Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bahaya Mengintai di Balik "Direct Debit" LinkAja-KAI Access

6 September 2019   14:08 Diperbarui: 6 September 2019   15:33 2195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAI Access menerapkan "direct debit" menggunakan LinkAja untuk pembayaran tiket kereta api. Pembayaran bisa langsung dilakukan tanpa perlu memasukkan PIN LinkAja. Dianggap praktis, fitur ini justru meningkatkan risiko dan ancaman bahaya bagi penggunanya. Saya telah mengalaminya  beberapa hari lalu.

Suasana rileks yang sedang saya nikmati pada Minggu (1/9/2019) siang lenyap seketika. Mood yang saya bangun selagi membaca buku tiba-tiba dirusak oleh sebuah pemberitahuan/info dari LinkAja di layar smartphone. Isinya kurang lebih begini: 

"Anda sudah bertransaksi sejumlah Rp180.000 ke KAI Lokal....".

Dalam rasa terkejut saya segera memeriksa aplikasi LinkAja dan menemukan riwayat pembayaran yang dimaksud. Masalahnya saya tidak memesan tiket KAI tersebut.

Saya lalu  memeriksa arsip tiket pada akun saya di aplikasi KAI Access. Ternyata tidak ditemukan daftar tiket yang dimaksud. Oleh karena itu, siapa yang memesan tiket KAI dengan menggunakan saldo LinkAja saya dan tiket apa yang dipesan menjadi misteri.

Merasa dirugikan dan mendapati kemungkinan akun LinkAja atau KAI Access saya dibobol oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab, saya lalu mencuitkan laporan kejadian tersebut di twitter yang ditujukan kepada @linkaja dan @KAI121. Maka dimulailah proses pelaporan dan klaim kerugian yang mungkin akan berliku dan penuh ketidakpastian sebagaimana sering terjadi jika konsumen berurusan dengan penyedia jasa atau layanan. 

Saya yakin banyak yang paham tentang hal ini. Bahwa ketika konsumen dirugikan dan hendak meminta haknya, seringkali justru mendapatkan kerugian-kerugian baru. Misalnya waktu yang terbuang untuk membuat laporan dan sering harus dibuat berkali-kali karena petugas layanan pelanggan terus mengulang-ulang hal yang sama. Kemudian pulsa terkuras untuk menelepon layanan pelanggan yang hanya akan menjawab:  "laporan sudah kami buatkan, harap ditunggu dulu 3x24 jam. Setelah itu bisa hubungi kami lagi". Begitulah seterusnya.

Untunglah kali ini hal itu tidak terjadi. Masih pada hari yang sama, selang beberapa jam kemudian LinkAja mengembalikan saldo saya.

Namun, refund tersebut tidak disertai penjelasan atas pertanyaan dan masalah utama yang saya ajukan, yakni: "mengapa saldo LinkAja saya berkurang Rp180.000 untuk transaksi yang misterius?"

Tidak ada informasi apakah dompet digital LinkAja saya telah dibobol atau terjadi kesalahan pada sistem LinkAja. Bagi saya sebagai konsumen informasi tentang hal itu sangat penting karena menentukan kenyamanan dan keamanan transaksi-transaksi selanjutnya. Sayangnya, LinkAja tidak menjelaskannya dan dengan demikian konsumen dibiarkan menanggung risiko dan ketidaktahuan sekaligus.

Bahaya "Direct Debit" 

Saya kemudian mengejar penjelasan kepada @KAI121 dan jawabannya mengarah kepada aplikasi KAI Access. Dijelaskan bahwa akun KAIAcces saya terhubung dengan akun LinkAja melalui fitur "direct debit". Tentang hal ini saya sudah tahu sebelumnya.

Lebih jauh lagi KAI menyebutkan bahwa pembayaran dengan cara memotong saldo LinkAja akan terjadi otomatis jika seseorang memesan tiket kereta api dari akun saya. Namun, bagaimana itu bisa dilakukan? Sedangkan saya tidak pernah mengakses akun KAI Access dan Link Aja saya dari perangkat lain?

Laporan kejadian berkurang saldo LinkAja saya yang disebutkan untuk membayar tiket kereta api di KAI Access (dok. pri).
Laporan kejadian berkurang saldo LinkAja saya yang disebutkan untuk membayar tiket kereta api di KAI Access (dok. pri).

Di sisi lain KAI  meminta saya menyebutkan detail tiket perjalanan yang dibayar dengan saldo LinkAja tersebut. Bagi saya ini cukup aneh. Bagaimana saya bisa tahu tentang tiket yang tidak saya pesan? Justru menjadi tanggung jawab KAI dan LinkAja untuk menjelaskan bagaimana bisa ada pemesanan tiket dengan memotong saldo LinkAja untuk transaksi yang tidak jelas.

Di sinilah tampaknya terkuak masalah serius dari "kolaborasi" antara KAI Access dan LinkAja bahwa sekali pengguna melakukan pembayaran dengan LinkAja, maka selanjutnya dompet digital LinkAja akan bisa diakses dan digunakan saldonya tanpa harus memasukkan nomor PIN atau OTP. 

Ini adalah celah yang sangat mengkhawatirkan karena fitur "direct debit" dari KAI Acces bisa mengakses langsung dompet digital LinkAja milik penggunanya. Dengan demikian jika akun KAI Acces seseorang dibobol, maka dompet digital LinkAja miliknya juga bisa dibobol sekaligus. 

Saya tidak mengerti mengapa KAI menerapkan aktivasi "direct debit" LinkAja secara otomatis. Padahal hal itu memperbesar risiko ketidakamanan yang mengintai konsumen.

Harus Diperbaiki

KAI dan LinkAja tampaknya perlu segera mengubah dan memperbaiki "direct debit" yang mereka terapkan saat ini. Sistem "direct debit" ala KAI Access dan LinkAja tidak lazim karena tidak menyertakan instrumen pelindung seperti PIN. Bandingkan dengan pembayaran dengan Go-Pay di aplikasi tiket.com atau pembayaran uang elektronik lainnya yang tetap mengharuskan penggunanya memasukkan PIN atau verifikasi OTP setiap kali hendak melakukan pembayaran.

Selain itu, pengguna juga harus diberi opsi untuk mengatur kapan akan mengaktifkan atau menonaktifkan "direct debit". Saat ini pengguna KAI Access tidak diberikan opsi dan keleluasaan untuk menonaktifkan sendiri fitur "direct debit" melalui aplikasi. Untuk memutus hubungan antara dompet LinkAja dan KAI Access saya harus mengirimkan data diri, identitas, nomor telepon dan nomor dompet digital LinkAja melalui DM twitter. Di sini lagi-lagi terjadi peningkatanan risiko yang mengancam konsumen terkait pemberian informasi-informasi penting.

"Direct debit" ala LinkAja dan KAI Access mungkin dimaksudkan untuk mendorong penetrasi dan penggunaan uang elektronik LinkAja di tengah dominasi Go-Pay dan OVO. Namun sangat disayangkan cara yang digunakan justru menempatkan konsumen pada risiko-risiko yang berpotensi menimbulkan masalah keamanan dan kerugian.

Konsumen atau pengguna juga dihadapkan pada pilihan yang kurang menguntungkan karena pemesanan tiket kereta api lokal melalui aplikasi KAI Acces hanya bisa dibayarkan dengan uang elektronik LinkAja. Sementara pembayaran tiket kereta api jarak jauh dan menengah bisa menggunakan pembayaran lainnya.

***

Belajar dari pengalaman di atas sebaiknya kita lebih berhati-hati jika bertransaksi di aplikasi KAI Access dengan metode pembayaran LinkAja, terutama selama KAI dan LinkAja belum melakukan perbaikan terhadap fitur "direct debit".

Setelah melakukan pembayaran dengan LinkAja, tidak ada salahnya untuk mengajukan penonaktifan "direct debit" secara manual pada KAI. Meski merepotkan, tapi  itu bisa mengurangi risiko yang mungkin terjadi seperti yang saya alami.

Berdasarkan kejadian di atas bisa pula saya menyimpulkan bahwa konsumen di Indonesia masih dihadapkan pada potensi-potensi dan risiko-risiko yang cenderung merugikan. Ada semacam hubungan yang tidak seimbang antara konsumen atau pelanggan dengan penyedia layanan dan jasa. Tidak jarang konsumen terpaksa harus bersusah payah untuk mendapatkan haknya atau bahkan akhirnya "pasrah" menerima kerugian. 

Ironisnya, perusahaan-perusahaan besar di bawah naungan BUMN seperti KAI dan LinkAja juga menerapkan perlakuan yang menempatkan pelanggan pada risiko yang tidak kecil. Oleh karena itu, kita perlu lebih peduli pada hak kita sebagai konsumen atau pengguna jasa dan layanan apapun. Tidak masalah jika itu harus membuat kita menjadi konsumen yang agak cerewet. 

Di sisi lain adanya media alternatif seperti Kompasiana perlu dimanfaatkan. Lagipula sudah sering terbukti kalau Kompasiana bisa menjadi saluran "sambat" sekaligus membantu kita menjadi konsumen yang lebih bermartabat.

**

Baca juga: Selamat Tinggal TCash, Selamat Datang LinkAja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun