Mahatma Gandhi pernah mengutarakan kekagumannya pada sosok Nabi Muhammad Saw. Gandhi berkata, "Bukan pedang, melainkan akhlak mulia Muhammad yang mengantarkan Islam berjaya".
Gandhi seribu persen benar. Akhlak Nabi Muhammad memang memancarkan pesona kebaikan yang menawan. Sebagai rasul yang diangkat langsung oleh Allah SWT, Muhammad menjadi contoh utama dan teladan pertama mengenai akhlak seorang muslim yang merepresentasikan cinta, kasih sayang, dan kemanusiaan.
Ajaran Islam yang membawa rahmat bagi semesta alam mewujud dalam perilaku, perkataan, adab, dan kebiasaan Rasulullah Saw. Bahkan, marahnya beliau pun memancarkan kebaikan.
Bukan berarti Nabi Muhammad Saw gemar marah. Dalam beberapa kisah, Rasulullah Saw disebut menegur sahabat-sahabatnya yang beliau anggap lalai dan berbuat kesalahan. Kadang beliau memberikan nasihat dengan sedikit keras. Namun, semua itu tidak dilandasi kebencian. Beliau pun tidak pernah murka tanpa alasan yang jelas.
Sebaliknya, para sahabat serta orang-orang yang ditegur dan dimarahi oleh Rasulullah  Saw akhirnya mendapatkan hikmah yang sangat bermanfaat. Termasuk manfaat dalam membangun persaudaraan dan solidaritas antar sesama manusia.
Salah satu kisah tentang kehidupan Nabi Muhammad Saw yang penuh cinta melibatkan seorang sehabat bernama Abu Dzar Al-Ghifari.
Suatu hari Abu Dzar bertemu dengan seorang temannya yang berstatus budak. Teman itu memiliki ibu yang bukan orang Arab. Di saat mereka sedang berbicang-bincang, tanpa disadari Abu Dzar melecehkan ibunda sang teman karena berdarah asing.
Perbuatan Abu Dzar tentu saja melukai hati sang budak. Ia tak terima ibunya dihina hanya karena berbeda suku bangsa. Budak itu pun lalu pergi menemui Nabi Muhammad untuk menceritakan kejadiannya.
Mendengar laporan dari sang budak, Rasulullah Saw segera memanggil Abu Dzar. Di hadapan sang sahabat, Nabi Muhammad Saw berkata, "Wahai Abu Dzar, ternyata dalam dirimu benar-benar masih terdapat sifat jahiliyah!".
Teguran itu membuat Abu Dzar terdiam sesaat. Segera disadarinya bahwa Rasulullah tidak menyukai perbuatan menghina dan mencaci orang lain yang bukan bangsa Arab.
Abu Dzar tertunduk menerima teguran tersebut. Namun, ia berusaha berdalih. Menurutnya, sang budak juga membalas dengan mencaci orang tua Abu Dzar.