Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Belajar dari Para Kompasianer Jogja, Tangguh Melawan Covid-19

9 Agustus 2021   09:13 Diperbarui: 12 Agustus 2021   08:00 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasianer Jogja "curhat" tentang Covid-19 (dok. pribadi).

Penularan Covid-19 yang semakin luas menuntut setiap orang untuk terus beradaptasi dan waspada. Belajar dari para penyintas dan keluarganya menjadi salah satu cara untuk membekali diri agar lebih mampu menghadapi situasi sulit pandemi.

Semangat itulah yang dibawa ke dalam pertemuan virtual Kompasianer Jogja (KJOG)  pada Sabtu, 7 Agustus 2021. Sebagian peserta pertemuan merupakan penyintas Covid-19, keluarga pasien, dan tenaga kesehatan yang menangangi pasien Covid-19.

Dimas Anggoro, kompasianer Jogja  yang sekarang bermukim di Bekasi, Jawa Barat berkisah tentang pengalamannya terinfeksi Covid-19 pada awal Juni 2021.

Bermula ketika kunjungan kerja ke Karawang bersama sejumlah rekan, Dimas menduga saat itulah ia terpapar Covid-19. Meski selama aktivitas ia selalu menggunakan masker, tapi risiko paparan mengingat salah satu rekan yang ikut dalam kunjungan sudah menunjukkan gejala flu.

Dua hari kemudian Dimas mulai merasakan tidak enak badan. Ia pun mengalami demam. Pada saat gejalanya mulai berkembang ia berinisiatif memeriksakan diri ke klinik kesehatan swasta yang bekerja sama dengan tempatnya bekerja.

Hasil swab PCR menunjukkan ia positif terinfeksi Covid-19. Ia pun segera mengisolasi diri di rumah. Tak lupa ia melapor ke koordinator gang pemukiman yang selanjutnya diteruskan ke ketua RT.

Ketika memulai isolasi mandiri Dimas berusaha menyingkirkan rasa khawatir yang berlebihan. Informasi dan edukasi seputar Covid-19 yang diserapnya selama ini membantunya terhindar dari rasa panik. "Hal pertama yang saya pikirkan hanya bagaimana agar bisa lekas pulih", tegasnya.

Dukungan pun diberikan oleh sang istri yang memutuskan untuk mengurus dan menemani nya selama isolasi mandiri. Sadar bahwa risikonya tidak ringan karena sang istri bisa saja tertular, Dimas sempat mempertimbangkan untuk isolasi di pusat karantina. Namun, mereka bersepakat untuk tetap di rumah.

Antara Dukungan Tetangga dan Kurangnya Peran Satgas Covid-19

Pada akhirnya sang istri ikut terpapar. Dimas dan keluarganya pun menjalani isolasi di rumah selama 3 minggu.

Dimas sempat mengalami demam tinggi selama 4 hari hingga membuatnya sulit bangkit dari tempat tidur. Ia juga kehilangan penciuman selama hampir 2 minggu.

Untuk memulihkan kondisinya Dimas mengandalkan obat penurun demam dan sejumlah vitamin yang disediakannya sendiri ditambah pasokan dari tempatnya bekerja. Ia pun memanfaatkan layanan telemedicine untuk mendapatkan saran dari dokter.

Sementara dukungan Satgas Covid-19 setempat dirasakan sangat kurang. Ia baru dihubungi lewat telepon oleh petugas Satgas sekitar 4 hari setelah ia melaporkan status kesehatannya. Itupun berkat peran aktif Ketua RT yang mendesak agar Satgas Covid-19 memperhatikan warganya yang terpapar Covid-19.

Sayangnya tak banyak yang Dimas dapatkan saat dihubungi Satgas Covid-19. "Tidak ada tracing dan pengiriman obat dari Satgas", katanya.

Bahkan, ketika selesai isolasi mandiri, ia masih harus mengambil sendiri surat pernyataan negatif Covid-19 ke puskesmas.

Walau demikian Dimas bersyukur karena mendapat dukungan dari lingkungan sekitar. Selain ketua RT, sejumlah tetangga juga menunjukkan kepedulian mereka dengan mengirimkan bahan pokok bagi Dimas dan keluarga.

Dimas sempat canggung menerima bantuan-bantuan tersebut. Namun, dukungan dari lingkungan sekitar sangat berarti karena membuatnya merasa diperhatikan. Semangat Dimas dan istrinya untuk pulih pun meningkat. Ia semakin tegar menjalani isolasi sampai akhirnya dinyatakan negatif Covid-19.

Kehilangan Orang Tua dan Antrean Kremasi

Di tempat lain kompasianer Ang Tek Khun juga merasakan kesedihan setelah kedua orang tuanya di Jakarta meninggal dunia akibat terpapar Covid-19.

Pelacakan mengindikasikan keduanya terpapar dari asisten rumah tangga. Beberapa hari kemudian ibunda Ang Tek Khun terkonfirmasi positif Covid-19. Lima hari berikutnya menyusul sang ayah ikut terpapar.

Faktor usia yang sudah lanjut membuat kondisi kedua orang tua Ang Tek Khun segera memburuk. Hanya dalam 2 hari saturasi oksigennya turun ke angka 80%. Sang ibu pun akhirnya meninggal dunia, disusul sang ayah seminggu kemudian.

Kesedihan Ang Tek Khun dan keluarganya semakin bertambah karena harus menunggu kremasi yang cukup lama.Pemberitaan di media seputar permasalahan kremasi korban Covid-19 di DKI Jakarta dirasakan langsung oleh Ang Tek Khun dan keluarga ketiga harus mengurus jenazah orang tua.

Banyaknya antrean membuat kremasi baru bisa dilakukan satu minggu kemudian. Selain itu biaya kremasi pun melonjak tajam. Sayangnya, ada pihak ketiga yang berusaha mengambil kesempatan di tengah situasi sulit tersebut dengan menjanjikan bisa mempermudah pengurusan jenazah.

Bagi Ang Tek Khun kehilangan kedua orang tua akibat Covid-19 meninggalkan kesedihan yang lebih mendalam dibanding rasa duka lainnya yang sudah pernah ia rasakan sebelumnya. Walau berusaha tegar, Ang Tek Khun mengaku tidak mudah untuk melipur lara.

Rasa kehilangan justru semakin kuat setelah sepekan kedua orang tuanya dikremasi. Bahkan, beberapa saudara Ang Tek Khun masih kerap menangis jika masuk ke rumah orang tua mereka dan melihat barang-barang di dalamnya.

Akhirnya Ang Tek Khun berusaha untuk berdamai. Berbagai cara dilakukan. Salah satunya Ang Tek Khun membatasi sementara penggunaan media sosial. Ia pun tidak terlalu berminat membaca artikel-artikel psikologi seputar Covid-19 karena menurutnya banyak isinya ditulis bukan oleh pakar yang sesuai.

Ang Tek Khun memilih fokus untuk menata hati dan pikirannya. Ia banyak mendengarkan musik. Ia pun menemukan bahwa Lagu Merpati Putih dan Dea Lova ternyata sangat membantu dalam membangkitkan ketegaran jiwanya.

Oleh karena ia pun berpesan kepada para pasien Covid-19 yang sedang menjalani isolasi atau pemulihan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang menenangkan. Menonton film, mendengarkan musik, atau bermeditasi menurutnya bisa lebih bermanfaat dibanding menyimak banyak informasi yang justru menimbulkan kecemasan.

Jangan Takut Tes Covid-19

Situasi sulit yang dihadapi pasien Covid-19 dan rasa duka yang dialami keluarganya bisa dipahami oleh kompasianer Nanang Diyanto. Sebab sebagai perawat di salah satu rumah sakit di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, ia pun ikut menangani pasien Covid-19. Apalagi hingga sekarang rumah sakit tempatnya bertugas masih dibanjiri pasien Covid-19.

Tak jarang Nanang menjumpai pasien yang dirawatnya mengalami pemburukan hingga meninggal dunia. "Kemarin saya masih menyuapi pasien itu, tadi pagi ternyata sudah nggak ada", terangnya.

Di sisi lain ia mengharapkan masyarakat agar tidak takut mendatangi fasilitas kesehatan untuk menjalani tes Covid-19 jika mulai merasakan gejala. Inisiatif masyarakat tersebut sangat penting mengingat tenaga dan fasilitas kesehatan saat ini terbatas. Tidak mungkin petugas terus menerus melakukan tes secara jemput bola.

Seseorang yang harus menjalani isolasi mandiri pun diharapkan memberitahukan pada Satgas Covid-19 di lingkungan setempat agar kondisinya bisa dipantau.

Perihal tes ulang setelah menjalani isolasi mandiri selama 10-14 hari, Nanang menegaskan bahwa tes tersebut tidak diperlukan bagi seseorang yang telah pulih dan tidak merasakan gejala. Tes ulang dianggap akan menghabiskan waktu dan biaya yang tidak perlu.

Jika hasil tes ulang terindikasi masih reaktif atau positif, kemungkinan besar itu merupakan sisa atau bangkai virus yang sudah mati. Menurut Nanang kondisi itu tidak berbahaya karena sudah tidak menularkan.

Walau demikian Nanang menekankan bahwa penerapan protokol kesehatan tetap wajib dilakukan oleh siapapun, termasuk pasien Covid-19 yang sudah sembuh. Masyarakat juga  tidak perlu ragu untuk mengikuti vaksinasi.

"Kalau vaksinasinya baik, mungkin awal tahun depan (2022) kekebalan masyarakat kita sudah jauh lebih baik untuk menghadapi Covid-19", katanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun