Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jatuh Bangun Abdul, Petani Muda Asal Pemalang Melawan Corona

16 Mei 2020   09:03 Diperbarui: 16 Mei 2020   11:17 2660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Abdul Jalal Bisri, petani muda asal Pemalang, Jawa Tengah (dok. abdul).

Pandemi Covid-19 memukul banyak kalangan tanpa pandang bulu. Termasuk petani serta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bidang pertanian. Namun, bukan berarti tak ada jalan sama sekali.

Wabah Corona memaksa Abdul Jalal Bisri memutar otak. Tak lagi hanya sebagai petani yang menunggu di kebun, ia mau selangkah menekuni UMKM pertanian. Melalui aplikasi marketplace daring ia mencoba menjangkau langsung pembeli. Hasilnya, setelah bertahun-tahun menjadi petani, Abdul Jalal Bisri baru kali ini menikmati harga jahe merah yang lebih baik.

Saya mengenal Abdul April lalu secara tak sengaja melalui aplikasi daring dari saat hendak membeli jahe merah. Setelah beberapa penjual, harga yang ditawarkan oleh Abdul lebih bersahabat. Penilaian dari para para pembeli sebelumnya juga baik. Itu yang akhirnya membuat saya memutuskan bertransaksi.

Tiga hari kemudian, pada 20 April 2020 paket 500 gram jahe merah dari Abdul saya terima dalam keadaan utuh. Malah saya mendapatkan bonus tak terduga.

Selain satu kantung jahe merah segar, saya juga mendapatkan satu kantung plastik tambahan berisi temulawak, kunyit, dan kulit kayu manis. Padahal saya hanya memesan dan membayar untuk 500 gram jahe merah seharga Rp32.000.

berdialog dengan Abdul melalui whatsapp (dok. pri).
berdialog dengan Abdul melalui whatsapp (dok. pri).
Setelah memeriksa testimoni di toko daring milik Abdul, ternyata banyak pembeli yang juga mendapatkan bonus. Rata-rata mereka puas dengan kualitas jahe yang dijual Abdul dan senang dengan bonus empon-empon yang diberikan.

Penasaran dengan cara Abdul melayani jual beli jahe merah, saya lalu mencoba menghubunginya lewat chat di aplikasi Shopee. Abdul meresponnya dan bahkan mau memberi nomor telepon pribadinya.

Selasa, 21 April 2020, saya menghubunginya. Pesan whatsapp saya dibalasnya meski hari sudah malam. Selanjutnya obrolan ringan berlangsung selama sekitar 1 jam. Abdul bercerita banyak, termasuk mengutarakan duka sebagai petani yang terdampak Covid-19. Uraian berikut disusun berdasarkan percakapan saya dengan Abdul malam itu.
***
Abdul merupakan petani muda asal Desa Gunungsari, Pemalang, Jawa Tengah. Bercocok tanam sudah dikenalnya secara dekat sejak kecil melalui orang tuanya serta warga di kampungnya yang kebanyakan merupakan petani dan penggarap kebun.

Usai menuntaskan bangku SMK, pemuda 29 tahun ini memilih memanggul cangkul. Bersama ibunya ia mengolah kebun di kaki Gunung Slamet yang sejuk.

Di kebunnya ia menanam banyak sayuran dan empon-empon sekaligus. Tanaman seperti cabai, bawang merah, sawi, wortel, dan labu ia tanam bersama jahe merah, kunyit, dan temulawak.

Kebun milik Abdul dan keluarganya (dok. Abdul).
Kebun milik Abdul dan keluarganya (dok. Abdul).
Meski memiliki bekal pengetahuan yang cukup, Abdul seperti kebanyakan petani desa pada umumnya yang sering harus mengalami nasib kurang menguntungkan jika berurusan dengan pemasaran.

Apalagi, ia menjual hasil panennya melalui pengepul sehingga keuntungannya tak maksimal karena harga secara umum ditentukan oleh pengepul. "Petani di sini hanya untung 500-1000 rupiah perkilonya", katanya menekankan.

Bukan hanya keuntungan yang rendah, pembayaran dari pengepul pun sering terlambat diterimanya. Kadang pengepul langsung membawa hasil panennya ke pasar tanpa memberi kepastian kapan pembayaran akan dilakukan.

Gara-gara Corona
Tak ingin selalu bergantung pada pengepul, Abdul kemudian mencoba membawa hasil kebunnya langsung ke pasar terdekat. Penjualan hasil kebun dilakukannya di pinggir jalan karena ia tak punya kios di pasar.

Cara ini telah dianggapnya lebih baik hingga kemudian datang gelombang wabah Corona. Pasar yang menjadi harapannya tutup seketika. Belakangan pasar kembali dibuka, tapi aktivitas jual beli dibatasi dan orang-orang seperti dirinya yang tak punya kios tetap tak bisa leluasa datang ke pasar.

Hasil kebun yang ditawarkan Abdul melalui marketplace daring Shopee (dok. pri).
Hasil kebun yang ditawarkan Abdul melalui marketplace daring Shopee (dok. pri).
Menurut Abdul, wabah Corona benar-benar telah memukul petani-petani desa seperti dirinya. Ia bahkan sempat kesulitan memasarkan hasil kebun hingga terpaksa membiarkan sejumlah jenis sayuran yang telah dipanen menjadi layu dan tak laku dijual. "Terpaksa banting harga atau membiarkan busuk karena nggak ada yang beli", jelasnya lagi.

Beruntung Abdul memiliki bekal pengetahuan teknologi informasi. Ia mencoba hal baru dengan berjualan secara daring. Sebuah toko daring dibukanya di sebuah marketplace daring.

Jahe yang baru dipanen Abdul (dok. abdul).
Jahe yang baru dipanen Abdul (dok. abdul).
Dua bulan terakhir semenjak wabah Corona melanda, Abdul memaksimalkan penjualan hasil kebunnya secara daring. Mulai dari empon-empon seperti jahe dan temulawak, hingga sayuran segar seperti kentang, bawang merah, dan cabe, semuanya ia tawarkan secara daring.

Hasilnya pun cukup lumayan. Abdul mengaku untuk pertama kalinya ia bisa menikmati harga yang lebih baik setelah berjualan daring. Meski keuntungannya tak terlalu besar, tapi masih lebih baik dibanding yang didapatnya dari pengepul.

Harapan dari Jahe Merah
Dari semua yang ditanamnya jahe merah menjadi yang paling dicari pembeli. "Rata-rata sehari (laku) 10 kg", terangnya. Padahal sebelumnya jahe merah tak terlalu dilirik orang. Menurut Abdul dulu orang hanya membeli jahe dalam jumlah sedikit untuk pelengkap bumbu.

Oleh karena itu ia sempat kaget ketika mendapat banyak pesanan jahe merah. Bahkan, pada hari saat kami berkomunikasi, Abdul mengaku baru mengirim 12 paket pesanan jahe merah ke Purwokerto, Semarang, dan Jakarta.

Untuk memenuhi pesanan yang datang Abdul pernah terpaksa memanen jahe merah lebih awal. Akibatnya beberapa pembeli kurang puas dengan kualitasnya.

Sebagian hasil kebun yang ditanam Abdul (dok. abdul).
Sebagian hasil kebun yang ditanam Abdul (dok. abdul).
Semenjak itu Abdul memilih menjaga kualitas jahe merah yang dipanennya. Jahe baru dipanen dari kebun saat ada pesanan atau memang sudah tiba waktunya memanen sehingga terjaga kesegarannya. Jika hasil kebunnya tidak mencukupi, ia mengumpulkan jahe merah dari sesama petani di desanya dan menjualnya melalui toko daring miliknya.

Abdul sebenarnya sudah berusaha mengenalkan cara memasarkan hasil kebun secara daring kepada petani-petani di kampungnya. Namun, responnya kurang memuaskan. Secara umum para petani di kampung masih terkungkung pada pemikiran untuk menjual hasil kebun secara langsung agar bisa mendapatkan uang sesegera mungkin.

Memuaskan Pembeli
Untuk menarik dan memuaskan para pembeli, Abdul sering memberikan bonus. Bungkusan berisi temulawak, kunyit, dan kayu manis sering ditambahkannya ke dalam paket pesanan jahe merah.

Rata-rata pembelinya kaget dan senang mendapatkan bonus cuma-cuma tersebut. Apalagi kualitas jahe dan empon-empon lainnya yang diberikan Abdul sangat baik. Sebaliknya, jika ada pembeli yang kurang puas Abdul pun bersedia mengembalikan selisih pembayaran.

Sebagian testimoni pembeli yang puas dengan produk yang dijual Abdul (dok. pri).
Sebagian testimoni pembeli yang puas dengan produk yang dijual Abdul (dok. pri).
Melonjaknya harga jahe merah seiring meningkatnya minat konsumsi masyarakat terhadap empon-empon sebenarnya menggiurkan bagi petani seperti Abdul. Meski demikian ia tak ingin menaikkan harga secara gila-gilaan.

Abdul mengaku tidak "ngoyo" mencari keuntungan besar dan memilih menetapkan harga yang menurutnya dirasa dalam batas wajar untuk kondisi sekarang. "Segitu aja nggak papa, cukup sesuai pasaran dan nalar", tegasnya.

Gadaikan Laptop
Kebiasaan memberi bonus kepada para pembeli sempat mendatangkan masalah besar bagi Abdul karena paket pesanan yang dikirimkannya menjadi kelebihan berat. Meski kelebihannya hanya sekitar 200 gram, ekspedisi ternyata menghitungnya dengan pembulatan ke atas.

Akibatnya untuk setiap pesanan 1 kg Abdul harus membayar biaya kirim sebanyak 2 kg. Tambahan biaya tersebut ia tanggung sendiri. Ia tak bisa meminta pembeli atau penyedia layanan marketplace untuk mengganti selisih biaya kirim karena inisiatif menambah isi paket datang darinya sendiri.

Jahe merah dari kebun milik Abdul (dok. pri).
Jahe merah dari kebun milik Abdul (dok. pri).
Jika dikalikan jumlah pesanan yang sudah dikirimkannya selama ini, Abdul mengaku sudah mengeluarkan banyak biaya tambahan.

Pada saat bersamaan ia masih butuh modal untuk mempertahankan usaha kebun miliknya dan menjaga kelangsungan jual beli hasil kebun. Oleh karena itu, Abdul terpaksa merelakan sejumlah barang pribadi demi bisa mendapatkan tambahan dana. 

"Saya sampai menggadaikan kamera dan laptop", terangnya.

Sebagian jahe merah dan bonus empon-empon yang saya dapat dari toko daring Abdul (dok. pri).
Sebagian jahe merah dan bonus empon-empon yang saya dapat dari toko daring Abdul (dok. pri).
Meski demikian Abdul tak kapok apalagi menyesal. Untuk mensiasati kelebihan berat paket, Abdul menambah pilihan jasa pengiriman lain di toko daring miliknya.

Cara tersebut memungkinnya menambah berat 200-300 gram tanpa dikenakan pembulatan ke atas. Dengan toleransi berat yang menguntungkan dari jasa pengiriman ini, ia tetap bisa memberikan bonus tambahan kepada pembeli.

Kini, Abdul berharap pandemi Covid-19 segera berakhir agar para petani desa seperti dirinya bisa kembali berkebun dan melakukan jual beli hasil kebun secara maksimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun