Peristiwa serangan teroris kembali terjadi di Indonesia. Bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada Minggu, 28 Maret 2021 mengguncang relung kemanusiaan terdalam. Apalagi terjadi saat berlangsungnya ibadah Minggu Palma yang sakral.
Penyerangan rumah ibadah menunjukkan bahwa pelaku teror mempunyai kebencian pada negara sekaligus tidak senang dengan ketenangan kehidupan bersama yang berbineka. Serangan bom tersebut tidak sekadar bertujuan menimbulkan ketakutan dengan mengincar nyawa manusia, tapi juga dimaksudkan untuk menghancurkan kerukunan masyarakat dengan berupaya menyampaikan pesan kebencian dan intoleransi beragama.
Pelaku teror berharap serangan di gereja akan memicu rasa saling curiga dan tidak suka antar umat beragama. Dengan sengaja menyerang tempat ibadah, teroris mencoba menimbulkan luka batin dan dendam di dalam benak umat beragama. Jika itu terpenuhi maka kehidupan bersama yang selama ini dibina dalam wadah negara kesatuan akan lebih mudah dirusak. Tujuan terorisme untuk menghancurkan dan mengambil alih negara pun akan tercapai.
Kita boleh bersyukur bahwa sejauh ini tidak ada korban meninggal dunia, selain dua orang terduga teroris yang tewas oleh bom miliknya sendiri. Kita berdoa agar tidak ada korban jiwa lagi dan semua korban yang dirawat di rumah sakit bisa segera pulih.
Harus disyukuri pula banyak suara dari tokoh masyarakat, pemuka agama, dan rakyat Indonesia yang menyampaikan simpati dan duka atas peristiwa teror yang terjadi. Itu menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia mempunyai solidaritas yang tinggi.
Respon negara dan pemerintah yang segera mengutuk keras terorisme di Gereja Katedral Makassar juga perlu diapresiasi. Mulai dari Menteri Agama, Menkopolhukam, sampai Presiden Jokowi telah angkat bicara. "Terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun", begitu kata Presiden.
Namun, apakah benar "terorisme tidak terkait agama"? Benarkah pula bahwa "teroris tidak punya agama"?
Dua pernyataan itu paling sering kita dengar setiap kali ada peristiwa teror di Indonesia. Banyak pidato para pejabat negara kerap menyisipkan kedua pernyataan tersebut saat mengutuk peristiwa teror. Demikian pula masyarakat ketika menyampaikan ketidaksenangannya terhadap pelaku teror.
Benar bahwa aksi terorisme bukanlah ajaran agama manapun. Tidak ada agama yang menganjurkan kekerasan dan pembunuhan sebagai manifestasi keberimanan pemeluknya.
Namun, itu tidak sama maknanya dengan "terorisme tidak terkait agama" dan "teroris tidak punya agama".
Terasa bahwa seringkali kedua pernyataan itu didengungkan, justru ada kesan ketidakjujuran dan ketidakmampuan untuk menerima kenyataan bahwa para pelaku teror adalah orang yang punya agama karena mereka juga manusia yang berhak memeluk agama.