Pernah begitu sering menumpang bus antarkota antarprovinsi (AKAP) lalu meninggalkannya untuk jangka waktu yang lama. Sebabnya ada kereta api yang lebih nyaman dan mampu memangkas waktu perjalanan.
Namun, beberapa hari lalu usai libur Natal saya kembali mengukur jalan dengan bus AKAP. Melintasi jalur selatan dari Purwokerto menuju Yogyakarta, melewati ruas-ruas jalan sembari membandingkan pemandangan-pemandangan di tepi jalan dengan gambaran tiga tahun lalu.
Ya, ini adalah kali pertama saya kembali duduk di dalam kabin bus Efisiensi setelah terakhir kali menumpangnya sekitar 3 tahun lalu. Jangka waktu 3 tahun cukup membuat saya penasaran untuk mengetahui seperti apa pengalaman terkini menumpang bus yang jadi primadona di jalur selatan Jateng-DIY ini.
Maka setibanya di kantor reservasi Efisiensi Purwokerto pada hari keberangkatan, saya segera melakukan beberapa hal. Sambil menunggu bus tiba (bus berangkat dari terminal Bulupitu Purwokerto), saya bercakap-cakap dengan petugas tiket.
Kepada petugas tiket saya cukup menyebutkan nama dan jam keberangkatan. Bukti pembelian dari Traveloka tidak harus ditunjukkan meski tetap penting untuk disimpan.
Petugas lalu mencetak tiket kertas yang memuat identitas penumpang, jam keberangkatan, tuuuan, nomor kursi, dan opsi angkutan terusan. Bentuk tiketnya seperti struk belanja yang keluar dari mesin kasir supermarket.
Dari petugas tiket saya kemudian tahu kalau Efisiensi sudah mengoperasikan secara reguler bus kabin bertingkat (double decker). Dalam perjalanannya nanti saya berpapasan dengan bus ini di Jalan Wates. Efisiensi juga telah melayani rute baru sampai ke Semarang.
Dengan kata lain selama tiga tahun hanya naik Rp10.000. Akan tetapi pada musim libur Natal dan Tahun Baru kali ini berlaku harga tiket Rp80.000 untuk sekali perjalanan.
Waktu menunggu keberangkatan saya manfaatkan untuk menggali informasi dari petugas tiket. Sekadar mengupdate beberapa hal yang mungkin baru dari Efisiensi.Â
Dan memang ada sejumlah hal baru, seperti lokasi kantor reservasi yang kembali dipindah ke Jalan Jendral Sudirman Sokaraja serta satu kantor baru di depan pintu masuk Terminal Bulupitu Purwokerto. Sementara fasilitas lainnya masih sama dan tetap dipertahankan seperti layanan gratis angkutan terusan (shuttle) menuju Bandara Adi Sutjipto, Stasiun Tugu, Kota Yogyakarta, kawasan UGM dan sekitarnya.Â
***
Pukul 10.15 saya sudah berada dalam bus dan menempati kursi nomor 20. Bus hampir penuh karena kebanyakan penumpang berangkat dari terminal dan hanya segelintir, termasuk saya, yang naik dari kantor reservasi.
Sebentar saja bus berhenti di kantor reservasi. Tak sering pula berhenti di tengah jalan sehingga perjalanan terasa lancar melintasi jalur selatan. Bus kemudian memasuki rest area Efisiensi di Kebumen. Pada saat bersamaan bus-bus Efisiensi lainnya dari segala rute terus keluar masuk rest area.
Tempat istirahat ini tidak banyak berubah, masih rapi dan cukup nyaman untuk beristirahat. Fasilitasnya lumayan lengkap, mulai dari toilet yang bersih, mushola, minimarket & toko oleh-oleh, ATM center, hingga restoran ayam cepat saji. Bahkan ada satu fasilitas yang baru saya jumpai, yaitu cafe.
Saya dan banyak penumpang lainnya turun di tempat ini untuk melanjutkan perjalanan ke arah kota dan bandara menggunakan angkutan terusan yang tersedia gratis. Sementara bus melaju kembali mengantarkan sisa penumpang ke terminal Giwangan Yogyakarta.
Bus Vs Kereta Api
Total lama perjalanan saya dengan bus AKAP dari Purwokerto adalah 5 jam yang meliputi 4 jam tiba di Ambarketawang serta 1 jam menungggu dan melanjutkan perjalanan dengan angkutan terusan.
Memang waktu tempuh tersebut 2 jam lebih lama dibanding menggunakan kereta api. Sedikit lebih melelahkan pula menumpang bus AKAP. Namun, jika sedang tidak buru-buru bus AKAP dengan layanan prima seperti Efisiensi layak untuk dipilih.
Selain itu tiket kereta api semakin mahal. Dalam aspek tertentu mahalnya tiket kereta api dirasa kurang rasional. Apalagi jika diukur dengan layanan yang didapatkan penumpang selama perjalanan.
Ada ketimpangan antara harga tiket yang tinggi dengan minimnya layanan tambahan yang diterima penumpang kereta api. Harga tiket kereta api yang mahal akan lebih cocok jika di dalamnya penumpang bisa mendapatkan fasilitas cuma-cuma seperti makan/minum, selimut, atau potongan harga angkutan terusan.
Faktanya saat ini untuk setiap tiket, penumpang kereta api hanya mendapatkan layanan dasar berupa tempat duduk dan bagasi. Sedangkan untuk mendapatkan layanan lainnya penumpang harus mengeluarkan biaya tambahan. Fasilitas ekstra terbatas pada tiket eksekutif, itu pun hanya berupa selimut.
Hal-hal seperti itulah yang membuat harga tiket kereta api menjadi tidak rasional. Bandingkan dengan layanan bus AKAP yang dalam harga tiketnya sudah lumrah meliputi layanan snack, makan/minum, bahkan layanan gratis angkutan terusan.
Kereta Api Indonesia perlu merasionalisasi harga tiketnya. Bukan berarti menurunkan harga, tapi mengimbanginya dengan memberi layanan tambahan kepada penumpang.
Dengan itu harga tiket kereta api yang mahal bisa diterima secara rasional. Bukan semata demi bersaing dengan layanan bus AKAP yang semakin baik, tapi demi menjaga mutu layanan kereta api itu sendiri. Masa kereta api Indonesia kalah dengan bus AKAP?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H