Berlebaran di tengah pandemi Covid-19 membuat banyak orang  harus menahan diri dan rindu. Bukan hanya kepada keluarga di kampung halaman, tapi juga terhadap masakan dapur rumah yang sering tak bisa ditandingi kelezatannya.
Salah satu alternatifnya ialah membeli atau mencari penjual masakan khas lebaran, seperti opor ayam, rendang, dan lain sebagainya. Di Yogyakarta cukup mudah menemukan menu-menu itu.
Namun, situasi pandemi membuatnya jadi sulit. Pada lebaran di situasi normal saja tak banyak penjual makanan dan warung yang buka, apalagi di tengah pandemi yang belum terkendali.
Tengok saja ruas Jalan Kaliurang, Sleman, sepanjang 2 km mulai dari kampus UGM ke utara. Kawasan yang biasanya menyuguhkan aneka rupa menu sarapan, seperti gudeg, nasi kuning, bubur ayam, dan jajanan pasar kini sangat sepi.
Hanya ada tiga penjual sarapan yang terlihat pada Senin (25/5/2020) pagi tadi. Ini sebenarnya lumayan mengejutkan. Semula saya mengira para penjaja sarapan baru akan kembali berjualan beberapa hari setelah lebaran. Tapi ternyata pagi ini segelintir di antara mereka telah muncul.
Sudah 25 tahun Pak Edi berjualan makanan di Jalan Kaliurang. Ia sempat berpindah-pindah lokasi, tapi masih di ruas jalan yang sama. "Dulu pernah di depan (toko) Wijaya", kata pria 63 tahun ini.
Sepanjang itu pula Pak Edi meyuguhkan nasi kuning, nasi rames, dan lontong opor setiap hari. Pembelinya kebanyakan orang-orang yang melintas di Jalan Kaliurang. Ada sopir taksi, tukang ojek, dan tentu saja mahasiswa.
Mereka mulai memasak pada malam hingga dini hari. Menjelang subuh makanan-makanan itu dihangatkan lagi. Selanjutnya dari rumah mereka di Karangwuni, Sleman, Pak Edi mendorong gerobaknya sampai ke lokasi berjualan.
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari dua bulan dirasakan lumayan berat bagi Pak Edi. Jalanan yang semakin sepi serta orang-orang yang lebih banyak diam di rumah membuat pembeli berkurang.
Selama Ramadan Pak Edi memutuskan berhenti berjualan. Sempat terpikir untuk melayani pembeli menjelang berbuka, tapi niat itu urung dilaksanakan. Baru pada Minggu (24/5/2020) bertepatan dengan hari raya Idulfitri, Pak Edi berjualan lagi. "Mau gimana lagi, nggak ada uang", katanya Selasa pagi tadi.
Saya beruntung bisa menjumpai gerobak Pak Edi pagi ini. Di satu sisi Pak Edi sedang berikhtiar mengupayakan rezekinya di tengah situasi pandemi yang sulit. Pada saat bersamaan kehadirannya juga disyukuri oleh orang-orang yang ingin sarapan di tengah langkanya penjual makanan saat lebaran.
Apalagi ada satu hal dari dalam gerobak Pak Edi yang lumayan bisa mengobati kerinduan suasana lebaran di kampung halaman. Pagi tadi saya membeli lontong opor dengan lauk ayam darinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H