Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ketika Pak Kiai Minta Maaf karena Salat Idulfitri Tanpa Jaga Jarak

13 Mei 2021   20:07 Diperbarui: 13 Mei 2021   20:09 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hand sanitizer dan masker untuk jamaah salat Idulfitri tadi pagi |dok. pribadi.

Kembali fitri sebenarnya kembali menjadi manusia yang dilimpahi cinta. Kunci untuk merawat cinta itu ialah dengan saling memaafkan. Kita dianjurkan berlomba-lomba untuk memaafkan maupun meminta maaf.

Bergetar hati saya pagi tadi (13/5/2021). Merinding rasanya saat melangkah menuju tempat salat Idulfitri. Ada haru dan bahagia yang lebur jadi satu. Sebab akhirnya bisa salat Id secara berjamaah lagi.

Setahun kemarin saya salat Id sendirian di dalam kamar. Larangan mudik dan pandemi Covid-19 yang mulai mengganas menahan langkah kaki menuju masjid dan tanah lapang.

Tahun ini sebenarnya tak jauh beda kondisinya. Virus Corona sama sekali belum reda. Mudik juga dilarang. Akan tetapi salat Idulfitri telah diizinkan untuk digelar di beberapa tempat dengan syarat protokol kesehatan pencegahan Covid-19 bisa diterapkan secara ketat.

Lingkungan RT tempat saya tinggal termasuk yang berinisiatif menggelar salat Idulfitri secara terbatas. Kami satu RT dihimbau tidak mengikuti salat Id yang digelar di masjid besar ataupun di lapangan olahraga tempat biasanya warga dari beberapa kompleks berkumpul melaksanakan salat Idulfitri serta Iduladha.

Pengurus RT memutuskan membentuk panitia untuk menggelar salat Id yang jamaahnya terbatas hanya warga satu RT. Harapannya tidak akan terlalu menimbulkan kerumunan. Jaga jarak pun bisa diupayakan karena jamaahnya hanya sedikit.

Pemberitahuan salat Id secara lokal telah disampaikan seminggu sebelumnya. Saya merasa lega mengetahuinya. Sebab jika salat Id dipusatkan di satu tempat seperti biasanya, saya akan memilih untuk kembali salat Id sendirian.

Pukul 06.00 saya tiba di lokasi salat Id. Memanfaatkan sebuah garasi dan gudang milik seorang warga, tempat salat Id sudah disiapkan dengan alas terpal dan karpet. Lokasinya berhadapan langsung dengan jalan aspal yang sisi barat dan timurnya ditutup sementara sehingga tersedia area yang lumayan lapang. Sebagian akan salat di jalan, sebagian lainnya di dalam garasi.

Saya yang datang dari sisi barat mencapai tempat salat setelah melewati semacam check point. Di sini ada beberapa orang yang berjaga. Selain menunggu kotak amal, mereka  mengarahkan jamaah untuk mencuci tangan sebelum mencapai tempat salat. Satu galon air dan sabun disediakan. Ada pula hand sanitizer dan masker gratis bagi jamaah yang mungkin lupa memakai masker atau ingin menggunakan masker rangkap dua.

Melihat hal itu saya merasa lega karena panitia salat Id tampaknya punya kesadaran untuk menerapkan protokol kesehatan. Sayangnya tidak ada pemeriksaan suhu tubuh bagi jamaah. Walau demikian arahan untuk mencuci tangan dengan menyediakan sabun, hand sanitizer, ditambah masker gratis, perlu diapresiasi.

Ketika saya tiba, sudah lumayan banyak orang yang hadir. Termasuk beberapa anak muda yang sedang melantunkan takbir. Satu di antara mereka saya kenal sebagai perantau dari Madura. Kami sering berpapasan.  Tentu saja tahun ini ia tidak bisa mudik lagi.

Mendekati pukul 06.30 semakin banyak jamaah yang datang. Hampir semuanya menggunakan masker. Sedikit di antaranya terlihat kurang tepat menggunakannya.

Saya mendapatkan saf agak belakang. Kami lumayan bisa menjaga jarak kira-kira setengah meter antar jamaah. Memang idealnya jaraknya satu meter sesuai aturan jaga jarak. Akan tetapi dengan setiap orang sudah memakai masker dan membersihkan tangannya, saya mencoba memaklumi soal jarak.

Salat Id tampaknya akan dimulai sesuai rencana, yakni pukul 06.30. Saat bilal memberikan isyarat lewat suaranya yang nyaring semua jamaah segera berdiri. Imam pun menaiki semacam panggung kecil tempatnya memimpin salat. Karena panggungnya yang agak tinggi saya bisa melihat sosok imam tersebut. Ia masih muda. Mengenakan jas dan kopiah warna hitam.

Namun, persis sebelum imam memulai takbir pertama, tiba-tiba terdengar teriakan dari belakang. "Tahan, tahan dulu!", suara itu lumayan mengejutkan. Banyak jamaah, termasuk saya, secara refleks menengok ke belakang arah datangnya suara. Ternyata Pak Kiai yang biasa menjadi imam salat di masjid sedang mengarahkan sejumlah orang yang masih menumpuk di sisi timur.  Mereka belum mendapatkan saf sehingga Pak Kiai meminta imam untuk menunggu sebentar.

Beberapa orang jamaah yang kebanyakan laki-laki itu diminta berjalan ke arah barat untuk mengisi saf yang dianggap masih longgar. Memang saf agak longgar karena jaga jarak. Akan tetapi dengan bertambahnya jamaah yang agak banyak ini beberapa saf menjadi rapat. Saf yang saya tempati dan beberapa saf di depannya akhirnya tanpa jarak.

Saya agak kecewa dengan hal ini. Mestinya jamaah yang datang terlambat diminta untuk pulang saja demi kebaikan bersama. Beberapa jamaah di dekat saya tampaknya juga kecewa. Mimik wajah mereka seperti kurang nyaman karena akhirnya harus salat tanpa jaga jarak.

Namun, apa mau dikata. Rupanya beginilah dilema dan kesulitan menerapkan protokol kesehatan ketika salat berjamaah. Aturan dan himbauan yang sudah bagus seringkali tak bisa ditegakkan karena berbagai faktor. Apalagi kalau sudah menyangkut urusan ibadah, seolah segalanya bisa dibenarkan.

Salat Id dimulai beberapa menit lepas pukul 06.30. Tak lama berlangsung karena surat yang dibaca imam tergolong pendek. Khutbah juga tak lama, hanya sekitar 9 menit saya hitung berdasarkan jam di smartphone.

Hand sanitizer dan masker untuk jamaah salat Idulfitri tadi pagi |dok. pribadi.
Hand sanitizer dan masker untuk jamaah salat Idulfitri tadi pagi |dok. pribadi.
Saat khutbah selesai dan banyak jamaah bersiap bangkit untuk meninggalkan tempat salat, tiba-tiba kami dikejutkan lagi oleh suara Pak Kiai. Ternyata ia sudah berdiri di depan tak jauh dari tempat imam.

Sepotong permintaan maaf ia sampaikan karena sebelumnya sudah membuat Salat Id tertunda beberapa menit. Ia pun meminta maaf kepada jamaah jika dirasa tindakannya menimbulkan ketidaknyamanan. "Mohon maaf karena saf yang belakang jadi berdempetan", katanya.


Mendengar seorang Kiai meminta maaf secara terbuka di hadapan jamaah, saya yang semula kurang nyaman, berubah menjadi kagum. Betapa lapangnya hati beliau untuk lebih dulu meminta maaf. Seolah paham ada sebagian jamaah termasuk saya yang tidak nyaman karena saf salatnya menjadi rapat akibat penambahan jamaah.

Saya jadi ingat sebuah pelajaran tentang hikmah Idulfitri yang kerap diulang setiap lebaran. Bahwa Allah menciptakan manusia dengan cinta. Maka setiap orang pada dasarnya memiliki sifat dasar penuh cinta sebagai fitrahnya. Oleh karena itu, kembali fitri sebagai wujud kemenangan setelah berpuasa Ramadan sebenarnya kembali menjadi manusia yang dilimpahi cinta. 

Kunci untuk merawat cinta itu ialah dengan saling memaafkan. Kita dianjurkan berlomba-lomba untuk memaafkan maupun meminta maaf. Sangat mulia seseorang jika ia bersedia memaafkan sebelum orang yang berbuat salah meminta maaf padanya. Begitu pula orang yang bersedia meminta maaf lebih dulu sebelum orang lain memperlihatkan ketidaksenangannya. Ia tidak akan menjadi rendah, justru ditinggikan harkatnya di hadapan sesama.

Saya meninggalkan tempat salat Id dengan penuh syukur pagi tadi. Semoga kita semua bisa menjadi manusia yang tetap terjaga dalam fitrahnya, yakni dilimpahi cinta untuk saling memaafkan.

Selamat Idulfitri 1442 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun