Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"Nyabu" di Pasar Kranggan Yogya, Pakai Jenang 8 Rasa

27 Januari 2020   07:49 Diperbarui: 27 Januari 2020   17:16 1964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka Jenang atau bubur yang dijajakan Bu Jum di depan Pasar Kranggan Yogyakarta (dok. pri).

Seminggu terakhir saya merasa kecanduan. Selera lidah bergeser. Tidak menyentuh nasi dan lebih memilih bubur. Saya jadi rajin "nyabu" alias nyarap bubur.

Bukan bubur ayam, karena saya tidak suka dengan bubur jenis ini. Sepanjang hidup baru sekali saya mencecap bubur ayam dan semenjak itu saya memutuskan untuk tak menikmatinya lagi sampai sekarang.

Beda halnya dengan bubur sumsum, mutiara dan atau bubur kacang ijo. Bubur-bubur tersebut sangat saya sukai sejak kecil. Bubur sumsum jadi favoritnya.

Mungkin karena cuaca yang dingin akibat hujan yang kembali deras beberapa hari terakhir atau lidah sedang bosan dengan nasi, sehingga selera saya beralih pada bubur yang lembut.

Bu Jum dengan Jenang 8 Rasa buatannya (dok. pri).
Bu Jum dengan Jenang 8 Rasa buatannya (dok. pri).
Oh ya, di Yogya orang-orang lumrah menyebut bubur sumsum dan aneka varian bubur lainnya dengan sebutan "jenang". Unik memang karena di daerah lain seperti Jawa Tengah, jenang identik dengan makanan sejenis dodol.

Begitulah budaya Indonesia. Keragaman kulinernya bukan hanya dalam bahan, komposisi, dan wujud, tapi juga seringkali tampil dalam penamaan makanan dan minuman yang serupa atau mirip.

Di Yogya penjual jenang sudah eksis sejak pagi-pagi sekali. Ada yang berkeliling dengan sepeda dan sepeda motor. Ada pula yang menetap di beberapa tempat, biasanya di sekitar pasar tradisional.

Hingga Minggu (26/1/2020) lidah saya masih belum berubah keinginannya. Masih saja menginginkan bubur untuk sarapan. Maka melangkahlah saya kembali pagi itu untuk mencari bubur. 

Kali ini tempat yang saya tuju sedikit lebih jauh, yakni Pasar Kranggan di sebelah barat Tugu Pal Putih Yogyakarta. Jaraknya sekitar 150 meter dari landmark kota Yogyakarta tersebut. 

Jenang ketan hitam (dok. pri).
Jenang ketan hitam (dok. pri).
Jenang mutiara (dok. pri).
Jenang mutiara (dok. pri).
Di area depan Pasar Kranggan, dekat pintu masuk utama, ada seorang penjual yang menjajakan aneka jenang istimewa, termasuk sumsum kesukaan saya. Akan tetapi saat tiba pukul 07.00 pagi ternyata yang saya cari belum muncul. Seorang penjual gudeg memberi tahu kalau si penjual Jenang mungkin terlambat.

Sambil menunggu untuk memastikan hal itu, saya berjalan-jalan ke area belakang pasar. Dibandingkan area depan, suasana di area belakang jauh lebih ramai. 

Para penjual tumpah ke jalanan dan menyesaki trotoar. Segala macam bahan kebutuhan dijajakan. Mulai dari sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, daging, ikan, hingga jajanan. Saya pun membeli bayam, kerupuk, serta singkong dan pisang rebus.

Bu Jum melayani pembeli pada Minggu, 26/1/2020 (dok. pri).
Bu Jum melayani pembeli pada Minggu, 26/1/2020 (dok. pri).
Tak lama kemudian saya kembali ke area depan pasar. Kali ini yang saya tunggu-tunggu telah tiba. Bu Jum sudah di tempatnya. Delapan panci sudah tertata di hadapannya dan tentu saja orang-orang telah mengerumuninya.

Bu Jum adalah penjual jenang yang jadi tujuan utama saya ke Pasar Kranggan pagi itu. Sudah sejak 2013 ia menjajakan jenang. Namanya pun sudah cukup dikenal di Pasar Kranggan. Coba tanyakan ke sembarang penjual atau tukang parkir di Pasar Kranggan. Besar kemungkinan mereka akan segera mengerti.

Jenang pati garut dengan jagung dan wortel (dok. pri).
Jenang pati garut dengan jagung dan wortel (dok. pri).
Setahu saya hanya ada dua penjual jenang di area depan pasar ini. Dari keduanya, Jenang Bu Jum paling istimewa. Jika seorang penjual lainnya hanya menjajakan dua macam Jenang, maka Bu Jum menawarkan delapan sekaligus. Ada jenang ubi, ketan hitam, wajik coklat,  rangrang, mutiara, pati Garut, sumsum, dan bubur kacang ijo. Tentu saja sensasi yang bisa dicecap lidah pun jadi beraneka rasa.

Itu sebabnya banyak orang meminati Jenang Bu Jum. Apalagi harganya terjangkau, yakni Rp 4.000 per porsi. 

Kita bisa memilih hanya satu jenis jenang atau beberapa jenis untuk dicampur dalam satu porsi. Demi kepaduan rasa yang pas, saya biasanya hanya mencampur dua macam jenang. Paduan yang saya senangi ialah adalah sumsum dan kacang ijo serta sumsum dan mutiara.

Bubur sumsum dan Kacang ijo buatan Bu Jum yang lembut dan manis (dok. pri).
Bubur sumsum dan Kacang ijo buatan Bu Jum yang lembut dan manis (dok. pri).
Jenang sumsum buatan Bu Jum saya suya sukai karena teksturnya lembut, tapi tidak terlalu lembek. Rasanya sedikit gurih sehingga sangat pas dipadukan dengan kacang ijo yang manis dan pulen. Tak banyak tepung yang ditambahkan ke dalam bubur kacang ijonya sehingga aroma dan rasanya cukup autentik.

Tanpa tambahan gula merah atau santan kelapa, perpaduan antara sumsum dan kacang ijo yang disajikan Bu Jum sudah enak. Kualitas rasa yang sama juga bisa ditemukan dalam paduan sumsum dengan mutiara. 

Jika menginginkan racikan rasa yang sedikit berbeda, Jenang ubinya bisa dipilih karena ada sentuhan Jahe yang hangat. Atau cicipi Jenang Wajik dan Ketan Hitamnya. Untuk dua jenis jenang ini lebih pas jika dicampur dengan gula merah cair atau santan kelapa.

Dari semuanya yang paling unik ialah Jenang Pati Garut. Disebut demikian karena tepung yang digunakan adalah pati umbi Garut. Ke dalamnya ditambahkan butiran jagung dan irisan tipis wortel dalam jumlah yang melimpah.

Pernah sekali saya mencicipi bubur ini. Rasa yang tercecap antara manis dan gurih, tapi tipis-tipis saja. Rasanya cenderung ringan. Sedangkan teksturnya sedikit “sticky”.  Menurut Bu Jum, Jenang Pati Garut cocok untuk sarapan orang-orang yang memiliki gangguan lambung.

Setiap hari Bu Jum berjualan mulai pukul 7.00 hingga menjelang tengah hari. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bisa sedikit terlambat. Seperti Minggu pagi kemarin saat saya berkunjung. Meskipun demikian tak rugi saya menunggunya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun