Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Wanita Berjilbab di Diskotek Malam Itu

6 Februari 2020   08:22 Diperbarui: 6 Februari 2020   19:36 2647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kenangan dari Malang, 6 Desember 2011 di tengah pertunjukkan KAHITNA (dok. pri).

Masih saja saya tersenyum kalau mengingat peristiwa ini. Sebuah pengalaman istimewa yang saya dapatkan saat pertama kali masuk ke diskotek atau kelab malam.

Sudah lewat nyaris sepuluh tahun silam kejadiannya. Dan memori tentangnya tentu sudah tertimpa tumpukan memori-memori baru yang menyusul kemudian.

Namun, peristiwa ini tak pernah saya lupakan. Masih mudah bagi saya untuk mengingat rentetan kejadian yang hadir saat itu.

Memori ini tak sengaja terpanggil lagi beberapa hari lalu. Bermula dari kapasitas penyimpanan laptop yang sudah menunjukkan tanda merah dan hanya tersisa ruang kosong sekitar 2 GB. Mau tidak mau saya harus memindah atau menukar sebagian isi laptop ke hardisk eksternal. 

Maka dimulailah proses memilih folder-folder atau file-file yang perlu dipindah. Percayalah bahwa memutuskan folder dan file yang perlu dipindah seringkali bukan hal yang mudah dan penuh kebimbangan.

Singkat cerita, folder "Aku dan KAHITNA" termasuk yang harus saya pindahkan sebagian isinya.

Dalam folder ini tersimpan dokumentasi perjalanan saya ke beberapa kota untuk menonton KAHITNA selama beberapa tahun terakhir.

Folder ini semakin terisi dan penuh karena setiap menonton KAHITNA, beberapa foto dan video baru ditambahkan ke dalamnya.

Dari folder tersebut, album berlabel "Malang6Des2011" saya putuskan untuk dipindah ke hardisk eksternal yang juga membackup beberapa dokumentasi KAHITNA. Saat itulah tiba-tiba muncul keinginan untuk melihat lagi foto-foto di dalam album. Sejumlah memori lama pun bangkit kembali.

Malang, 6 Desember 2011 merupakan salah satu perjalanan paling nekat sekaligus penuh cerita selama saya menonton KAHITNA. Perjalanan itu meliputi 12 jam di dalam mobil travel, tidak mandi, menunggui KAHITNA makan malam, bincang-bincang dengan manajer dan personel KAHITNA, nyaris melompat pagar penginapan, hingga saatnya menonton KAHITNA beraksi.

Saat itu KAHITNA tampil di sebuah diskotek paling terkenal di Malang. Diskotek tersebut berada di kompleks sebuah hotel berbintang yang cukup ternama. Menurut kabar diskotek itu sekarang telah tutup. Entah tutup untuk selamanya, berganti nama, atau berpindah lokasinya.

Yang jelas itulah kali pertama saya memasuki diskotek atau klub malam. Sejak menginjak teras diskotek yang remang-remang saya langsung disuguhi banyak hal. Penampilan beberapa pengunjungnya lumayan mengejutkan mata. Wanita berbusana seksi dengan bagian punggung terbuka lebar, wangi parfum, laki-laki berpakain modis, hingga orang-orang bertubuh kekar, semuanya nyata di hadapan saya malam itu. Sempat saya bertanya dalam hati, kalau di Malang saja begini, bagaimana di Jakarta?

Sampai pada akhirnya saya tiba di dalam ruangan diskotek dan menyadari bahwa apa yang saya lihat dari sinetron, film, maupun tayangan TV lainnya tentang diskotek benar adanya. Lampu disko yang tergantung di atas berkilatan, tapi tak cukup menerangi ruangan yang temaram.

Ruangan yang tidak terlalu besar dan beratap rendah itu juga dilingkupi aroma yang cukup kompleks. Aroma asap rokok, minuman beralkohol, hingga rupa-rupa parfum telah bersenyawa. Aroma itu untuk sesaat mengejutkan syaraf-syaraf pembau di hidung. 

Suasana yang ganjil dengan cahaya redup juga membuat saya agak sulit memposisikan diri di dalamnya. Sempat duduk di sebuah sofa di pinggir ruang, tapi kemudian ditegur oleh seseorang.

Rupanya sofa itu telah dipesan oleh sekelompok pengunjung. Demikian pula dengan beberapa kursi dan meja berkaki tinggi yang ada di tengah ruang, semuanya telah dibooking.

Tiket yang saya pegang memang hanya tiket pertunjukkan. Sedangkan tempat duduk dan layanan lain di dalam diskotek seperti minuman dan cemilan dikenakan biaya khusus. 

Oleh karena KAHITNA masih agak lama munculnya, mau tak mau saya harus berdiri agak lama dengan perasaan sedikit canggung. Coba saya menyesuaikan diri sekadarnya dengan mengamati tingkah dan laku sejumlah orang di sekeliling. Benar-benar pemandangan dan pengalaman istimewa saya dapati.

KAHITNA akhirnya tampil setelah malam tergelincir dan hari baru saja berganti. Segera saya mencari posisi dan setelah menyelipkan badan ke sana kemari berdirilah saya di samping Yovie Widianto. 

Menonton KAHITNA dari samping sebenarnya kurang mengenakan. Selain tidak bisa melihat aksi mereka secara lebih jelas, telinga pun dihajar oleh getaran suara yang lebih kencang dari pengeras suara.

Beruntung tata suara dan musik pertunjukkan malam itu tidak ambyar sehingga lantunan merdu KAHITNA bisa dinikmati. Penonton dan pengunjung diskotek pun asyik mengikuti KAHITNA sepanjang dini hari itu.

Suasana pertunjukkan KAHITNA yang berlangsung dini hari di Malang saat itu (dok. pri).
Suasana pertunjukkan KAHITNA yang berlangsung dini hari di Malang saat itu (dok. pri).
Sorot lampu aneka warna yang sesekali berkilatan di dalam diskotek membuat saya bisa melihat ekspresi beberapa penonton. Di deretan paling depan, di antara muda-mudi yang terlihat khusyuk, berdiri wanita yang punggung busananya terbuka lebar. Ia yang saya lihat beberapa jam sebelum pertunjukkan rupanya menikmati KAHITNA.

Mengamati penonton memang aktivitas sampingan yang biasa saya lakukan ketika menonton KAHITNA. Saya percaya bahwa gairah, keriaan, dan adrenalin penonton bisa saling menular dan akhirnya membuat sebuah pertunjukkan musik semakin hidup.

Maka lepas dari wanita itu, pandangan saya bergeser ke kerumunan lain yang lebih dekat dengan posisi saya berdiri. Saat itulah kedua mata menatap sesuatu yang amat menarik sekaligus indah di tengah tempat aneh ini.

Seorang wanita berjilbab berdiri di sana. Tak bisa saya mendeskripsikan utuh wajahnya karena selain hanya melihatnya dari samping, temaram diskotek juga membatasi pandangan. Meskipun demikian, sesekali terlihat wajahnya yang teduh memancarkan rona bahagia.

Lekuk gerak pipinya memperlihatkan ia berulang kali tersenyum mengamini lagu-lagu KAHITNA. Tarikan bibirnya jelas menunjukkan ia sedang ikut merapal syair-syair KAHITNA. Anggukan kepalanya ke samping kanan dan kiri menandakan ia terbuai oleh mantra-mantra cinta KAHITNA. Dan, jilbab yang melingkupi mahkota kepalanya membuat saya tersenyum.

Saya yakin ia layaknya penggemar KAHITNA yang menyelinap ke diskotek malam itu hanya untuk KAHITNA.

Hingga KAHITNA menyudahi pertunjukkan dan satu per satu penonton undur diri, wanita itu pun pergi meninggalkan cerita.

Ia, yang tak saya tahu namanya, adalah bagian dari alasan-alasan mengapa bagi saya menonton KAHITNA lebih dari sekadar keriaan.

KAHITNA telah berulang kali memperlihatkan bahwa keindahan selalu bisa diciptakan di manapun, termasuk di sebuah tempat ganjil bernama diskotek. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun