Tidak Tegas
Pembatasan Sosial Berskala Besar memang terdengar luar biasa kata-katanya. Akan tetapi PSBB sebenarnya lebih lunak dibanding karantina wilayah maupun darurat sipil. Oleh karena lebih lunak, PSBB perlu disertai kebijakan pendukung yang lebih tegas agar semakin berdaya guna melawan penyebaran Covid-19.
Sayangnya, pemerintah terkesan maju-mundur dalam kebijakan mudik. Padahal, langkah maju-mundur membuat kita terlalu banyak berhenti. Sementara Corona semakin kencang berlari dan menyebar mendahului upaya kita.
Memang sulit untuk membedakan antara sikap penuh perhitungan dan kebimbangan. Namun, ambiguisitas tak bisa ditutupi. Pemerintah seperti kurang yakin dengan langkah yang diambil. Ambil contoh ketika presiden menginstruksikan pemerintah daerah melakukan percepatan penanganan Covid-19 yang terkait kesehatan dan dampak ekonomi. Pemerintah daerah didorong untuk menetapkan kondisi daruratnya masing-masing karena daerah yang paling paham kondisi lokal. Pada saat yang sama kewenangan itu ditahan oleh aturan yang melarang pemerintah daerah mengambil tindakan lebih jauh.
Langkah maju-mundur melahirkan kebijakan yang tidak tegas dan ketidaktegasan melahirkan ketidakjelasan. Pada situasi seperti inilah improvisasi sejumlah daerah yang menerapkan "local lockdown" dan inisiatif komunitas masyarakat untuk melakukan "karantina wilayah mandiri" bisa dipahami.
Tantangan Isolasi Mandiri di Desa
Himbauan kepada pemudik untuk mengkarantina diri selama 14 hari sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) setelah sampai di kampung halaman bisa diterima. Namun, ada hal penting yang sepertinya dilupakan pemerintah tentang bagaimana masyarakat desa hidup.
Tidak ada jaminan bahwa mereka yang telah tiba di kampung halaman bisa disiplin mengkarantina dirinya sendiri dengan penuh kesadaran. Tradisi dan karakter masyarakat desa yang sangat senang bergaul menyodorkan sederet masalah soal pembatasan interaksi dalam suasana lebaran.Â
Kemudian tantangan menjalankan protokol karantina mandiri dengan benar. Rumah-rumah di kampung yang umumnya dihuni oleh keluarga besar tidak serta merta bisa disamakan dengan hunian yang memungkinkan ODP bisa tidur sendiri di kamar yang terpisah, mandi di kamar mandi terpisah, serta makan minum dengan alat yang berbeda. Oleh karena itu, karantina mandiri bagi para pemudik di kampung halaman tetap berisiko.
Ketidaktegasan dan ketidakjelasan kebijakan pemerintah soal mudik juga bisa memicu  ketegangan sosial terkait penerimaan pemudik di tempat tujuan. Seperti kita tahu beberapa daerah telah memperketat masuknya orang dari luar. Beberapa kampung memblokir gerbang masuk kampung disertai spanduk menolak orang dari luar daerah. Ini perlu dipikirkan juga karena bisa aterjadi kondisi di mana pemudik yang telah tiba di daerah tujuan atau kampung halaman, ternyata ditolak untuk masuk. Bagaimana memfasilitasi mereka? Di mana mereka akan ditampung dan mengkarantina dirinya?
Kementerian Desa telah mengeluarkan instruksi kepada setiap desa untuk menyiapkan tempat karantina atau isolasi mandiri. Akan tetapi membayangkan sebuah balai desa yang bisa disulap menjadi tempat karantina yang layak tidak akan sederhana.
Matangkan Skenario
Maju-mundur langkah pemerintah Jokowi mungkin juga membuat para pembantunya di lapangan mengalami kesulitan. Kementerian Perhubungan telah mengambil langkah tepat untuk membatalkan mudik gratis bersama. Akan tetapi dengan tidak adanya larangan yang tegas soal mudik, Kementerian Perhubungan dan aparat daerah harus merancang ulang strategi untuk melayani arus mudik. Meski tanpa mudik gratis, mudik kali ini akan jadi lebih dari sekadar perjalanan, tapi perang melawan transmisi Corona. Perlu upaya ekstra untuk memastikan bahwa arus mudik tidak akan menciptakan pusat-pusat penyebaran Corona baru di daerah.