Saatnya membakar arang. Bagi saya ini termasuk bagian paling merepotkan dalam membuat sate. Jika melihat orang lain membakar arang dengan bantuan kertas atau sabut kelapa memang terasa mudah.Â
Namun, entah mengapa saya sering gagal mengikuti cara itu. Nyatanya yang terjadi adalah sudah habis berlembar-lembar kertas koran, tapi arang belum juga terbakar.
Oleh karena itu setelah kurang berhasil pada percobaan pertama, saya mencoba cara lain dengan menumpangkan arang di atas kompor gas. Jilatan api dari kompor membakar arang melalui lubang-lubang di bawah tempat pembakaran.Â
Setelah sedikit bara dihasilkan, barulah proses berikutnya dilakukan secara "tradisional", yakni mengipasinya sampai arang membara secara merata.
Sambil tangan kanan terus mengipasi, tangan kiri membolak-balikkan sate agar panas yang diterima merata dan tusukan sate tidak terbakar. Pekerjaan ini ternyata tidak semudah dibayangkan. Ada dua tusuk sate yang terbakar, patah dan jatuh ke dalam pembakaran.
Setelah dirasa daging mulai matang, bumbu pun ditambahkan. Daging yang telah berlumur bumbu kemudian dibakar kembali. Mulai dari sini kelezatan sate kambing terasa semakin menggoda.Â
Daging yang berubah warna dan mengeluarkan aroma sedap membuat ingin cepat-cepat mengunyahnya. Namun, proses belum selesai.
 Sedikit kecap manis perlu dituangkan lagi ke atas potongan daging. Selanjutnya pembakaran dilanjutkan sebentar untuk memastikan daging benar-benar matang.
Menikmati sate kambing harus ada tambahannya. Bagi saya kondimen terbaik untuk sate kambing adalah sambal kecap yang berisi potongan bawang merah, cabe rawit, dan bubuk merica.Â