Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

1 Ramadan, Pada Dasarnya Indonesia Telah "Lockdown"

24 April 2020   10:54 Diperbarui: 24 April 2020   11:02 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lockdown lokal di sebuah kampung di Sleman, DIY (dok. pri).

Jumat, 24 April 2020, lengkap sudah segala instrumen pengendalian penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dimulai dengan penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penetapan status Bencana Nasional, hingga yang paling besar bertepatan dengan 1 Ramadan 1441 H, yakni larangan mudik secara luas.

Diberlakukannya larangan mudik tahun ini meneguhkan pembatasan mobilitas manusia secara lebih ketat. Jalur transportasi darat dilarang melayani lalu lintas masyarakat antar wilayah sampai 31 Mei. Kereta api menghentikan operasi sampai 15 Juni. Transportasi laut dilarang sampai 8 Juni. Sedangkan lalu lintas udara dengan penerbangan komersil dan carter distop sampai 1 Juni. 

Meski pembatasan dan pelarangan mudik atau pulang kampung masih akan diberlakukan bertahap, tapi pada dasarnya mulai hari ini kita hanya bisa bergerak di dalam kota. Dengan kata lain sebenarnya hari ini Indonesia telah memasuki fase serupa "Lockdown".

Memang tak pernah ada istilah resmi "lockdown" dalam aturan maupun kebijakan apapun dalam konteks Indonesia. Namun, dalam konteks pembatasan sosial dan mobilitas, ini merupakan "karantina wilayah" atau "lockdown" dengan sejumlah penyesuaian, kalau tidak boleh dikatakan sebagai lockdown yang diperlunak.

Bukan "lockdown" berupa penguncian total. Kita masih bisa keluar rumah dan melangkah ke supermarket tanpa harus meminta izin ke aparat. Di beberapa tempat transportasi publik juga masih tersedia secara terbatas untuk melayani mobilitas di dalam wilayah.

Akan tetapi aktivitas kita mulai hari ini hanya berputar-putar di sekitar tempat tinggal. Apalagi jika daerah tempat kita berada termasuk zona merah yang menerapkan PSBB. Setidaknya sampai satu bulan ke depan, tidak ada yang dengan bebas keluar masuk Indonesia dan berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Pembatasan mobilitas yang ditingkatkan ini adalah "lockdown" versi Indonesia.

Tentu kenyataan ini tidak mudah diterima oleh hampir semua masyarakat Indonesia. Tak terkecuali saya. Akhir Februari lalu ketika mudik sehari untuk menengok kampung halaman, saya sudah membayangkan perjumpaan berikutnya pada lebaran nanti. Dalam perjalanan kembali saat itu telah terpupuk bayangan keriaan berkumpul di hari raya.

Namun, kondisi segera berubah seminggu kemudian. Konfirmasi Covid-19 di Indonesia yang diumumkan pertama kalinya pada awal Maret dengan cepat disusul banyak hal tak terduga.

Semua pasti tak senang dengan ini. Bahwa berita yang kita baca tentang Covid-19 di Indonesia pada  awal Maret lalu masih terkesan ringan, hari ini telah memaksa kita memasuki sejarah besar: kita tidak boleh mudik, dilarang pulang kampung, tidak bisa salat berjamaah, dicegah tarawih bersama, dan nanti kita hanya bisa menyapa keluarga dari jauh dan harus puas "sungkem virtual" kepada orang tua tanpa memeluknya secara langsung.
Sepertinya belum pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia, mudik dilarang secara resmi melalui instrumen dan peraturan yang berlapis-lapis seperti ini. Tak pernah terbayangkan pula bahwa semua ini dimulai tepat pada 1 Ramadan.

Jelas ini tidak mudah bagi semua. Tidak ada yang diuntungkan karena semua dirugikan dan menanggung susah. Situasi sulit yang bertepatan dengan Ramadan menambah nestapa.

Namun, Ramadan pula yang sesungguhnya menyediakan pintu berharga untuk kita mengukuhkan niat melakukan perbaikan hidup, memperbaiki cara memperlakukan sesama, dan memperbaharui cara menghargai lingkungan.

Klaster Ijtima Gowa yang menjadi salah satu simpul penyebaran Covid-19 di Indonesia barangkali bisa menjadi pembelajaran bagaimana sebuah ekspresi beragama yang hanya mementingkan eksistensi ritual dan mengabaikan kepentingan sosial bisa mendatangkan musibah.

Bukan hanya di Indonesia hal itu dijumpai. Di Korea Selatan acara peribadatan salah satu sekte Kristen bertanggung jawab atas lebih dari 3000 kasus positif Covid-19. Kejadian serupa juga berlangsung di India. Dengan demikian hasrat dan ekspresi beragama yang keliru telah memperparah wabah.


Maka Ramadan diharapkan menjadi momentum bagi kita semua untuk me-lockdown segala hawa nafsu serta keinginan-keinginan yang tanpa kita sadar bisa membawa kerugian bagi sesama. Ramadan kali ini menuntun kita meninjau ulang cara beragama kita.

Ramadan di tengah pandemi juga memaksa kita untuk meninjau ulang sejauh mana kita mensyukuri nikmat Ramadan. Barangkali pada tahun-tahun yang lalu kita memaknai "nikmat" itu dengan bersenang-senang melalui rangkaian buka bersama yang tak putus hari demi hari. Mungkin saja kita terlalu riang merayakan Ramadan dan lebaran hingga lupa untuk membagi keberuntungan dengan yang sedang menderita. Tahun ini Ramadan membawa kita semua begitu dekat dengan suasana nestapa.

Akan tetapi pada saat yang sama kita juga ditunjukkan jalan keluarnya, yakni dengan mematuhi anjuran jaga jarak, physical distancing, menjaga kebersihan, dan membatasi mobilitas.

Andai saja mulai 1 Ramadan ini kita sungguh-sungguh mentaati aturan serta imbauan dan me-lockdown segala keinginan serta perilaku yang membahayakan keselamatan bersama, Tuhan mungkin berkenan melimpahkan keajaiban.

Jika sebulan ini saja kita memperlihatkan perubahan menjadi manusia-manusia yang lebih baik dalam memperlakukan lingkungan dan sesama, bukan tidak mungkin Corona lebih cepat berlalu. Indonesia bisa sembuh lebih cepat dan kita bisa mudik tanpa harus menumpuk  rindu hingga tahun depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun