Jika melihatnya dari luar dan memandang serambinya, kita akan menjumpai visual khas Timur Tengah. Namun, saat sudah berada di ruangannya, identitas Jawa akan tampak sangat nyata. Inilah Masjid Agung Jami di Kota Malang, Jawa Timur.
Beberapa kali mengunjungi Kota Malang, selalu saya singgah di masjid ini. Salah satunya karena letaknya sangat strategis berada di pusat kota, tepatnya di Jl. Merdeka Barat No.3, Kecamatan Klojen, Kota Malang.
Lokasi tersebut masih bagian dari kawasan Kauman. Keberadaan Masjid Agung Jami pun menjadi penegas kultur Islami sebagaimana lazimnya Kauman di Indonesia dikenal sebagai kawasan alim.
Masjid Agung Jami berhadapan langsung dengan Alun-alun Kota Malang, tempat favorit saya jika sedang ada di Malang. Secara umum alun-alun ini tidak jauh berbeda dengan kebanyakan alun-alun di kota lain. Hanya saja nuansanya membuat saya betah berlama-lama. Sebab tamannya rapi, bersih dan banyak pohon peneduh.
Saya biasa duduk-duduk di bagian tanah yang berundak dekat dengan kolam air mancur di bagian tengah alun-alun. Rumputnya yang tebal membuat nyaman. Sambil membaca buku, sesekali alihkan pandangan untuk melihat kepak sayap burung merpati yang  berseliweran. Burung-burung itu dipelihara di Alun-alun Kota Malang. Kandangnya tersebar di beberapa sudut alun-alun.
Kubah masjid dengan sepasang minaret yang menjulang memancarkan identitas Islam bergaya Timur Tengah. Begitu pula lantai mezanin di atas serambinya yang lapang. Di atas mezanin bertahta kubah utama.
Beberapa komponen arsitektur tersebut ternyata tidak dibangun serentak, melainkan ditambahkan dalam beberapa tahap. Ketika pertama kali dibangun pada 1853, masjid ini belum seluas sekarang. Bentuk umumnya bujur sangkar.
Pada 1999 bagian serambi kembali dipoles dengan menambahkan lantai mezanin. Sejak saat itulah visual Timur Tengah semakin kental terpancar dari fasad luar Masjid Agung Jami.
Namun, jangan terkecoh dengan visual luarnya tersebut. Sebab Masjid Agung Jami Malang pada dasarnya merupakan masjid bergaya "Demakan". Wujud sebenarnya mengacu pada Masjid Demak dengan identitas Jawa yang kuat.
Pilar-pilar kayu yang menyangga ruangan tengah jadi cerminan sakaguru, salah satu nilai dalam kehidupan Jawa. Ada empat sakaguru utama yang ukurannya besar. Empat pilar kayu ini menopang struktur atap bertajug dengan bumbungan berbentuk limas. Bagian bawah sakaguru memiliki undakan dan dilapisi plat logam dengan ukiran di empat sisinya.
Selain sakaguru, ada enam belas sakarewa atau pilar-pilar kayu yang berukuran lebih kecil di segala penjuru ruangan tengah. Sakarewa menopang struktur atap yang bentuknya lebih tradisional.
Karakter arsitektur Jawa di ruangan tengah memberi kesan teduh yang amat dalam. Pintu-pintu kayu yang tertutup dan berjejer di sekeliling dinding menghadirkan suasana sakral.
Manakala lampu-lampunya telah menyala, termasuk lampu gantung di bagian tengah ruangan, suasana akan semakin khusyuk. Berada di ruangan Masjid Agung Jami Malang seperti mendapatkan perlindungan dan berlimpah ketenangan.
Masjid Agung Jami Malang juga tergolong luwes dalam hal pemanfaatan fasilitasnya. Buktinya saya beberapa kali menumpang mandi di masjid ini. Bukan mandi di toilet, tapi mandi di kamar mandi yang memang disediakan untuk mandi.
Akses kamar mandi di Masjid Agung Jami Malang tidaklah sulit. Di sisi selatan serambi terdapat tempat penitipan barang. Di dekatnya sebuah tangga menurun menuju semacam kolam dangkal. Setelah menyeberangi kolam tersebut, kita akan tiba di tempat wudhu jamaah pria. Tak jauh dari situ terdapat deretan toilet.
Persis di ujung deretan toilet ada sebuah ruangan yang lebih besar ukurannya. Itulah kamar mandi yang bisa dimanfaatkan untuk membersihkan diri.
Tak sekedar ada bak mandi dengan air bersih, di dalamnya juga ada gantungan untuk meletakkan pakaian, handuk, maupun tas. Semua itu menunjukkan bahwa masjid memang tidak melarang orang untuk menumpang mandi. Bahkan, difasilitasi dengan menyediakan kamar mandi yang bersih. Ini pula yang membuat saya terkesan dengan Masjid Agung Jami Malang.