Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Ada Intoleransi Berkedok "Kajian Ucapan Natal"

24 Desember 2020   18:53 Diperbarui: 24 Desember 2020   19:05 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid dan Gereja saja bisa tenang berdampingan, begitu pun manusia seharusnya (dok. pri).

Ibarat menguji kuah bakso dengan standar cita rasa soto. Keduanya sama-sama lezat, tapi bukan untuk dijadikan penguji satu sama lain.

Maka dari itu, mengevaluasi keyakinan atau iman orang lain dengan menjadikan keyakinan atau iman sendiri sebagai tolak ukurnya, bukan hanya absurd, tapi sudah melangkahi kuasa Tuhan. Sebab kita sendiri sebenarnya tak tahu bagaimana kualitas iman atau keyakinan kita sendiri. Hanya Tuhan yang tahu.

Orang yang tak punya penggaris, lalu ingin menentukan tinggi pohon. Akibatnya ialah praduga-praduga yang tak akurat atau perkiraan-perkiraan subyektif. Dan karena sifatnya subyektif, orang akan cenderung melebih-lebihkan demi kepuasan sendiri atau agar mendapatkan pengakuan meyakinkan terhadap hasil pengukurannya.


Maka dari itu, jika ada yang meyakini bahwa mengucapkan selamat Natal adalah haram, cukupkan sebagai keyakinan sendiri. Tidak perlu diumbar dan menggunakannya untuk mengukur keyakinan yang berbeda.

Kecenderungan lainnya ialah pembahasan soal ucapan Natal atau atribut Natal justru dijadikan pintu masuk dan pembenaran untuk menilai kebenaran sebuah keyakinan. Pada beberapa konten yang saya lihat, baik di media sosial maupun youtube, pembicaraan seputar hari raya tertentu sudah sangat berlebihan. Dalam sepakbola istilahnya "offside". Ironisnya, tak jarang itu dilakukan oleh tokoh atau ustaz tersohor yang banyak pengikutnya.

Dari yang semula tampak hanya membahas ucapan natal atau topi santa, kemudian berlanjut ke ujaran bernada intoleran dan olok-olok yang kurang pantas.

Lalu sering kita saksikan dan dengar berita ada razia atribut Natal. Bahkan, di beberapa daerah sampai ada edaran atau himbauan untuk tidak menggelar perayaan Natal dengan alasan bisa memicu keresahan warga dan mendorong kemurtadan.

Jelas itu merupakan praktik intoleransi. Sama halnya dengan penyebaran konten tertentu yang terus menerus direproduksi setiap jelang Natal. Apalagi disertai dengan seruan dan kutipan kalimat tertentu yang mengusik ketersinggungan.

Pertanyaannya, apa sulitnya menghadirkan ketenangan dalam kebersamaan tanpa harus kepo dan repot-repot menilai sesuatu yang tak semestinya kita nilai?

Selamat Natal bagi kawan-kawan yang merayakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun