Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Berbagi Beban dengan Lima Langkah Pasti Melawan Ketidakpastian karena Pandemi

30 Juni 2020   16:11 Diperbarui: 30 Juni 2020   16:09 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belanja di warung makan terdekat yang menerima pembayaran nontunai (dok. pri).

Bicara soal pandemi Covid-19, semua negara termasuk Indonesia, sedang berusaha keras menangani krisis yang terjadi. Bukan hanya krisis kesehatan, tapi juga ancaman krisis ekonomi dan keuangan.

Gangguan pada stabilitas ekonomi dan sistem keuangan akibat berbagai tekanan di berbagai sektor sangat mungkin terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang anjlok, jatuhnya kegiatan ekonomi dan industri domestik, meningkatnya jumlah pengangguran, dan daya beli yang menurun, harus segera diredam.

Di sisi lain penanganan pandemi yang bertumpu pada pembatasan mobilitas dan jaga jarak memiliki implikasi tersendiri. Sadar bahwa risikonya tidak ringan, Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020 menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Covid-19. Perppu ini resmi menjadi undang-undang pada 18 Mei 2020.

Lewat instrumen tersebut Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diberikan perluasan kewenangan. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk memitigasi kerentanan dan kondisi darurat yang mungkin terjadi. Selain itu digelontorkan dukungan fiskal sebesar Rp677,2 triliun untuk berbagai sektor.

Dua langkah di atas mengindikasikan bahwa upaya menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dalam situasi pandemi merupakan salah satu prioritas dan pekerjaan besar. Apalagi pandemi belum diketahui kapan akan berakhir. Sepanjang itu pula banyak ketidakpastian.

Menghadapi gelombang ketidakpastian, sistem keuangan nasional harus dijaga secara maksimal untuk mencegah gelombang krisis semakin dalam. Stabilitas Sistem Keuangan yang terjaga dan berfungsi secara efektif serta efisien akan memberikan "imunitas" terhadap berbagai kerentanan sehingga perekonomian dan pembangunan bisa tetap bergerak maju.
***
Pekerjaan besar hampir tidak mungkin bisa dijalankan oleh hanya segelintir pihak. Memang menjaga Stabilitas Sistem Keuangan merupakan otoritas Pemerintah, Bank Indonesia serta lembaga lainnya yang memiliki wewenang. Benar bahwa senjata utamanya berada di Bank Indonesia melalui kebijakan-kebijakan makroprudensial.

Namun, banyak unsur yang saling berinteraksi dalam sistem keuangan. Ada lembaga keuangan (bank dan nonbank), pelaku pasar keuangan, korporasi, dan rumah tangga. Masalah pada salah satu unsur bisa mempengaruhi sistem secara keseluruhan dan berdampak pada sistem keuangan yang berpotensi menimbulkan krisis.

Oleh karena itu, sebagai masyarakat sekaligus bagian dari ekosistem rumah tangga kita tidak boleh menutup mata. Sebagus apapun skenario penangangan oleh pemerintah dan secanggih apapun senjata makroprudensial Bank Indonesia, hasilnya tidak akan maksimal tanpa dukungan masyarakat.

Maka kuncinya ialah "berbagi beban dan tanggung jawab". Jika setiap warga negara mau melakukannya, maka pemerintah, Bank Indonesia serta otoritas lainnya bisa lebih fokus pada urusan utama yang lebih besar. Harapannya pandemi bisa ditangani secara lebih cepat dan krisis ekonomi yang lebih dalam bisa dihindari.

Walau begitu "berbagi beban dan tanggung jawab" jangan dianggap sebagai keharusan untuk menghadirkan usaha-usaha yang rumit. Peran kita sebagai anggota masyarakat dan ekosistem rumah tangga dalam ikut menjaga Stabilitas Sistem Keuangan bisa diwujudkan melalui tindakan-tindakan sederhana, tapi konsisten.

Masyarakat menyerbu tempat perbelanjaan pada awal pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia (dok. pri).
Masyarakat menyerbu tempat perbelanjaan pada awal pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia (dok. pri).
Pertama, mulailah dengan menjaga pikiran tetap positif. Memang tidak mudah untuk selalu berpikir positif dalam situasi sulit seperti sekarang. Saya pun sempat khawatir pandemi akan mengguncang kehidupan yang selama ini telah dijalani dengan lumayan tenang.


Muncul rasa cemas bahwa keselamatan dan kesehatan saya beserta orang-orang tercinta akan terancam oleh Korona. Khawatir pundi-pundi penghasilan berkurang. Sempat merasa takut bahwa dompet akan terkuras untuk memenuhi kebutuhan tambahan yang semakin melambung.
Kekhawatiran, kecemasan, dan ketakutan semacam itu tidak bisa dipungkiri. Namun, tidak boleh dibiarkan karena bisa memicu kita mengambil keputusan keliru seperti pembelanjaan panik dan menimbun kebutuhan.


Pikiran yang positif akan menumbuhkan optimisme dan masyarakat yang optimis bisa bergerak mencari solusi guna mencegah situasi semakin buruk. Oleh karena itu, di tengah pandemi yang hebat sebisa mungkin saya tetap mengembangkan pikiran positif. Pandemi pasti akan bisa dilalui. Lagipula tidak ada satu negara pun yang ingin hancur oleh krisis sehingga pemerintah telah menjadikan penanganan Korona sebagai prioritas tertinggi saat ini.

Kedua, penting untuk melindungi diri dan lingkungan dari wabah informasi bohong. Dua bulan pertama semenjak Korona mewabah saya lumayan pontang-panting meluruskan hoax yang mengalir di grup whatsapp keluarga. Mulai dari hoax yang ringan sampai yang berpotensi merusak. Mulai dari disinformasi seputar virus Korona itu sendiri sampai berita bohong tentang kebijakan pemerintah.

Hampir setiap hari saya cerewet di grup whatsapp keluarga. Berulang kali saya meminta anggota keluarga yang lain untuk menghapus informasi keliru yang disebarkan. Kadang saya memberi peringatan serius agar mereka tidak mudah mempercayai dan menyebarkan berita bohong.

Bagi saya dalam situasi pandemi, hoax tidak boleh dianggap remeh karena informasi bohong bisa merusak kepercayaan terhadap pemerintah dan otoritas lainnya yang sedang bekerja mengatasi krisis.

Bayangkan apabila distorsi informasi sampai menimbulkan panic buying yang luas, penarikan uang tabungan secara besar-besaran, merebaknya spekulan, kelangkaan barang, penjarahan dan melambungnya harga secara tidak terkendali.

Itu akan memperburuk sistem keuangan yang sedang tertekan. Penanganan dan pemulihannya bisa lebih sulit karena ekosistem keuangan sangat sensitif terhadap faktor kepercayaan. Hoax juga bisa membuat masyarakat kehilangan kepedulian sehingga merasa tidak perlu berbuat apapun.
Oleh karena itu, sekecil apapun upaya kita dalam melawan hoax pasti sangat berarti bagi terpeliharanya kepercayaan masyarakat pada pemerintah dan otoritas keuangan. Kepercayaan merupakan salah satu kekuatan untuk menangani krisis sekaligus pertahanan untuk mengantisipasi ketidakpastian.

Ketiga, gerakan kepedulian sangat berguna untuk mencegah dampak krisis agar tidak semakin dalam. Ada banyak cara dan bentuknya. Salah satu yang mudah ialah mendukung UMKM di lingkungan sekitar.

Belanja di warung makan terdekat yang menerima pembayaran nontunai (dok. pri).
Belanja di warung makan terdekat yang menerima pembayaran nontunai (dok. pri).
Kita tahu bahwa UMKM merupakan pilar ekonomi yang strategis, termasuk pada saat terjadinya krisis. Selain menyerap banyak tenaga kerja, UMKM juga mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Maka penting untuk menjaga keberlanjutan UMKM di tengah pandemi.

Kalaupun tidak terjun sebagai pelaku UMKM, kita bisa mendukung dengan berbelanja produk lokal. Jika kita masih lebih beruntung dari segi ekonomi, datangilah warung sebelah milik tetangga. Hal itu sangat berarti dalam memperkuat UMKM di tengah krisis sehingga pendapatan mereka tidak semakin limbung. Sekarang saatnya kita lebih peduli menjaga keberadaan UMKM di sekitar kita agar kegiatan perekonomian lokal tetap bergulir dan tidak semakin banyak orang yang kehilangan pendapatan.

Keempat, pakai nontunai sekarang juga. Sejak 2014 saya terbiasa bertransaksi secara nontunai, terutama dengan kartu debit dan uang elektronik. Dan pandemi ini membuat saya semakin mengerti ada banyak lapis kebaikan di baliknya.

Mudah, efisien, dan aman sudah pasti. Ditambah fakta bahwa transaksi nontunai memiliki keunggulan dari aspek kesehatan karena mengurangi potensi penyebaran Covid-19 yang bisa menular melalui media uang kertas dan logam.

Saatnya nontunai! (dok. pri).
Saatnya nontunai! (dok. pri).
Transaksi nontunai juga memudahkan mitigasi terhadap risiko gangguan sistem pembayaran. Semakin mudah sistem pembayaran dimitigasi, maka dampak pandemi pada sistem keuangan juga bisa dihadang sejak dini sehingga krisis bisa diredam.

Oleh karenanya himbauan pemerintah dan Bank Indonesia agar masyarakat mengutamakan transaksi secara nontunai selama pandemi perlu didukung. Kebiasaan bertransaksi nontunai lebih dari sekadar urusan gesek dan memindai QR code, tapi demi kepentingan dan keselamatan yang lebih besar.

Kelima, jangan boros. Datangnya pandemi Covid-19 secara tiba-tiba, menyebar dengan cepat, serta memukul hampir semua sendi kehidupan, membawa pelajaran berharga bahwa hari-hari ke depan sulit untuk diduga. Maka kita mesti siap menghadapi ketidakpastian.

Pandemi Covid-19 mengingatkan saya tentang pentingnya hal itu. Biasakan untuk melihat ke depan dalam memutuskan sesuatu. Jika sedang memiliki kelebihan rezeki jangan bertindak boros dan terlena dengan kenyamanan. Membiasakan menabung atau berinventasi yang aman akan sangat berguna untuk bertahan saat terjadi guncangan seperti sekarang.

Pada saat yang sama kebutuhan dirasakan bertambah, terutama kebutuhan sanitasi dan kesehatan. Namun, itu bukan pembenaran untuk berperilaku konsumtif. Perlu diketahui bahwa perilaku konsumsi yang menggebu-gebu selama pandemi bisa mempengaruhi inflasi. Jika terjadi secara luas, stabilitas sistem keuangan akan terguncang.

Memang pengeluaran bertambah untuk belanja hand sanitizer, masker, sabun, vitamin, serta data internet. Tapi itu bisa dipenuhi dengan mengalihkan alokasi dana lainnya, misalnya dana gaya hidup. Selama tiga bulan belakangan saya menahan diri tidak belanja buku meski banyak penawaran diskon yang menggiurkan. Dananya saya gunakan untuk mencukupi kebutuhan sanitasi dan internet.

Sementara penghematan tetap bisa dilakukan karena pada saat yang sama pengeluaran untuk transportasi harian dan mudik lebaran bisa ditunda. Dana untuk menonton konser dan liburan juga bisa ditabung.

Pandemi mengingatkan kita pentingnya menabung agar bisa bertahan saat terjadi guncangan (dok. pri).
Pandemi mengingatkan kita pentingnya menabung agar bisa bertahan saat terjadi guncangan (dok. pri).
Demikianlah beberapa langkah dan perilaku yang perlu kita kedepankan di tengah ketidakpastian akibat pandemi sekarang. Bukan berarti saat pandemi telah usai hal-hal itu tidak dibutuhkan lagi.


Namun, situasi sulit saat ini menjadi momentum bagi kita untuk membangun kebiasaan dan kebijaksanaan yang lebih tanggap terhadap situasi masa depan. Cobalah untuk melakukannya secara konsisten dan penuh kedisplinan. Meski akhir pandemi masih sangat belum pasti, kita bisa melakukan upaya yang pasti untuk menghindari dampak krisis yang semakin dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun