Mendengar jawaban Abu Dzar, Rasulullah bukannya menjadi maklum. Beliau justru kembali menegur sahabatnya tersebut secara lebih keras. Dengan nada marah, Rasulullah berucap, "Ternyata dalam dirimu benar-benar masih terdapat sifat jahiliyah! Mereka sebenarnya ialah saudara-saudaramu".
Teguran kedua dari Nabi Muhammad Saw itu membuat Abu Dzar tak mampu lagi untuk mencari alasan. Semenjak itu ia tidak lagi berbuat dan berkata-kata yang melecehkan orang lain.
Bahkan, ia memperlakukan orang-orang yang berbeda dengannya dengan lebih baik. Sebab Rasulullah Saw telah berpesan untuk membantu budak dan keluarganya agar mereka bisa mendapatkan makanan dan pakaian sebaik makanan dan pakaian yang ia miliki.
Ada pula kisah lain yang mirip. Kali ini melibatkan kerabat dekat Rasulullah Saw sendiri yang bernama Asma binti Abu Bakar Al-Shiddiq.
Sekian lama Asma dirundung perasaan galau dan bingung tentang hubungannya dengan sang ibu yang belum memeluk Islam. Asma bimbang untuk berhubungan baik dengan ibu kandungnya karena menganggap wanita itu tidak seiman. Sedangkan sang ibu tetap ingin berhubungan baik dengan anaknya.
Asma akhirnya memberanikan diri menemui Rasulullah Saw. Kepada Muhammad, Asma bertanya, "wahai Rasul, Engkau tahu ibuku belum terbuka hati dan pikirannya untuk memeluk Islam. Namun, ibu ingin aku tetap berhubungan baik dengannya. Apakah aku boleh berhubungan dengannya?"
Dengan tegas Rasulullah Saw menjawab, "Boleh, berhubungan baiklah dengan ibumu".
Masih banyak kisah Nabi Muhammad Saw bersama para sahabat dan pengikutnya yang menyuguhkan teladan mulia. Namun, dari dua kisah di atas pun kita sudah bisa memetik teladan penting dan pelajaran berharga tentang menjalin hubungan yang baik dengan sesama manusia.
Betapa Rasulullah Saw tidak menghendaki perbuatan mencaci atau menghina orang lain yang berbeda karena itu merupakan sifat jahiliyah yang bertentangan dengan Islam.
Rasulullah menunjukkan sekaligus menegaskan bahwa berhubungan baik lebih utama dibanding mempermasalahkan perbedaan suku dan agama. Pada kasus Abu Dzar, Rasulullah bahkan menyebut bahwa orang-orang yang berbeda suku layaknya saudara sehingga ketika mereka mengalami kesusahan, seorang muslim wajib untuk membantu.
Demikian pula dengan orang lain yang berbeda agama. Rasulullah Saw tidak melarang umat Islam untuk berhubungan baik dengan orang nonmuslim. Bukan hanya sebagai teman atau tetangga, tapi sebagai saudara. Artinya seorang muslim diharapkan bisa membangun solidaritas dan persaudaraan yang tulus dengan sesamanya, meski berbeda keyakinan.