Angka-angka di atas merupakan indikator bahwa diperlukan evaluasi pada guru-guru di Indonesia, terutama guru yang memiliki pandangan intoleran. Mengingat pandangan intoleran merupakan benih bagi radikalisme dan radikalisme yang dipupuk akan bertransformasi menjadi terorisme, maka penanganan guru yang berpandangan intoleran harus menjadi salah satu prioritas pemerintah dalam upaya moderasi beragama di lingkungan sekolah.
Selama ini publik tak pernah tahu tindakan tegas apa yang dikenakan pada guru yang menghasut muridnya untuk tidak memilih murid nonmuslim sebagai ketua OSIS. Kita juga jarang mendengar adanya sanksi dengan efek jera yang diberikan kepada guru, kepala sekolah, kepala dinas pendidikan, maupun pejabat terkait yang menyokong praktik intoleransi di lembaga pendidikan.
Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang akan membentuk saluran pengaduan intoleransi di lembaga pendidikan merupakan kabar baik. Namun itu belum cukup. Sekadar teguran juga tak efektif karena sumbernya masih dibiarkan apa adanya.
Harus ada intervensi yang tegas dan sistematis untuk menangani kecenderungan fenomena intoleransi di sekolah agar lembaga pendidikan tak menjadi pabrik intoleransi. Sebab sekolah dan guru memiliki peran yang sangat strategis dalam pembentukan nilai-nilai serta pemikiran murid sebagai generasi penerus bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H