Lonjakan kasus positif Covid-19 di Indonesia menyentuh rekor angka psikologis sebanyak lebih dari 10.000/hari pada Jumat (8/1/2021). Isyarat bahwa upaya pengendalian selama hampir 1 tahun telah gagal membendung pandemi. Alih-alih melakukan pengetatan, pelacakan, dan pengujian masif, Indonesia justru asyik mengganti istilah-istilah. Corona ditangani dengan kata-kata dan tata bahasa.
Seperti sedang bermain utak-atik kata. Begitulah yang menonjol dari Indonesia sejak pertama kali Corona menyerang negeri.
Saat negara-negara lain bertindak cepat, cekatan, dan serius melakukan pembatasan sosial sampai mengunci wilayahnya, Indonesia terlihat santai. Menciptakan istilah, memodifikasi, mengubahnya, lalu membuat yang baru lagi.
Hasilnya?
Pandemi Covid-19 tak tertangani dengan baik. Angka penularannya terus melonjak tanpa bisa diprediksi puncaknya. Jumlah korban semakin melonjak. Sistem layanan kesehatan terancam kolaps karena banyak tenaga medis yang gugur dan kelelahan. Sementara daya tampung kamar rumah sakit telah menyentuh batas kegentingan.
Lalu apa responnya? Inilah luar biasanya kita. Solusinya tetap sama, yakni sekadar mengubah istilah tanpa perbaikan dan pengayaan esensi.
Pembatasan Sosial Basa-basi
Entah sudah berapa jilid judul peraturan yang menggunakan istilah PSBB di berbagai daerah di Indonesia. Tampak menjanjikan pada awalnya karena ada ancaman hukuman dan denda bagi yang melanggar. Akan tetapi kemudian tampak bahwa PSBB cenderung menjadi Pembatasan Sosial Basa-basi.
Sejak awal kita sudah berpolemik soal nama. Ada yang ingin "lockdown", ada yang usul "karantina wilayah", sampai dipilih untuk "PSBB" saja.
Ironisnya, setelah itu yang terjadi ialah pertunjukkan ketidakkompakan, ketidaktegasan, ego sektoral, dan disharmoni. PSBB tak pernah dijalankan sebagaimana mestinya. Setiap daerah, masing-masing kepala daerah, bahkan kementerian-kementerian yang berada di bawah komando langsung presiden, saling ingin berkompromi dengan PSBB versi masing-masing.
Itulah awal dari situasi genting yang dialami Indonesia sekarang. Selagi Covid-19 terus menyebar dan menjangkiti banyak orang, kita justru sibuk memikirkan bagaimana agar PSBB bisa dilonggarkan.