Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banyak yang Hampir Menyerah Melawan Pandemi, tapi Mohon Bertahanlah

20 November 2020   07:48 Diperbarui: 20 November 2020   07:52 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Relawan mundur (youtube kompastv).

Sejumlah relawan Covid-19 mengundurkan diri. Mereka kecewa dengan tindakan Satgas Covid-19 yang menyumbangkan puluhan ribu masker dan hand sanitizer pada kegiatan terlarang di Petamburan. Pada saat yang sama daya tahan masyarakat di tengah pandemi semakin diuji.

"Kita serius bekerja di lapangan, nggak membuat konten". Terasa dalam kata-kata itu meluncur dari seorang anggota BPBD di Jawa Tengah Oktober lalu.

Entah bermaksud ingin menegaskan bahwa mereka tetap tegak melawan pandemi atau hendak menyindir halus pemimpin mereka yang saat pandemi mengganas justru masih sempat melawat jauh-jauh dan merekam konten untuk youtube.

Begitulah kontradiksi di tengah pandemi. Ada yang berkeringat deras menjadi garda di muka, tapi ada pula yang lebih beruntung di belakang meja dengan cukup memberi petunjuk, berdiplomasi dengan teori-teori, lalu memanfaatkan pandemi sebagai instrumen memoles citra diri.

Ada yang benar-benar pahlawan sejati di ruang bertekanan negatif, tapi kurang dianggap. Sebab yang dilirik hanya pahlawan di media dan media sosial.

Ada yang menahan letih sampai pecah kulit wajahnya dan memberikan hidup matinya demi menjaga hidup mati orang lain. Tapi ada pula yang enteng berkata "hidup mati sudah digariskan Tuhan".

Meski jiwa-jiwa terus bertumbangan, bagi mereka yang tak peduli, pandemi hanya kebohongan. Percaya pada Corona berarti tunduk pada kebohongan dan konspirasi.

Begitulah Indonesia hari ini setelah berbulan-bulan menggempur dan digempur oleh musuh yang tak terlihat.

Kenyataan bahwa banyak di antara kita tetap gigih dan pantang menyerah menghadapi pandemi besar kemungkinan merupakan buah dari karakter bangsa pejuang. Dalam untaian panjang DNA orang Indonesia terselip beberapa spot gen pejuang yang diwariskan dari darah dan keringat pahlawan selama ratusan tahun penjajahan.

Memang tampaknya gen-gen tersebut lebih sering terbenam. Ekspresinya yang dipicu oleh stimulus lingkungan menjadikannya istimewa: "pejuang tak harus menunjukkan dirinya di mana-mana, tak mesti terkenal dan dikenal, tapi daya penyelamatannya nyata dirasakan"

Sementara ada yang terus-menerus memotivasi dengan mengulang kata-kata: "kita harus optimis". Sayangnya tak cukup tanda-tanda optimisme yang diberikan.

Saat lelah fisik dan mental nyaris menyentuh batas kewarasan (youtube kompastv).
Saat lelah fisik dan mental nyaris menyentuh batas kewarasan (youtube kompastv).
Negeri penuh kontradiksi. Begitulah kita hari ini.

Ada yang berulang kali keras kepala ingin lockdown, tapi mempermudah jalan bagi kerumunan kelompok tertentu. Ada yang berkata keramaian sudah dilarang, tapi tak dibubarkan. Ada yang sangat obsesif dengan vaksin dan membentuk tim percepatan vaksin, tapi lalu meminta para pembantunya jangan terburu-buru melakukan vaksinasi.


Maka dari itu, jangan cemooh mereka yang berteriak: "Indonesia Terserah". Sebab itu bukan isyarat menyerah. Melainkan pertanda bagi kita untuk segera menentukan pilihan: "terus berjuang atau buang badan". Terserah saya. Terserah kamu. Terserah kita semua.

Seorang tukang becak berkata, "wes kembang kempis, mas". Ia terpaksa memulangkan istri dan anaknya ke kampung agar tak makin terhimpit kesusahan di kota.

Seorang relawan berujar lirih, "Nggak ngertilah, pokoke cape banget". Sekali lagi itu bukan tanda mengeluh dan menyerah. Meski tenaga manusia bukan langit yang tak bersekat. Kekuatan manusia bukan lautan yang tak bertepi. Mereka hanya meminta kita untuk bergantian melanjutkan perjuangan.

Beruntung sekali negeri ini diberkahi. Sebab dalam diri setiap orang Indonesia terdapat gen-gen bagi sifat pejuang lengkap dengan tombol "on/off".

Meski lelah fisik, mental, dan emosional nyaris menyentuh batas kewarasan, tombol itu masih berfungsi. Menunggu untuk ditekan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun