Seringkali penyanyi-penyanyi masa kini hanya mengambil sebagian liriknya untuk dibawakan. Barangkali karena lirik yang sebenarnya terlalu panjang sehingga demi memudahkan menghafal, beberapa penyanyi tidak mengambil semua bagiannya.
Padahal jika dicermati liriknya secara utuh, Hari Lebaran memancarkan daya jelajah pemikiran dan kecerdasan Ismail Marzuki yang tajam dan kritis. Seolah melampaui zamannya, dalam lagu ini Ismal Marzuki memotret fenomena sosial budaya tentang perayaan Ramadan dan lebaran di Indonesia yang banyak diekspresikan dalam bentuk gaya hidup berlebihan. Misalnya saat mudik dan belanja pakaian mewah.
Ismail menyoroti pula perilaku menyimpang seperti mabuk, judi, dan foya-foya setelah Ramadan selesai. Seolah setelah berpuasa, orang bebas merayakan kemenangan dengan melampiaskannya lewat apa saja.
Dalam Hari Lebaran juga disinggung soal kekerasan dalam rumah tangga dan korupsi yang menurut Ismail harus ditinggalkan sebagai bukti telah diraihnya kemenangan suci lahir batin. Sebab jika selama Ramadan kita telah berpuasa, menahan diri dan hawa nafsu, maka mestinya perilaku-perilaku seperti KDRT dan korupsi bisa dihentikan.
Luar biasa memang Ismail Marzuki. Mungkin inilah kali pertama istilah korupsi masuk ke dalam lirik lagu religi. Rupanya pada zaman itu telah tampak fenomena korupsi yang membuat resah Ismail Marzuki. Kemudian lewat lagu ia mencoba menyindir orang-orang yang berpuasa dan berlebaran, tapi masih berpikir untuk korupsi.
Walau demikian, dalam Hari Lebaran juga diperlihatkan sikap hormat seorang rakyat terhadap pemimpinnya dengan cara mendoakan sang pemimpin. Oleh Ismail Marzuki pesan ini disampaikan lewat lirik "selamat para pemimpin/rakyatnya makmur terjamin".
Tentu "rakyatnya makmur terjamin" kontras dengan fenomena korupsi. Namun, begitulah salah satu gaya penyampaian pesan lewat lagu yang sekaligus memperlihatkan pandangan luas Ismail Marzuki tentang puasa dan lebaran. Sehingga lagu Hari Lebaran pada dasarnya bukan lagu religi biasa, tapi lagu tentang Indonesia dan masyarakatnya.
Satu lagi yang bisa dicatat. Kemungkinan karena lagu Hari Lebaran inilah ungkapan "minal aidin walfaizin/maafkan lahir dan batin" menjadi populer dan diterima sebagai sebuah kelaziman. Masyarakat Indonesia kemudian terbiasa menyamakan maknanya.
Padahal, arti sebenarnya dari "minal aidin wal faizin" bukan "maafkan lahir dan batin". Melainkan "semoga kita termasuk orang-orang yang kembali sebagai orang yang menang".
Lirik "Hari Lebaran"
Setelah berpuasa satu bulan lamanya
Berzakat fitrah menurut perintah agama
Kini kita berIdul Fitri berbahagia
Mari kita berlebaran bersuka gembira
Berjabatan tangan tambil bermaaf-maafan
Hilang dendam habis marah di Hari Lebaran