Sesuatu yang kurang menyenangkan saya alami. Tiga celana panjang saya tak muat lagi. Lingkar perut dan pinggangnya tak lagi mau berkompromi.
Lumayan memusingkan. Dengan pensiunnya tiga celana panjang ini, berarti berkurang celana panjang siap pakai di lemari.
Sebenarnya ada solusi praktis. Saya cukup ke toko kain untuk membeli bahan. Lalu pergi ke penjahit langganan untuk menjahitkannya menjadi celana seperti yang biasa saya lakukan.
Namun, solusi praktis tersebut rasanya terlalu pragmatis. Bisa menyelesaikan kesulitan, tapi belum membereskan sumber masalahnya, yakni perut saya yang sedikit melebar.
Oleh karena itu perlu cara yang lebih berkelanjutan untuk mengendalikan pelebaran lingkar perut dan pinggang ini. Proses dilatasinya harus dikendalikan, kalau perlu dibalikkan agar menyusut. Dengan demikian tidak akan lebih banyak lagi celana panjang saya yang harus pensiun dini.
Cara paling rasional ialah dengan berolahraga. Agaknya ini juga isyarat agar saya lebih giat lagi menggerakkan raga. Memang selama 2 bulan terakhir ini saya menjadi kurang berolahraga dari biasanya. Jadwal bersepeda yang biasa saya jalani pada akhir pekan beberapa kali terlewati.
Barangkali puasa inilah momentum untuk mengecilkan lagi lingkar perut dan pinggang dengan berolahraga. Puasa bukan berarti tidak perlu berolahraga. Hanya saja memang aktivitas dan bebannya tidak bisa disamakan dengan olahraga pada hari-hari biasa di luar Ramadan.
Menurut saya olahraga di saat puasa tidak perlu dilakukan dilakukan setiap hari. Mungkin 3 hari dalam sepekan sudah cukup. Lagipula sebenarnya ada beberapa aktivitas rutin yang tanpa disadari memiliki kesamaan dengan olahraga. Misalnya, naik turun tangga. Bahkan, salat yang secara rutin dilakukan pun ada unsur olahraga di dalamnya karena selama salat, sejumlah anggota tubuh dan otot bergerak secara teratur.
Oleh karena itu, pilihan olahraga saat sedang berpuasa cukup yang ringan-ringan saja. Berjalan kaki mencari takjil, bersepeda membeli lauk, atau sengaja jalan-jalan sore mengitari kompleks tempat tinggal bisa dilakukan.
Saya sendiri memilih gowes. Bukan bersepeda di jalan raya, tapi mengayuh sepeda statis. Sore hari sekitar satu jam sebelum waktu berbuka jadi saat yang tepat. Di sini waktu berbuka sekitar pukul 17.35 WIB. Jadi saya mulai bersiap mencari keringat saat mendekati pukul 16.30.
Waktu-waktu tersebut sebenarnya tergolong jam rawan. Pada saat itu ada kebutuhan untuk menyiapkan berbuka puasa. Namun, sering rasa kantuk dan lelah melanda.Â
Di sisi lain itulah saat yang baik untuk berolahraga karena jarak waktunya dengan berbuka tidak terlalu lama. Matahari biasanya juga sudah tidak terik sehingga tidak terlalu memberatkan jika hendak berolahraga.
Meski ada jarak satu jam dengan waktu berbuka, saya memilih untuk gowes di atas sepeda statis selama 15 menit saja. Pertimbangannya agar tidak terlalu capek dan masih punya waktu untuk menyiapkan berbuka serta mandi.
Mengayuh sepeda statis lumayan mengasyikkan. Rasanya mendekati bersepeda, walau sejumlah sensasi bersepeda tak bisa dirasakan. Salah satunya tiupan angin di jalanan yang sering terasa menyegarkan.
Untungnya tempat sepeda statis menghadap langsung jendela lantai dua yang terbuka. Hembusan pun leluasa masuk.
Untuk memacu adrenalin, kecepatan mengayuh sepeda statis saya tingkatkan secara bertahap. Siklusnya dari yang pelan, menengah, kencang, lalu pelan lagi. Tapi lebih banyak saya gowes secara pelan dan menengah.Â
Bagi saya berolahraga tidak perlu memaksakan diri. Penting untuk tetap bisa santai dan menikmati setiap gerakan. Sambil mendengarkan musik pun bisa dilakukan.
Yang penting ada waktu untuk berolahraga. Yang penting keringat menetes dan badan terasa segar. Yang juga penting ialah lingkar perut dan pinggang saya bisa mulai dikurangi pelan-pelan.
Tak terasa waktu berbuka semakin dekat. Keringat sudah membasahi badan. Saatnya turun dari sepeda statis. Besok dilanjutkan lagi.
Oh, ya. Jangan lupa untuk membersihkan peralatan olahraga sebelum dan sesudah kita berolahraga. Peralatan yang bersih merupakan awalan untuk aktivitas olahraga yang lebih menyehatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H