Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bunyi "Kriiing" Sepeda Cerminan Adab Pengayuhnya

24 Maret 2021   08:20 Diperbarui: 24 Maret 2021   10:07 976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sikap mengakui dan menghargai orang lain seperti demikian mencerminkan sikap rendah hati. Sebaliknya, orang yang tinggi hati atau sombong biasanya tak sudi mengakui kesetaraan dan kebaikan orang lain.

Arogansi jalanan yang biasanya diperlihatkan oleh sekelompok orang ketika berkendara salah satunya didorong oleh sikap tinggi hati yang diperparah oleh kehendak untuk diakui lebih tinggi.

Bunyi bel sepeda pada dasarnya merupakan salam yang disampaikan dalam bentuk lain. Bunyi "kriiing" itu sama hakikatnya dengan ucapan "Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh" dan "Waalaikum salam wa rahmatullahi wa barakatuh".

Sering saya mendapat salam melalui bunyi bel sepeda dari pesepeda lain. Tentu saja kebanyakan dari mereka bukanlah orang yang saya kenal. Saya pun tak berpikir bahwa mereka akan memberikan salam kepada saya yang tak mereka kenal.

Akan tetapi kenyataannya saat saya sedang mengayuh sepeda, tiba-tiba melintas pelan di samping saya pesepeda lain yang membunyikan bel sepedanya. Sambil melewati saya orang itu menoleh dan menganggukkan kepala. Secara reflek saya ikut mengangguk membalas salamnya. Saat itu kami sebenarnya sedang saling mengamalkan adab.

Lain kesempatan saya beristirahat di tepi jalan. Sementara sepeda terparkir, saya duduk di atas trotoar. Serombongan pesepeda melintas lewat di depan saya. Lagi-lagi suara bel sepeda terdengar. 

Beberapa dari rombongan itu melempar pandangan dan senyuman ke arah saya. Menurut adab sopan santun orang Jawa, sikap demikian berarti meminta permisi untuk meminta jalan sekaligus penghargaan pada orang lain.

Meski tak ada kata-kata terucap, tapi perilaku membunyikan bel sepeda dan menoleh ke sesama pengguna jalan besar sekali maknanya.

Maka dari itu selayaknya kita memperlakukan keberadaan bel pada sepeda sebagai elemen yang sama pentingnya dengan rantai, roda, aksesoris lampu, maupun jersey yang sering kita beli dengan harga mahal. 

Sepeda yang harganya mahal akan hilang separuh maknanya jika pengayuhnya terlalu malas untuk membunyikan bel sepeda, apalagi jika tak memasang bel pada sepedanya.

Gowes | dokumentasi pribadi.
Gowes | dokumentasi pribadi.
Membunyikan bel sepeda sembari menoleh sejenak saat berpapasan, beriringan, atau menyalip pengayuh sepeda lainnya adalah adab paling mendasar yang mestinya dimiliki oleh setiap pesepeda. Bunyi bel jadi pengakuan diri bahwa kita setara di jalan dan kita menyadari keberadaan orang lain yang juga perlu dihargai di jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun