secara daring. Tahun lalu ia memang belum yakin untuk berjualan di lebih dari satu toko daring. Namun, sekarang ia semakin percaya diri untuk memaksimalkan penjualan. Apalagi dengan dukungan sang istri.

Produk yang ditawarkan Abdul pun semakin beragam. Mengetahui hal itu saya ikut senang karena berarti usahanya telah berkembang. Abdul yang pada awal pandemi Covid-19 jatuh bangun berjualan jahe merah dan hasil kebun secara daring, kini telah semakin mantap.

Manfaatkan Kebaikan JNE

Walau berjualan di dua toko daring yang berbeda, ada beberapa hal yang tetap Abdul pertahankan. Salah satunya ialah tetap menyediakan pengiriman melalui JNE sebagai salah satu pilihan untuk para pembeli.

Peran JNE sudah sejak awal Abdul rasakan ketika memulai berjualan jahe merah secara daring. Keberadaan agen JNE yang tak jauh dari tempatnya berada merupakan salah satu pertimbangan yang membuatnya yakin untuk berjualan secara daring pada awal pandemi Covid-19.  

Bagi Abdul yang tinggal jauh dari kota, kemudahan mengakses layanan JNE sangat berarti. Sebab ia tak perlu jauh-jauh menemukan jasa pengiriman yang bisa melayaninya dengan cepat.

Paket kiriman jahe merah (dok.pribadi).
Paket kiriman jahe merah (dok.pribadi).

Sejumlah kebaikan dari JNE telah Abdul nikmati. Pengiriman paket yang selalu tepat waktu membuat Abdul dan pembeli sama-sama puas. Apalagi jahe merah dan beberapa hasil kebun membutuhkan pengiriman segera. Semakin lama pengiriman akan membuat kesegarannya berkurang.

Kepuasan pembeli berkat pengiriman yang baik dari JNE berkontribusi pada rating toko daring Abdul yang lumayan bagus. Rating tersebut membuat calon-calon pembeli lainnya tertarik dan percaya untuk bertransaksi. Abdul pun mengaku pernah mengirim pesanan jahe merah rata-rata 10 kg setiap hari ke berbagai kota. Jika tidak ada agen JNE yang dekat, Abdul mungkin akan kesulitan mengirim pesanan tersebut.

Jahe merah yang saya beli dari Abdul (dok.pribadi).
Jahe merah yang saya beli dari Abdul (dok.pribadi).
Kebaikan lainnya dari JNE yang menguntungkan Abdul ialah toleransi berat dan tarif kiriman. Abdul terbiasa memberikan bonus tambahan kepada para pembeli. Misalnya, pembeli yang memesan 1 kg jahe merah akan mendapat bonus temulawak sampai paketnya seberat 1,2-1,3 kg.

Abdul tidak perlu menambah ongkos kirim sebab berdasarkan perhitungan JNE berat 1,2 kg masih dalam batas toleransi yang dihitung dengan tarif 1 kg. Hal itu membuat Abdul leluasa "menyenangkan" pembeli. Toleransi berat tersebut dimanfaatkan Abdul untuk membuat para pembeli menjadi berlangganan karena sering mendapatkan bonus.

Paket kiriman dari JNE (dok.pribadi).
Paket kiriman dari JNE (dok.pribadi).

JNE juga memberi dukungan lain yang membuat Abdul dan pembelinya semakin nyaman. Paket yang dikirimkan Abdul sering mendapatkan tambahan plastik pembungkus dari JNE.  Perlindungan tersebut diberikan secara gratis. Abdul pun lebih tenang karena keamanan paketnya semakin maksimal dan berbagai risiko selama pengiriman bisa dikurangi.

Berbagai kebaikan di atas menunjukkan bahwa JNE yang sudah 31 tahun berkiprah selalu berusaha menghadirkan pelayanan terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan pengiriman paket secara cepat dan aman. Kebaikan tersebut juga dihadirkan untuk mendukung dan melayani UMKM agar semakin maju.

Semoga akan datang lagi kabar gembira lainnya dari Abdul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun