Sampai Selasa (14/4/2020) wanita 51 tahun ini masih menempuh jalanan yang sama. Meski hampir sebulan kampus telah sangat sepi, Bu Wiwin masih berharap rezeki pada setiap ruas jalan yang dikitarinya.
Selasa pagi tadi sekitar pukul 09.00 ia sudah sampai di tempat biasa. Di bawah sebuah pohon ia sandarkan sepedanya. Udara pagi dihirupnya sambil berharap keberuntungan menghampiri.
Pulang atau tidak pulang kampung sama-sama tidak mudah baginya yang merantau dari Lumajang. Ia tak bisa memilih kecuali tetap mengayuh sepedanya setiap pagi tanpa bisa memastikan berapa yang akan ia dapatkan seharian.
Begitupun Pak Bando yang setiap pukul 02.00 harus menembus gelap yang dingin dan lembab. Pada saat orang kebanyakan masih terlelap dan nyenyak di bawah selimut hangat, ia sudah menyisir jalanan.
Dicarinya barang-barang tak terpakai yang sekiranya masih berguna seperti kardus, botol, dan lain sebagainya. Sampah-sampah diangkutnya.
Berkat Pak Bando, ketika orang-orang bangun di pagi hari jalanan telah bersih. Tong-tong sampah di depan rumah telah kosong dan tak ada bau yang menyengat.
Tinggal di rumah selama pandemi memang baik bagi kesehatan. Namun, bagi orang-prang seperti Pak De, Bu Wiwin, dan Pak Bando, pandemi tampak tak memberi pilihan sama sekali.
Mereka tidak bisa memastikan bagaimana esok hari akan berlanjut jika harus tinggal di rumah. Nafkah mereka perlu dijemput setiap hari dan satu-satunya cara ialah dengan keluar rumah.
Wabah Covid-19 memang sangat berdampak pada banyak orang. Para sopir angkutan umum, kuli, buruh harian, pedagang-pedagang kecil, pemulung, pelayan rumah makan yang kena PHK, dan masih banyak lagi. Termasuk para pengemudi ojek online (ojol).