Pandemi Covid-19 telah berlangsung selama hampir 2 tahun. Banyak korban serta kerugian telah ditimbulkan dan mungkin akan terus bertambah seiring waktu.
Namun, anggapan keliru tentang virus Corona masih diyakini oleh sebagian masyarakat. Banyak orang tetap tidak percaya dan menganggap Covid-19 hanya omong kosong yang dibesar-besarkan.
Sabtu dua pekan lalu sesuatu yang memprihatinkan saya alami. Di depan mata kepala saya seorang penjual buah memperlihatkan reaksi yang bagi saya keliru  tentang Covid-19.
Pagi itu sekitar pukul 08.00 saya mampir ke tempatnya berjualan untuk mencari pisang emas. Ini salah satu buah kesukaan saya.
Kios buahnya ada di pinggir jalan. Selain saya ada 2 orang pembeli lain yang kebetulan juga sedang memilih pisang.
Sang penjual sendiri belum terlihat. Kemungkinan ia sedang berada di dalam. Saya tak terlalu memikirkannya. Biarlah nanti kalau sudah menemukan pisang yang saya butuhkan, baru saya memanggil sang penjual untuk memastikan harga dan melakukan pembayaran.
Baru sebentar saya di sana ketika suara sirine tiba-tiba terdengar. Iringan-iringan sebuah mobil BPBD dan ambulan melaju agak cepat. Seperti reaksi beberapa orang lain di pinggir jalan, saya pun ikut menoleh ke arah iring-iringan tersebut.
Saat itulah seorang pria keluar dari dalam kios buah. Sambil melongok ke arah jalan, ia melontarkan kata-kata dalam bahasa Jawa. "Ojo percoyo, gur medeni thok kuwi!". Kurang lebih artinya: "Jangan percaya, itu cuma untuk menakut-nakuti".
Reaksi itu cukup mengejutkan. Namun, saya bisa  memperkirakan maksudnya. Apalagi ia mengatakannya sambil mengarahkan pandangan ke beberapa orang di sekitarnya seolah ingin menegaskan keyakinannya pada orang lain.
Segera saya sadari pula bahwa  bahwa ia tak menggunakan masker. Setelah mobil BPBD dan ambulan berlalu ia beralih melayani dua orang pembeli yang rupanya sudah menemukan pisang yang hendak dibayar.
Setelah kedua pembelit itu pergi, tinggalah saya bersama sang penjual. Sedikit kesempatan yang ada saya manfaatkan untuk menyapanya dengan sebuah pertanyaan.