Pasien Covid-19 bergejala ringan sering menganggap sepele gejala yang diderita. Padahal, langkah terbaik ialah tetap waspada sebab virus Corona mungkin memiliki banyak celah untuk menyerang dan memanfaatkan kelengahan pasien, terutama yang melakukan isolasi mandiri.
Rabu, 28 Juli 2021, hari ketiga isolasi mandiri saya menyamankan diri dengan berusaha memperbaiki nafsu makan. Sop daging lumayan menyemangati lidah. Semakin hangat karena banyak merica ditambahkan.
Namun, sedapnya sop tersebut hanya sesaat terasa. Sekitar dua jam kemudian sesuatu yang tak terduga terjadi. Penciuman saya pelan-pelan memudar. Aroma minyak kayu putih hanya tipis-tipis terlacak. Sementara lidah tak lagi bisa mencecap rasa seperti biasa. Hanya minuman atau buah yang sangat manis masih terlacak sedikit jejaknya.
Jangan Disepelekan
Malam harinya semua tak lagi tercium dan terasa. Benar-benar hampa penciuman saya. Hambar pula yang segala sesuatu yang mendarat di lidah. Walau demikian ada keuntungan yang saya rasakan, yakni obat yang pahit menjadi tidak masalah lagi untuk ditelan.
Anosmia yang tiba-tiba terjadi dan dalam hitungan jam segera menghilangkan kemampuan saya mencium aroma dan mencecep rasa menjadi semacam peringatan bahwa gejala-gejala lain bisa terjadi di luar perkiraan. Kemungkinan karena pada hari-hari pertama sistem imun dalam tubuh pasien sedang dimaksimalkan untuk menandai keberadaan virus, melacak serangan virus dan membangkitkan mekanisme pertahanan. Babak awal ini menjadi kunci untuk melawan virus.
Oleh karena itu, masuk akal jika pada hari-hari pertama pasien Covid-19 diminta untuk waspada. Pemburukan kondisi bisa terjadi meski semula pasien hanya merasakan gejala ringan. Terlalu cepat menganggap kondisi telah terkendali dan sehat bisa membuat pasien lengah.
Saya pun menarik pelajaran penting hari itu bahwa gejala ringan yang saya alami tidak boleh dianggap sepele.
Susul Menyusul
Kenyataannya anosmia pada hari ketiga tersebut memang bukan satu-satunya yang saya rasakan. Satu demi satu gejala datang susul menyusul begitu cepat. Virus Corona seolah sedang memeras tenaga dan sekaligus menguji ketangguhan tentara antibodi serta vaksin dalam tubuh saya.
Sejak hari pertama saya telah lebih dulu merasakan meriang. Itu terjadi selama empat hari berturut-turut dan pada hari kelima tak lagi terasa. Saat itu suhu tubuh telah kembali pada kisaran normal. Sebenarnya sejak hari pertama saya tidak mengalami lonjakan suhu yang menyentuh kategori demam di atas 37 derajat celsius. Namun, saya rasakan seolah-olah seperti sedang demam.
Jika meriang telah reda pada hari kelima, batuk dan tenggorokan gatal pulih lebih cepat. Namun, pegal dan linu pada persendian saya rasakan selama 8 hari berturut-turut sejak hari pertama. Kondisi ini membuat saya tidak nyaman untuk beraktivitas. Mungkin hikmahnya ialah saya dipaksa untuk banyak beristirahat dan mengendalikan aktivitas fisik selama isolasi.