Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Setahun Evakuasi WNI dari Wuhan, Menyesal Pulang ke Indonesia?

5 Februari 2021   08:22 Diperbarui: 5 Februari 2021   08:43 1587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setahun kemarin sebuah peristiwa evakuasi yang heroik terjadi. Sekitar 238 WNI, mayoritas mahasiswa, dipulangkan dari kota Wuhan di Tiongkok.

Minggu, 2 Februari 2020 merupakan pemulangan gelombang pertama yang dilakukan Pemerintah Indonesia terhadap para WNI tersebut akibat cekaman virus Corona yang bermula dari Wuhan lalu menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Siapa pun yang mengikuti pemberitaan ketika itu pasti merasakan ketegangan sekaligus keharuan. Mengingat Wuhan yang menjadi episentrum pertama pandemi Covid-19 digambarkan sebagai kota mati. Bahkan sejumlah potongan video yang tersebar di media sosial serta dimuat di berbagai saluran berita memperlihatkan kondisi Wuhan yang mencekam.

Lockdown yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap Wuhan memaksa warga kota itu, termasuk WNI, untuk berdiam di tengah kepungan Corona. Hingga kemudian situasi semakin mencemaskan, para WNI menyampaikan keinginan untuk keluar dari wilayah itu.

Evakuasi akhirnya ditempuh oleh Pemerintah Indonesia untuk mengeluarkan WNI sekaligus memulangkan mereka kembali ke tanah air. Proses pemulangan menggunakan pesawat khusus yang terbang langsung dari Wuhan ke Indonesia tanpa transit digambarkan sebagai pemulangan yang dramatis sekaligus heroik.

Sebab ini bukan pemulangan biasa. Penyelamatan WNI dari Wuhan memang tak melibatkan adegan pertempuran bersenjata. Akan tetapi cekaman dan ancaman virus Corona pada saat itu menempatkan semua orang dalam pertaruhan nyawa.

Maka setiap babak evakuasi, mulai sejak pelepasasn tim penjemput yang disiarkan TV, pemberangkatan WNI dari Wuhan, diterbangkan ke Batam, hingga diangkut menuju Natuna untuk dikarantina dan diobservasi, menjadi perhatian banyak masyarakat Indonesia.

Banyak orang berdoa dan menantikan kabar baik dari evakuasi tersebut. Banyak orang serius mengamati layar TV ketika pintu pesawat terbuka lalu satu persatu WNI turun dan disemprot disinfektan.

Demikian halnya ketika muncul penolakan dari warga Natuna yang merasa terancam dengan karantina WNI dari Wuhan di daerah mereka. Sebab mereka menganggap para WNI itu membawa penyakit yang berbahaya.

Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang kecewa dengan penolakan yang dilakukan oleh warga Natuna. Akan tetapi warga Natuna juga tidak sepenuhnya salah. Sebab pemerintah memang sedikit teledor karena terlambat melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah daerah serta warga Natuna soal karantina WNI dari Wuhan.

Syukurlah polemik penolakan bisa segera reda. Sampai karantina berakhir, pelepasan para WNI untuk mulai dipulangkan ke daerah masing-masing dilakukan dengan seremoni yang penuh haru. Mereka bahkan diberi gelar oleh Menkes dengan sebutan "Duta Covid-19".

Ungkapan kegembiraan dan rasa lega terpancar dari para WNI tersebut. Mereka telah keluar dari pusat pandemi meski tidak mudah. Terbang menuju tanah air, menjalani karantina di tempat terpencil dan akhirnya kembali ke rumah masing-masing.

Untuk beberapa hari semuanya tampak melegakan. Indonesia diyakini lebih kebal terhadap Corona dibanding tempat manapun, termasuk Wuhan. Sampai sebulan kemudian datang sebuah berita yang membawa kecemasan.

Senin, 2 Maret 2020, tepat sebulan setelah evakuasi dari Wuhan, Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan muncul bersama di layar TV. Sambil duduk di sofa, keduanya mengabarkan bahwa Corona telah masuk ke Indonesia. Dua orang pasien pertama yang berasal dari Depok, Jawa Barat, terjangkit Covid-19 dan dirawat di RS Sulianto Saroso.

Itulah hari dimulainya perang melawan pandemi Covid-19 di Indonesia. Perang yang kini sudah berlangsung nyaris satu tahun lamanya. Perang melelahkan yang tanpa jeda. Juga tanpa tanda-tanda kapan pandemi akan menyingkir dari negeri ini.

Sementara Wuhan yang dulu dicekam pandemi dan Tiongkok yang sempat dibuat kewalahan, belajar dengan baik dan cepat. Bersakit-sakit dahulu, menang kemudian. Begitulah resep Wuhan dan Tiongkok secara umum.

Hasilnya, pada pertengahan 2020 kondisi pandemi di Wuhan mulai terkendali. Walau Corona tetap mengancam, tapi catatan keberhasilan melawan pandemi ditorehkan di sana.

Gelombang kedua memang sempat menyerang saat Corona "pulang kampung" ke Wuhan. Akan tetapi pelajaran yang dipetik dari ledakan pertama telah diubah menjadi senjata yang memampukan Tiongkok menghindari terilangnya situasi terburuk di Wuhan.

Hingga pada akhir tahun 2020, kehidupan di Wuhan sepenuhnya dinyatakan normal kembali. Gambaran mencekam terhapus dari pemandangan Wuhan. Meski pembatasan masih diberlakukan, tapi Wuhan memberikan contoh baik bagaimana semestinya perang melawan pandemi dilakukan dengan gerak cepat, sigap, dan ulet.

Ironisnya, Wuhan dan Indonesia seolah menempuh jalan yang sama sekali berbeda. Bersantai-santai dahulu, sakit kemudian. Begitulah barangkali jalannya perang melawan pandemi di Indonesia.

Tiga bulan pertama ketika banyak negara menjadikannya sebagai masa untuk belajar cepat dan mengaktifkan alarm kewaspadaan tingkat tinggi, Indonesia justru belum melihat Corona sebagai ancaman.

Hingga kemudian pada pertengahan 2020, ketika sejumlah negara berhasil mendapatkan puncak pandemi, Indonesia justru tak mampu memprediksi kapan puncak itu terjadi. Ketika Wuhan mulai mendapatkan kembali kehidupannya, Indonesia justru kehilangan banyak korban jiwa.

Ketika kabar-kabar baik telah menggantikan ketakutan-ketakutan yang dulu mengepung Wuhan, Indonesia justru melahirkan banyak kabar pilu.


Hari ini ketika tren penularan dan kematian terkait Covid-19 secara global mengalami penurunan, Indonesia justru mengalami situasi yang berkebalikan. Penularan dan kematian di Indonesia terus meninggi.

Hari ini negara-negara yang sebelumnya terpukul hebat seperti Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat berhasil menekan dan menurunkan laju penularan Covid-19. Sementara Indonesia masih berkutat pada utak atik istilah PSBB atau PPKM.

Hari ini kasus aktif dan kematian di Indonesia menjadi yang terbanyak di Asia. Kita yang dulu bersikap santai dan merasa tangguh saat memandang Wuhan dan India dicekam Corona, akhirnya sampai pada situasi yang tidak mengenakkan untuk memandang ke arah diri sendiri.

Situasi hari ini barangkali tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Termasuk oleh para WNI yang setahun kemarin diterbangkan pulang dari Wuhan. Semoga tidak ada sesal barang sedikitpun dalam benak mereka telah kembali ke Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun