Hanya saja memang dua ekor kambing sempat "berulah sebelum disembelih. Kejadiannya  diketahui saat kami baru pulang menjalankan salat Idul Adha. Ternyata dua ekor kambing sedang berkelahi.Â
Keduanya saling menyeruduk dengan kondisi tali pengikat sudah terlepas dari tempatnya terpancang. Beruntung dua ekor kambing tersebut tidak kabur jauh meninggalkan tempat sehingga bisa segera ditangani dan ditenangkan kembali.
Setelah disembelih dan dipastikan sudah tak bernafas lagi, kambing-kambing kurban lalu digantung. Tugas selanjutnya diambil alih oleh tangan-tangan terampil yang menguliti dan memotong bagian-bagian hewan kurban tersebut.Â
Orang-orang itu tidak perlu belajar tentang anatomi organ, anatomi otot, dan sebagainya secara formal, tapi mampu melakukan pekerjaan itu dengan baik.Â
Usai pembagian daging kurban, panitia Idul Adha sebenarnya menyiapkan acara makan bersama dengan sajian gulai. Sudah lama saya tidak mencecap gulai kambing dengan kuahnya yang bercita rasa kuat.Â
Namun, seperti yang saya sebutkan di awal. Bukan gulai yang saya inginkan, melainkan sate. Maka di halaman belakang rumah mulailah saya menyiapkan sate kambing sesuai keinginan dan selera sendiri.Â
Tempat pembakaran sudah tersedia. Arang pun ada. Demikian pula dengan tusukan sate yang telah dibeli sebelumnya dari swalayan.Â
Di rumah tumbuh satu pohon pepaya yang sedang rajin berbuah. Satu daunnya saya petik untuk membungkus sementara daging kambing sebelum diolah menjadi sate.
Jangan tanya jumlah atau takarannya karena semua dilakukan atas pertimbangan semaunya saja. Bumbu yang telah ditumbuk kemudian dicampur dengan kecap manis.