Presiden Jokowi baru saja menghadirkan pertunjukkan reshuflle yang penuh strategi tingkat tinggi. Tepilihnya Yaqut Cholil Qoumas jadi kabar buruk bagi Rizieq Shihab dan FPI. Sementara bergabungnya Sandiaga Uno dan Tri Rismaharini membuat Anies Baswedan terisolasi secara politik.
Enam keluar, enam masuk. Begitulah reshuffle kabinet yang baru saja dilakukan oleh Presiden Jokowi pada Selasa (22/12/2020). Sebanyak enam pos menteri dirombak. Kursi bos kementerian pun berganti kendali.
Pasti ada yang senang dan tidak senang. Sebab bongkar pasang menteri hampir selalu melibatkan intrik dan negosiasi politik yang kental. Walaupun itu hak prerogratif presiden, tapi tak murni karena ada kepentingan-kepentingan yang tak bisa dikesampingkan.
Selain itu presiden pasti punya kepentingan dan rencana sendiri yang belum tentu dipahami kebanyakan orang. Dalam konteks perombakan kali ini, motivasi presiden tidak sepenuhnya berangkat dari kebutuhan perbaikan kinerja mengatasi pandemi Covid-19. Itu tergambar dari pos menteri yang dirombak dan nama-nama penggantinya.
Ada maksud khusus yang sedang digulirkan oleh Presiden Jokowi dengan memasukkan beberapa nama baru ke dalam Kabinet Indonesia Maju. Maksud khusus itulah yang membuat beberapa pihak pantas merasa tidak senang. Pihak yang nasib dan kepentingannya  akan sangat terganggu dengan komposisi baru kabinet Jokowi.
Rizieq Shihab merupakan pihak pertama yang pantas untuk merasa sangat tidak nyaman dengan Menteri Agama yang baru. Terpilihnya Gus Yaqut Cholil Qoumas adalah kabar buruk bagi Rizieq, FPI serta kelompok-pendukungnya seperti PA 212.
Di tengah banyaknya masalah hukum yang sedang menjerat Rizieq terkait kerumunan selama pandemi dan peristiwa-peristiwa sesudahnya, Rizieq dan FPI sebenarnya sedang sangat membutuhkan dukungan dan back up politik. Hal itu sebelumnya selalu didapatkan oleh Rizieq dan FPI sehingga mereka bisa sangat eksis.
Namun, sekarang satu demi satu sekutu itu mulai menjaga jarak. Beberapa bahkan menjauh. Rizieq dan FPI semakin terpojok. Usaha mereka sejauh ini untuk mendekati sejumlah pihak seperti Komnas HAM dan meminta bantuan dari pengacara kondang tak membuahkan hasil menyenangkan. Hanya Komnas HAM yang tampak memberi harapan.
Langkah pemerintah serta kekompakan antara TNI dan Polri jadi faktor utama yang membuat Rizieq dan FPI tertekan. Sebagian pendukung mereka pun gentar dan menghindari risiko berurusan dengan TNI-Polri.