Menyantap makanan sehat kian menjadi pilihan banyak orang saat ini. Keinginan meningkatkan daya tahan tubuh untuk menghadang serangan Covid-19 beriringan dengan kebutuhan untuk menyeimbangkan asupan makanan selama berpuasa Ramadan.
Salah satu makanan yang paling mudah disiapkan ialah yang berbahan buah-buahan. Kita bisa menggarap buah-buahan menjadi jus, es, smoothie, salad, atau dinikmati langsung selagi segar.
Kita beruntung memiliki banyak pilihan buah nusantara. Ada yang melimpah saat musimnya, tapi banyak pula yang tersedia sepanjang tahun. Kabar baik juga harga beberapa buah-buahan mengalami sedikit penurunan pada masa Ramadan kali ini. Kita pun bisa mendapatkan aneka macam buah dengan harga yang lebih murah.
Kebanyakan orang Indonesia mengkonsumsi buah secara langsung dari bagian-bagiannya atau paling lazim meraciknya menjadi es buah. Sementara mengolah dan mengonsumsi smoothie baru menjadi gaya hidup kalangan tertentu. Smoothie makin digemari karena dianggap lebih sehat. Apalagi, bisa dipadukan dengan sayuran sehingga mendapatkan lebih banyak serat.
Dulu semasa kecil ibu sering sekali membuat agar-agar di rumah. Saya tidak tahu pasti latar belakangnya. Kemungkinan besar karena saat kecil saya tergolong susah makan, tapi suka jajan. Sering saya diajak belanja ke pasar dan hampir selalu pulang dengan mengantungi agar-agar dalam mangkuk-mangkuk plastik berukuran kecil lengkap dengan sendok plastik berwarna hijau atau merah di atasnya. Bagi saya jajanan tersebut termasuk yang terbaik di masanya. Apalagi, warna merahnya yang mencolok. Anak kecil mana yang tidak akan merajuk melihat jajanan semacam itu.
Mungkin karena itulah Ibu memutuskan untuk membuat agar-agar di rumah. Daripada anaknya terus menerus minta jajan di luar, lebih baik membuat sendiri.
Kenyataannya saya menyambutnya dengan suka cita. Setiap kali ibu membuatkan agar-agar saya selalu antusias menyertainya. Saya ikuti bagaimana serbuk agar-agar dimasukkan ke air yang mendidih. Kadang saya meminta untuk dizinkan mengaduk atau memasukkan gulanya. Tapi secara semena-mena saya suka mencomotnya sebagian untuk dimasukkan ke mulut.
Setelah campuran dituangkan ke wadah saya akan menungguinya sampai agar-agarnya menjadi dingin dan padat. Saya benar-benar menungguinya. Sering karena tak sabar  saya menusuk-nusukkan garpu demi  mengetahui apakah agar-agar sudah memadat atau belum. Kalau belum padat, saya akan meniupi atau mengipasinya. Pokoknya bagaimanapun caranya agar-agar itu harus segera padat dan dingin agar bisa saya nikmati.
Menariknya bahan serbuk agar-agar dari dulu sampai sekarang tak jauh berubah bentuk dan kemasannya. Bungkusnya masih berupa plastik kuning dengan gambar burung walet dan matahari. Benar-benar legendaris.