Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Allah Maha Penyayang, Mengapa Umatnya Pemberang?

28 April 2021   20:29 Diperbarui: 28 April 2021   20:37 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap muslim rasanya tidak mungkin tidak tahu surat ini. Berulang kali dibaca setiap hari. Paling tidak saat menunaikan salat. Tidak sah salat seorang muslim jika tanpa melafalkan surat ini.

Jumlah ayatnya hanya 7. Bukan surat yang panjang memang sehingga seringkali menjadi surat pertama yang dihafal oleh setiap muslim sejak baru belajar mengaji.

Namun, surat ini sangat istimewa. Sebutannya Ummul Kitab. Artinya induk kitab Al Quran. Bukan karena surat ini yang pertama diturunkan, tapi karena keutamaan isinya yang memuat inti ajaran ketuhanan dan kemanusiaan. Dari surat ini kita belajar mengenal Allah, sekaligus mengukur diri sendiri sejauh mana kita telah mengamalkan Islam.

Mari kita merenungkan sejenak QS Al Fatihah. Tidak semua ayatnya, melainkan dari tiga ayat pertamanya dulu. Sebab ayat 1-3 dari surat ini, walaupun pendek dan kita hafal di luar kepala, tapi terlalu sering kita lupa pada pesan pentingnya.

Ayat pertama berbunyi Bismi'llahi Rahmaanir Rahiim. Artinya, "dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang".

Kita mungkin menganggap bahwa "menyebut" berarti "mengucapkan dalam lisan". Itu belum cukup. Menyebut nama Allah berarti mentautkan diri kita kepada Allah. Berarti juga menghadirkan Allah dalam setiap kesadaran kita.

Lalu Allah yang "Maha Pengasih lagi Maha Penyayang". Ini mengandung pengertian yang sangat dalam tentang posisi kemanusiaan dalam Islam. Sebab Allah ternyata sangat mengasihi dan menyayangi makhluknya, termasuk manusia sebagai ciptaan-Nya yang paling sempurna.

Allah yang sangat pengasih dan penyayang banyak diulang dan dipertegas lewat hadist dan sabda Rasulullah SAW.

Disebutkan bahwa "Rahmat-Ku melampaui Murka-Ku". Ini mengandung arti bahwa Allah tidak menghendaki dan tidak menyukai segala bentuk kemurkaan, entah itu benci, marah, dendam, kekerasan, dan sifat-sifat buruk lainnya.

Maka "dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang" yang disertai penakanan bahwa "Rahmat-Ku melampaui Murka-Ku", seorang muslim diharapkan sekaligus dituntut bisa mewujudkan "kasih dan sayang" serta "rahmat" dalam kehidupan.

Ayat kedua, Alhamdulilaahi rabbil aalamiin. Artinya "segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam". Bukan berarti Allah menginginkan pujian. Sebab Allah sudah Maha Terpuji.

Secara tersirat ayat kedua QS Alfatihah ini bicara tentang keutamaan "pujian". Bahwa pujian jauh lebih baik dibanding olok-olok. Memberi pujian pada sesama lebih utama dibanding menghina. Dengan catatan orang yang dipuji tidak boleh cepat tinggi hati dan lupa daratan. Sebaliknya, ketika mendapatkan pujian, seseorang akan menjadi ingat bahwa ia pun perlu untuk berbuat yang terpuji kepada sesamanya.

Di sini tampak adanya kaitan antara ayat pertama dan kedua. Yakni, pujian merupakan salah satu perwujudan kasih sayang. Seseorang yang mengamalkan kasih sayang hendaknya akan lebih mudah memuji dan melakukan perbuatan terpuji dibanding menghina dan membenci.

Kemudian ayat ketiga, Ar Rahmaanir Rahiim. Artinya "Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang". Meski sudah disebutkan pada ayat pertama, tapi pada ayat ketiga kembali ditekankan tentang keutamaan sifat kasih dan sayang.

Pengulangan ini bukan tanpa makna. Sebab tandanya Allah benar-benar sangat menghendaki umatnya untuk mewujudkan kasih sayang dalam setiap perilaku, perkataan, dan perbuatan. Caranya ialah dengan terus menghadirkan Allah dalam setiap kesadaran dan nafas kita. Secara sederhana, jika kita benar-benar mengingat Allah, maka mestinya ada kasih sayang yang selalu terpancar dari diri kita.

Maka dari itu, keliru jika lisan kita sudah berulang kali menyebut nama Allah sebagai yang Maha Pengasih dan Penyayang, tapi pada praktiknya perbuatan kita justru kerap memancarkan kebencian dan kekerasan. Barangkali itu menandakan kita belum benar-benar mentautkan diri kita dengan Allah. Belum benar-benar kita menghadirkan Allah dalam kesadaran kita sehar-hari.

Ada yang salah dengan diri kita jika kita lebih sering tampil sebagai pemberang. Padahal Allah yang Maha Penyayang jelas-jelas lebih suka memberikan rahmat dibanding murka.

Semoga Ramadan membuat kita menjadi muslim yang semakin tak berjarak dengan kasih sayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun